Minggu, 19 Februari 2012
Produksi Film “Bukan Bangku Sekolah” SMAN Kutasari Purbalingga
Dua anggota aparat dengan sepeda motor melaju lalu berhenti di halaman sebuah plasma (pabrik bulu mata/rambut palsu rumahan). Belasan buruh yang keseluruhannya perempuan yang sebelumnya berbincang ceria pun sontak terdiam dan saling berbisik.
Aparat masuk untuk menemui bos/pemilik plasma mempertanyakan kebenaran tempat itu mempekerjakan buruh di bawah umur seperti diberitakan koran. Tidak begitu lama, mereka pun keluar dari ruangan bos dengan senyum mengembang.
Nukilan adegan ini dibangun oleh para pelajar SMA Negeri Kutasari Purbalingga yang tergabung dalam Papringan Pictures Ekskul Sinematografi. Mereka sedang melakukan pengambilan gambar film fiksi sebagai program tahunan selama dua hari, Minggu-Senin, 19-20 Februari 2012.
Film bertajuk “Bukan Bangku Sekolah” ini berkisah dua remaja bersahabat Roh dan Tum. Mereka baru menamatkan sekolah dasar namun mempunyai keinginan yang berbeda. Roh ingin melanjutkan sekolah, sementara Tum ingin langsung bekerja.
Keadaan ekonomi membawa kedua remaja ini berkubang di dunia kerja sebagai buruh bulu mata palsu, seperti halnya ratusan remaja lain. Pada akhirnya, pilihan apapun menjadikan mereka serba salah.
Realita yang Difiksikan
Film yang seluruh lokasi sutingnya di wilayah Kecamatan Kutasari, Purbalingga ini berangkat dari hasil film dokumenter yang diproduksi sebelumnya. Riset dokumenter itu terkait ratusan buruh di bawah umur yang ada di Kecamatan Kutasari yang bekerja di plasma buruh rambut dan bulu mata palsu.
Sutradara “Bukan Bangku Sekolah” Winda Novia Wardani mengutarakan 80 persen cerita film fiksi ini adalah realita yang terjadi pada para buruh anak dan tempat kerja mereka. “Adegan-adegan yang kami ciptakan berangkat dari kenyataan. Seperti aparat keamanan yang mendatangi plasma dan kampanye calon bupati yang menjanjikan pendidikan gratis hingga tingkat SMA,” tutur siswi kelas XI.
Sementara guru pembina ekskul sinematografi Catur Andianto mengatakan sebagai sebuah ekskul yang baru jalan setahun, sinematografi mendapat dukungan dari pihak sekolah. “Apa yang dipelajari dalam sinematografi sangat bagus untuk perkembangan mental dan pengetahuan bagi siswa,” ujar guru Bahasa Indonesia ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar