Minggu, 04 Januari 2009

Melongok Masa Lalu via Film


JAKARTA - Titi nada terakhir lagu ”Indonesia Raya” oleh sekelompok musikus jalanan seksi tiup di Tsarkoye Selo (Kota Para Raja), sekitar 50 km di utara St Petersburg, Rusia, mengakhiri film Gerimis Kenangan dari Sahabat Terlupakan. Beberapa detik kemudian, puluhan penonton di sebuah kafe di timur alun-alun Purbalingga bertepuk riuh.

Ya, Sabtu (3/1), Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga memutar film penyabet Citra FFI 2006. Film itu diputar dalam program bulanan Bamboe Shocking Film (BSF) kali ke-14 dan memperoleh apresiasi beragam.

Suliyah (17), siswi SMK HKTI Banjarnegara, menonton bersama teman-teman sebaya. Dia merasa lebih mudah memahami tuturan sejarah lewat film dokumenter daripada membaca setumpuk literatur. ”Film ini menginformasikan betapa orang di Rusia jauh lebih tahu soal Indonesia ketimbang orang Indonesia,” katanya.

Fahim Al Khatiri (20), mahasiswa Kajian Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang sedang mudik, menuturkan jika sejarah dituturkan narasumber yang terlibat atau tahu keadaan pada masa lalu, informasi dan datanya lebih dapat dipertanggungjawabkan. ”Saya kira, film dokumenter bisa jadi wahana yang bagus dan tepat untuk menyampaikannya,” katanya.

Sudarman, anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah Purbalingga, menyatakan Purbalingga butuh pemutaran film seperti yang digelar CLC. Itu sekaligus jadi media pembelajaran politik bagi masyarakat tentang duduk perkara suatu peristiwa.

Pandangan Indonesianis
Gerimis Kenangan dari Sahabat Terlupakan adalah film besutan Seno Joko Suyono dan Benny Benke, jurnalis Tempo dan Suara Merdeka. Mereka di bawah supervisi Dr Henny Saptatia Sujai, Prof Dr Mudji Sutrisno, dan Taufik Rahzen.

Selama 28 hari dalam perjalanan ke Rusia, April 2006, mereka mengunjungi Novgorod, Sergiew Plossad, Tsarkoye Selo, Klin, dan Tula, wilayah bersejarah era Rusia Raya atau Uni Soviet. Mereka menemui para Indonesianis, mengeduk pandangan, pendapat, penilaian, dan sikap mereka tentang keadaan Indonesia era 1960-an sampai kini. Era 1960-an, Indonesia erat berhubungan dengan Uni Soviet. Mereka mengemukakan pandangan unik, orisinal, jujur, dan menggugah lewat film berdurasi 84 menit itu.

Direktur CLC Bowo Leksono SH menuturkan memutar film dokumenter itu dengan harapan anak muda Purbalingga menyadari betapa penting mendokumentasikan sesuatu. Meski, sesuatu itu amat sederhana. ”Membuat film dokumenter seperti menyusun sejarah. Karena itu, kami berharap pemutaran film ini merangsang anak muda untuk mendokumentasikan apa pun,” ujar dia.

Saat ini, beberapa anggota CLC merampungkan film dokumenter Manusia Gerobak. Film yang jadi pembicaraan di berbagai festival film berwibawa itu berkisah soal perjalanan manusia yang menggantungkan hidup pada gerobak jalanan di Jakarta.

Sebelum pemutaran Gerimis Kenangan dari Sahabat Terlupakan, mereka memutar dokumentasi perjalanan CLC selama 2008. Beragam produksi, workshop, pemutaran film, dan keikutsertaan di ajang festival film mewarnai perjalanan mereka. CLC juga meraih berbagai penghargaan dari berbagai festival film.

Komunitas itu turut memberdayakan anak muda Purbalingga di dunia film, baik melalui film pendek maupun dokumenter. ”Bukan tak mungkin kami akan jadi lembaga penyedia data audiovisual Purbalinggga dan Banyumas dalam waktu dekat ini,” ujar Bowo. (G20-53/Suara Merdeka/5 Januari 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar