Pada dasarnya, semua jenis dan genre film berbicara soal hidup dan kehidupan. Dan ketika film itu berbicara terkait kehidupan manusia (human) akan mengangkat beragam bidang kehidupan, tak terkecuali politik. Meskipun pada kenyataannya tak banyak film politik, khususnya genre dokumenter, yang dibuat masyarakat Indonesia. Apalagi dokumenter menyangkut pemilihan umum (Pemilu) yang benar-benar mampu memberi referensi edukatif masyarakatnya.
Kita hanya mampu menyaksikan dokumenter, atau lebih tepat disebut sebagai dokumentasi, berupa visual pesta demokrasi hasil tangkapan kamera jurnalis televisi sebagai tuntutan pemberitaan. Sisanya, genre film lain yang lebih mengarah pada propaganda atau kebutuhan golongan tertentu. Atau sekedar narasi-narasi kecil yang tidak terpublikasi dan terdistribusi dengan baik. Kenyataannya, sudah sekian kali sejak Pemilu pertama tahun 1955, pesta rakyat yang satu ini digelar.
Berbeda dengan media selain film, dalam hal ini tulisan dan foto, yang dengan mudah dan murah ditemukan sebagai sumber referensi edukasi. Padahal pada kenyataannya budaya menonton adalah milik bangsa Indonesia dibanding membaca.
Untuk itulah, mata kuliah Perilaku Politik ini didesain turun ke lapangan dengan mengangkat tema besar “Film dan Politik” pada lingkup Pemilukada Purbalingga. Dengan harapan mahasiswa mampu memotret lingkup perilaku politik pada pesta demokrasi tingkat lokal tersebut.
Pada praktiknya, mahasiswa secara berkelompok, dengan media kamera merekam perilaku politik yang secara spesifik terkait persepsi dan sikap pemilih. Spesifikasi ini adalah sub-sub tema untuk kemudian diolah menjadi kemasan film dokumenter. Sub tema tersebut antara lain; Tim Sukses Calon, Pemilih Pemula, Pemilih Perempuan, Pemilih kelompok marjinal seperti Etnis Tionghoa, Petani, Pedagang, Buruh, Birokrasi, Seniman, dan sebagainya.
Metode partisipatif ini menarik dan bisa dibilang langka. Menggunakan film sebagai media pembelajaran saja sangatlah jarang. Terlebih para pelaku teori politik, yaitu mahasiswa, dengan teori yang selama ini diperoleh di kelas dan dari berbagai referensi kemudian diterapkan dan mengemasnya dalam medium film.
Harapan lebih jauh, mahasiswa dapat lebih memahami antara konsep teoritik dengan relitas politik di lapangan. Kemudian, film-film dokumenter yang dihasilkan mampu menjadi laboratorium untuk memahami perilaku politik dan dinamikanya dalam konteks lokal.
Film Dokumenter
Mengapa kemudian film dokumenter menjadi media pilihan mata kuliah ini? Film dokumenter itu sendiri adalah sebuah genre film yang dibuat untuk mendokumentasikan sebuah realitas. Media film diakui memiliki kekuatan lebih dan kemungkinan yang tak terbatas dibandingkan media lain dalam melakukan representasi terhadap kenyataan.
Beberapa film dokumenter menampilkan narasi (voice over) untuk lebih menjelaskan gambar, namun ada juga gambar itu sendiri yang ‘berbicara’. Biasanya film dokumenter menampilkan wawancara dengan orang-orang yang berhubungan dengan film dan memang dibutuhkan dalam film dokumenter itu.
Film dokumenter itu sendiri mempunyai elemen yang kompleks. Tidak sekedar menyangkut gambar dan suara (visual dan audio) tapi juga sosial budaya, riset, teknis, teknologi, manajemen, kreatifitas, kerjasama tim, dan sebagainya.
Bila elemen-elemen tersebut tergarap dengan apik, menjadikan tontonan yang variatif, edukatif, sekaligus menghibur, tidak menutup kemungkinan film dokumenter tersebut memiliki kekuatan besar yang mampu membawa perubahan sosial.
Secara garis besar, terdapat tiga kegiatan utama dalam memproduksi sebuah film yaitu tahap pra produksi, produksi, dan pasca produksi. Pra produksi adalah kegiatan-kegiatan awal sebelum masuk produksi atau pengambilan gambar. Sementara pasca produksi adalah tahap kegiatan setelah pengambilan gambar seperti editing.
Bowo Leksono
Disampaikan pada kuliah “Perilaku Politik” Fisip Unsoed, 2010