Kamis, 28 Mei 2009
Festival Film Purbalingga: Oase Film Independen Nasional
KOMPAS, Madina Nusrat, Jumat, 22 Mei 2009
PURBALINGGA - Tak mudah membangun jejaring dan benih-benih baru penggiat film independen. Purbalingga Film Festival (PFF) 2009 yang menjadi festival film indie Purbalingga untuk ketiga kalinya itu, yang digelar mulai 21 Mei sampai 23 Mei, di Hotel Kencana, Purbalingga, Jawa Tengah, pun menjadi oase bagi kelangsungan hidup produksi film independen nasional.
Sineas sekaligus distributor film independen, Lulu Ratna, Jumat (22/5), mengatakan, sejak tren film independen muncul tahun 1999, pagelaran festival film independen relatif timbul tenggelam. Mulai dari Festival Film Video Indie Indonesia yang hanya bertahan dari tahun 1999 sampai 2002. "Salah satunya yang cukup berhasil saat itu film Kuldesak," katanya.
Kemudian berlanjut dengan Festival Film Indie Indonesia yang diselenggarakan SCTV, dan itu pun hanya berumur dua tahun. Setelah itu, tak ada lagi festival film indie yang diselenggarakan secara terus menerus, katanya.
Baru komunitas film indie Purbalingga, katanya, yang cukup berhasil menyelenggarakan festival film indie secara rutin selama tiga tahun terakhir. Kota-kota lain memang pernah bikin festival film, tapi itu hanya berlangsung sekali. Habis itu, hilang, tuturnya.
Untuk menjaga kekuatan film indie, Lulu mengatakan, potensi sineas lokal tak bisa diabaikan. Contohnya Purbalingga, di kota kecil itu sineas lokalnya malah mampu mempertahankan idealismenya memproduksi film-film indenpenden. Kekuatan itulah yang dibutuhkan untuk menjaga idealisme film independen.
Melalui sineas lokal itu pula, lanjutnya, jejaring kerja film independen sedang berusaha dibangun. Hal itu sekaligus menyiapkan benih-benih baru sineas lokal agar mampu produktif membuat film independen.
Untuk membangun film independen yang mapan itu kan tak cukup setahun. "Makanya sekarang kami sedang memulainya dengan menanamkan ide-ide pembuatan film independen kepada siswa sekolah," jelasnya.
Karenanya dalam PFF kali ini, pihak penyelenggara mengutamakan pemutaran film hasil karya siswa sekolah SMA maupun SMP di wilayah eks Karesidenan Banyumas, yang me liputi Purbalingga, Banyumas, Banjarnegara, dan Cilacap. Jumlahnya sebanyak 16 film. Masing-masing memiliki tema cerita yang sangat beragam, mulai dari masalah sosial, kehidupan sehari-hari, problem remaja, hingga masalah keluarga.
Direktur PFF 2009 Bowo Leksono mengatakan, PFF memang bukan ajang penilaian film independen nasional, melainkan ajang bagi sineas film independen lokal wilayah eks Karesidenan Banyumas mempertunjukkan hasil karyanya. Kalau pun di festival ini datang sineas dari Jakarta, Yogyakarta, maupun daerah lainnya, mereka hanya undangan. Sekaligus ajang bagi mereka untuk saling bertukar informasi, katanya.
Namun hal penting dari PFF 2009, lanjutnya, adalah untuk mencari benih-benih baru sineas film independen berbakat dari lokal wilayah eks Karesidenan Banyumas. Itulah tujuan utama kami, agar produksi film independen di wilayah eks Karesidenan Banyumas tetap hidup, katanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar