Selasa, 01 Januari 2008

Dua Film Karya SMK N 1 Purwokerto Dibuat di Purbalingga



Mendadak, suasana pasar Pengalusan, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga berbeda dari hari biasanya. Lebih ramai. Orang-orang desa berjajar di depan deretan kios dan pinggir jalan.
Pagi itu, Minggu (30/12), empat pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Purwokerto di bawah bimbingan Cinema Lovers Community (CLC) sibuk menggarap dua film sekaligus. Film fiksi bertajuk “Suparman” dan sebuah iklan layanan masyarakat berjudul “Kasih Ibu” yang semua pemainnya berasal dari Desa Pengalusan.

Pelajar yang semuanya remaja puteri dan duduk di kelas XII ini dalam rangka Praktek Kerja Industri (Prakerin) selama sebulan lebih sejak awal Desember 2007 lalu di Glovision Production, salah satu rumah produksi yang tergabung dalam CLC.

Film “Suparman” yang disutradarai Afrinda Pratama ini berkisah tentang sebuah peristiwa kesalahpahaman dari kata “parman”. Parman sebagai nama orang dan “pareman” yang dalam bahasa Banyumasannya berarti pupuran atau bersolek.

Suatu pagi, istri Bagyo, Sarinah yang berprofesi sebagai buruh pabrik terlambat datang ke pabrik. Setelah turun dari mobil angkot, Sarinah berjalan tergesa sambil memperbaiki dandanan wajahnya. Tanpa sepengetahuan Sarinah, Dikun yang teman berjudi Bagyo, melihat ketergesaan Sarinah.

Dalam obrolan Dikun dan Bagyo sembari berjudi, Dikun mengutarakan apa yang dilihat pagi itu pada Bagyo. “Inyong mau esuk weruh bojone rika mlaku gugup maring pabrik karo pareman” (Saya tadi pagi lihat istri kamu, berjalan tergesa ke pabrik sambil bedakan), demikian satu kalimat aduan dari Dikun pada suami Sarinah.

Sialnya, suami Sarinah mendengar ucapan kata “pareman” sebagai nama orang “Parman”. Dari sinilah konflik film ini. Film ini lahir menyusul karya-karya film lain dari Purbalingga yang mengangkat khas budaya Banyumasan, terutama kemasan tema yang diangkat dan bahasa yang dipergunakan.

Sementara untuk karya iklan layanan berjudul “Kasih Ibu” yang disutradarai Nia Mardiana mengisahkan seorang anak yang tidak banyak bersyukur dengan apa yang diberikan ibunya. Namun ketika ia menyadari setelah memandang lama fotonya masa kecil, tersadar bahwa kasih ibu sepanjang masa.

Afrinda Pratama, sutradara sekaligus penulis skenario film “Suparman” merasa meskipun praktek kerja sangat singkat tapi sangat banyak mendapatkan pengalaman. “Ilmu dan pengalaman yang diberikan teman-teman CLC tidak pernah kami dapatkan di sekolah selama ini,” ungkapnya.

Pun yang diungkapkan Nia Mardiana. Nia merasa semakin mantap dengan jurusan multimedia yang diambilnya. “Kami akan terus mencoba membuat film dan membagikan pengalaman ini pada teman-teman,” katanya.

Manager Program CLC, Bowo Leksono, mengatakan CLC terbuka bagi siapa pun yang ingin belajar membuat film dari praproduksi sampai pascaproduksi, bahkan hingga urusan distribusi, tidak tertutup hanya pada anak-anak muda Purbalingga. “Membagi ilmu dan pengalaman membuat film adalah kewajiban kami agar perfilman di Banyumas terus berkembang,” tuturnya. Bolex

Tidak ada komentar:

Posting Komentar