Bandung-Jika biasanya nama Veronica dituliskan ’Veronica’ maka untuk Purbalingga menjadi? ’Peronika’. ”Peronika”, itulah judul film yang menyabet dua penghargaan sekaligus yaitu aktor terbaik dan sutradara terbaik dalam Ganesha Film Festival (Ganffest) yang berakhir Sabtu, (2/2/2008).
”Peronika, mengambil setting di Purbalingga dengan menonjolkan ciri khas Purbalingga atau Banyumas. Mengangkat budaya Banyumas terutama tata bahasa, dari mulai setting, pemain sampai persoalan-persoalan yang diangkat bersifat lokal,” tutur sutradara film ”Peronika” Bowo Leksono kepada detikBandung.
Menurut Bowo, karakter film dan pemain tidak harus selalu berkiblat ke Jakarta. Kalau seperti itu larinya akan ke sinetron. Maka, akan membunuh kreativitas. Film ini mengisahkan munculnya masalah dalam sebuah keluarga yang melibatkan pihak ketiga. Seseorang bernama Peronika dituduh sebagai pembawa masalah.
Alurnya akan membawa pada kondisi sosial dimana kegagapan teknologi telepon genggam yang bisa terjadi pada siapa pun menjadi poinnya. Digabungkan dengan unsur politis dan budaya, yang dipresentasikan dengan dialog-dialog orang urban.
Sejumlah penghargaan dari festival-festival film indie sudah didapatkan ”Peronika” antara lain di Festival Film Eropa di Jakarta, Festival Film Indonesia (FFI) 2004, Sulasfifest 2005, dan Global Indie Film Festival (GIFF) 2005. (ema nur arifah-detikBandung-3 Februari 2008)
”Peronika, mengambil setting di Purbalingga dengan menonjolkan ciri khas Purbalingga atau Banyumas. Mengangkat budaya Banyumas terutama tata bahasa, dari mulai setting, pemain sampai persoalan-persoalan yang diangkat bersifat lokal,” tutur sutradara film ”Peronika” Bowo Leksono kepada detikBandung.
Menurut Bowo, karakter film dan pemain tidak harus selalu berkiblat ke Jakarta. Kalau seperti itu larinya akan ke sinetron. Maka, akan membunuh kreativitas. Film ini mengisahkan munculnya masalah dalam sebuah keluarga yang melibatkan pihak ketiga. Seseorang bernama Peronika dituduh sebagai pembawa masalah.
Alurnya akan membawa pada kondisi sosial dimana kegagapan teknologi telepon genggam yang bisa terjadi pada siapa pun menjadi poinnya. Digabungkan dengan unsur politis dan budaya, yang dipresentasikan dengan dialog-dialog orang urban.
Sejumlah penghargaan dari festival-festival film indie sudah didapatkan ”Peronika” antara lain di Festival Film Eropa di Jakarta, Festival Film Indonesia (FFI) 2004, Sulasfifest 2005, dan Global Indie Film Festival (GIFF) 2005. (ema nur arifah-detikBandung-3 Februari 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar