Minggu, 30 Oktober 2011
Penghargaan FVE 2011 untuk Film-Film Purbalingga
Film-film Purbalingga kembali menyabet penghargaan. Kali ini di ajang Festival Video Edukasi 2011. Film fiksi berjudul “Endhog” sutradara Padmashita Kalpika Anindyajati dan film dokumenter “Belajar Sejarah Dunia Lewat Logam dan Kertas” yang disutradarai Annisah Nur Adinah dianugerahi Film Terbaik I dan Film Terbaik III Klasifikasi Mahasiswa.
Penganugerahan festival video yang diselenggarakan Balai Pengembangan Media Televisi (BPMT) Pusat Teknologi Komunikasi (Pustekkom) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) ini digelar di Kelapa Gading Mall, Jakarta, Kamis sore, 27 Oktober 2011.
Film “Endhog” berkisah tentang dua murid Kejar Paket A yang sedang melakukan eksperimen untuk membuktikan makhluk hidup jenis melahirkan dan bertelur. Sampai pada akhirnya, kedua murid itu dihadapkan pada kenyataan apakah Ibu Haji yang berjilbab bertelur atau melahirkan karena telinganya tak terlihat? Film berdurasi 15 menit ini bergenre humor dengan balutan dialog Banyumasan yang kental.
Penghargaan di FVE ini menurut Pika, panggilan Padmashita Kalpika Anindyajati, menjadi media memperkenalkan dan melestarikan bahasa Banyumas. “Sebagai anak muda, kami bangga memiliki dan menggunakan bahasa Banyumasan,” ungkap mahasiswi Jurusan Media Rekam Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini.
Film “Endhog” sempat menyabet penghargaan Film Fiksi Terbaik dan Film Fiksi Favorit Pentonton Festival Film Purbalingga (FFP) 2010 serta menjadi Finalis Festival Film Solo (FFS) 2011 kategori Gayaman Award.
Sementara dokumenter “Belajar Sejarah Dunia Lewat Logam dan Kertas” mengangkat Museum Uang Purbalingga. Museum yang dibangun Pemkab Purbalingga ini memiliki koleksi mata uang 134 negara termasuk Indonesia. Dalam film tersebut terungkap bagaimana pengelola museum tidak mempunyai banyak kemampuan untuk memperkenalkan museum secara lebih luas.
Menurut Nesyah, panggilan Annisah Nur Adinah, sebagai pemuda Purbalingga, ia ingin museum uang sebagai salah satu aset daerah mempunyai nilai guna bagi anak muda. “Berharap lewat penghargaan ini, akan berpengaruh terhadap keberadaan museum uang dan membuka mata Pemkab untuk melibatkan anak muda di dalamnya,” ujar mahasiswi Jurusan Prodi Kebidanan STIKES Harapan Bangsa Purwokerto.
Film berdurasi 15 menit ini juga pernah mendapat penghargaan Editor Terbaik Festival Film Anak (FFA) 2011, Official Selection Festival Film Purbalingga (FFP) 2010, dan Top 11 Official Screening Tourism Movie Competition 2011.
Pegiat Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga Muhammad Febrianto mengatakan disetiap penyelenggarakan FVE, film-film Purbalingga selalu mendapat tempat. Pada FVE 2007, film “Senyum Lasminah” sutradara Bowo Leksono menyabet Terbaik II dan FVE 2008 film “Cuthel” sutradara Uswantoro dan Agus Sudiono menyabet Terbaik I. Dua tahun FVE vakum dan kembali digelar di tahun ini,” katanya.
Sabtu, 22 Oktober 2011
Film SMAN Rembang Sabet Juara Umum FFA 2011
Film dokumenter “Gulma yang Bernilai Guna” dari SMA Negeri Rembang, Purbalingga dianugerahi Juara Umum Festival Film Anak (FFA) 2011 Medan. Film yang disutradarai Astri Rakhma Adisti ini berhasil menyabet Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Kameraman Terbaik, dan Editor Terbaik kategori dokumenter. Sementara kategori fiksi, film berjudul “Sarung” dari SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga menyabet Editor Terbaik.
Malam penganugerahan festival berskala nasional yang telah memasuki tahun ke-4 ini diselenggarakan di Gedung Utama Taman Budaya Sumatera Utara, Medan, Jumat malam, 21 Oktober 2011.
Astri Rakhma Adisti merasa bangga film garapan Ekstra Kulikuler Sinematografi SMA-nya mendapat penghargaan di ajang FFA. “Penghargaan untuk kesekian kali bagi film kami ini, semoga menjadi pemicu bagi kami dan adik-adik kelas kami untuk peka terhadap lingkungan dengan jalan membuat film,” ungkap sutradara yang duduk di kelas XI ini.
Tak Diperhatikan Pemkab
Film “Gulma yang Bernilai Guna” mengangkat sosok almarhum Mbah Gepuk (1905-2002) sebagai seorang petani sekaligus seniman pinggiran. Kakek yang hidup di tanah kelahiran Panglima Besar Jenderal Sudirman, Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Purbalingga ini secara otodidak menciptakan wayang suket (rumput) yang tak ternilai harganya.
Di tangan Mbah Gepuk, rumput yang dikenal sebagai gulma mempuyai nilai guna. Namanya mencuat sebagai seorang maestro wayang suket setelah kerap muncul di media massa sekitar tahun 1990-an. Sindhunata (Romo Sindhu), budayawan yang saat itu sebagai wartawan salah satu koran nasional menemukan sosok unik Mbah Gepuk.
Mulai tahun 1995, karya-karya wayang suket Mbah Gepuk dipamerkan mulai dari Yogyakarta dan Jakarta. Beruntung, sepeninggal kakek yang semasa hidupnya dihabiskan di ladang ini, masih ada orang-orang dekat yang meneruskan tugas sucinya, menganyam rumput menjadi tokoh-tokoh pewayangan. Adalah Badriyanto, cucunya dan Ikhsanudin, anak muda Bantarbarang yang juga belajar seni secara otodidak.
Sayang, potensi seni ini tak banyak diperhatikan Pemerintah Kabupaten Purbalingga. Pemkab setempat hanya mengabadikan beberapa karya Mbah Gepuk di Museum Wayang yang dimiliki daerah itu. Sementara tidak ada perhatian sama sekali terhadap keberlangsungan wayang suket sebagai sebuah karya seni adiluhung.
Gambaran kisah wayang suket Mbah Gepuk ini terekam dalam film produksi tahun 2011 yang sempat menyabet berbagai penghargaan seperti, Official Selection Malang Film Video Festival (MafvieFest) 2011, Film Dokumenter Terbaik dan Film Dokumenter Favorit Penonton Festival Film Purbalingga (FFP) 2011, dan Best Creative Idea Tourism Movie Competition 2011.
Pegiat Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga Asep Triyatno mengatakan setiap penyelenggaraan FFA, karya-karya film pelajar Purbalingga tak pernah absen dikirimkan di ajang insan perfilman anak yang digelar oleh Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan dan Sineas Film Documentary (SFD) Medan. “Tak hanya itu, setiap tahun pula film-film pelajar Purbalingga diapresiasi dan berprestasi di Sumatera Utara,” tuturnya.
Rabu, 19 Oktober 2011
Kerjasama dan Kekompakan
Hari itu para Gapoktan dan Kelompok Tani dikumpulkan untuk bersama-sama memecahkan masalah dan juga berdiskusi tentang rencana kedepan di awal musim penghujan yang sebentar lagi akan tiba. Diawali oleh sambutan dari Drs. Sudarso selaku Camat Kalibagor memberikan arahan serta motivasi pada para Gapoktan dan Kelompok Tani, selanjutnya dari PPL, Mantri Tani dan THL-TBPP. Dalam pertemuan yang berjalan santai tapi terarah yang menghasilkan beberapa keluhan, saran serta pendapat yang dapat didiskusikan dalam pertemuan tersebut. Hasil yang didapatkan dari pertemuan tersebut adalah dengan adanya kekompakan dan kerjasama mereka akan merencanakan sebuah program pertanian untuk tanaman padi, jagung dan kacang tanah serta sebuah studi banding ke tempat-tempat yang berhubungan dengan pertanian.
Ini merupakan suatu contoh kecil mudahnya menggambil suatu keputusan apabila kita dapat bekerjsama dan kompak dalam semua bidang. Sekali lagi kita belajar akan arti semua kerjasama yang dipandang sepele tapi terdapat makna yang terpendam.
THL Kec. Kalibagor
Rabu, 12 Oktober 2011
Verifikasi Kelompok TANI Berprestasi
- Pemula
- Madya
- Maju
Juni THL Kec. Jatilawang
Selasa, 11 Oktober 2011
Sekolaheh Wong Tani
Sebelum dilakukan Program tersebut telah diadakan Sosialisasi Pra SL-PTT oleh Kelompok Tani Pelita Jaya pada tanggal 25 September 2011. Kegiatan ini dimaksudkan agar nantinya petani pelaksana dapat mengetahui apa itu SL_PTT, tujuan beserta dengan komponen teknologi yang semaksimal efisien, tepat guna dan ramah lingkungan.
Dalam SL-PTT bantuan yang disertakan berupa pupuk, benih, biaya pertemuan, peralatan tulis beseta dengan komponen pendukung lainnya. Bantuan ini ada yang berupa barang ada yang berupa uang yang dibelanjakan sesuai dengan petunjuk SL-PTT yang didampingi oleh Penyuluh Pertanian, THL-TBPP dan Pengamat Hama. Peserta SL-PTT adalah para petani yang berjumlah 25 orang sebagai penyebar informasi yang telah didapatkanya kepada para petani lainnya yang tidak mengikuti SL-PTT.
Sekolah Lapang ini mendapatkan respon yang baik di wilayah Kecamatan Kalibagor Kabupaten, semoga dengan adanya Sekolah Lapang ini kita lebih termotivasi, petani untung masyarakat dapat menikmati hasil panen dan pemerintah dapat mencapai swasembada pangan. Ilmu pengetahuan akan selalu bertambah mengikuti perkembangan zaman, kalau kita ketinggalan, tidak mau mencoba, dan tidak melestarikan alam bagaimana nasib pertanian kita……
By Yusuf THL-TBPP Kec. Kalibagor