Jumat, 27 Maret 2009
CLC Merayakan Hari Film Nasional
Maret adalah bulan film Nasional karena dibulan itu terdapat Hari Film Nasional yang jatuh tepat 30 Maret. Penetapan Hari Film Nasional berdasarkan Keppres No. 25 tahun 1999. Dan tahun ini memasuki Hari Film Nasional yang ke-59
Mengapa 30 Maret? Penetapan harinya orang film ini bukan berdasarkan pada tanggal kelahiran tokoh perfilman Nasional seperti pada hari-hari besar lainnya. Meskipun Indonesia mempunyai seorang tokoh film yang berjuluk “Bapak Film Nasional” yaitu Usmar Ismail.
Penetapan 30 Maret sebagai Hari Film Nasional tentu bukan tanpa sebab. Bertimbangan para tokoh perfilman Nasional karena pada tanggal itu, tepatnya 30 Maret 1950, pertama kali diproduksi film Indonesia yang semuanya oleh warga pribumi termasuk oleh perusahaan film pribumi. Film tersebut berjudul “Darah dan Doa” yang disutradarai Usmar Ismail.
Jadi, sudah sejak kapan di Indonesia ada produksi film? Jauh sebelum Indonesia Merdeka. Tahun 1926 adalah tahun pertama film pertama yang dibuat di Indonesia. Film berjudul “Lutung Kasarung” sutradara G. Krugers dan L. Heuveldorp dan diproduksi NV Java Film.
Saat itu, meski perusahaan dan pembuat film bukan asli Indonesia, namun para pemain “Lutung Kasarung” semuanya warga pribumi, antara lain para priyayi, di bawah pimpinan seorang guru kepala Raden Karta Barata. Film tersebut kemudian diputar di bioskop Elita dan Oriental.
Mengenang Hari Film Nasional
Turut meramaikan Hari Film Nasional, Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga, sebuah komunitas pecinta film di kota Purbalingga berencana merayakannya secara sederhana dengan memutar film dokumenter salah satu tokoh perfilman Nasional yang masih hidup: Misbach Yusa Biran.
Peringatan Hari Film Nasional ini hendak digelar pada Sabtu, 28 Maret 2009, di program bulanan CLC: Bamboe Shocking Film (BSF) #16, pukul 19.30 WIB, di Café Bamboe, Jl Jenderal Sudirman Nomor 126 Purbalingga.
Film bertajuk “Misbach: Di Balik Cahaya Gemerlap” garapan sutradara Edwin ini mengangkat jejak langkah Misbach, seorang tokoh besar dalam dunia perfilman Nasional, dimasa silam. Film berdurasi 34 menit mengalir dari penuturan Misbach dilengkapi visual-visual koleksi Sinematek Indonesia.
Salah satu peninggalan besar dari sineas kelahiran Rangkasbitung, Lebak, Banten, 11 September 1933 ini adalah gagasannya mendirikan Sinematek Indonesia yaitu lembaga arsip film pertama di Asia Timur di pada 1975. Misbach kemudian memimpin lembaga arsip film yang digagasnya tersebut selama 26 tahun.
Karya besar lain dari penulis skenario, sutradara, dan sastrawan besar ini yaitu turut mendirikan jurusan sinematografi Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ), sekarang Institut Kesenian Jakarta (IKJ), satu-satunya sekolah film di Indonesia.
Kiprah panjang dari suami aktris Nani Widjaya ini diteruskan generasi sineas hingga sekarang, yang melahirkan karya-karya berkualitas dan turut memajukan perfilman Nasional. Film dokumenter produksi Miles Films ini juga dibarengi kiprah anak muda bernama Lisabona Rahman yang gigih menjadi sebagai manager program Kineforum Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, sebuah tempat untuk pemutaran film-film alternatif sepanjang tahun secara gratis.
Selain film dokumenter, akan diputar pula film fiksi perjuangan dari Banyumas bertajuk “19 Empat Toedjoeh” sutradara Wasis Setya Wardhana yang diproduksi La Cimplung. Bolex
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar