Sabtu, 07 November 2009
Membuat Film sebagai Hobi
Beberapa waktu lalu, ada seorang siswi salah satu SMA di Purbalingga mengirimkan SMS pada saya. Seperti biasa, hendak meminjam handycam untuk syuting film. Biasanya, kawan-kawan SMA mengobrolkan dulu film apa yang hendak mereka produksi sebelum ‘nembung’ untuk memakai peralatan CLC. Kali ini, sebaliknya.
Ternyata mereka mendapat tugas dari salah satu guru untuk membuat film. Hmmm… Atas dasar apa si guru ini dengan semena memberi tugas siswa untuk membuat film. Apakah dia pernah mengajarkan, walau sedikit, teori dan praktik produksi film? Atau karena menilai film pendek sedang menjadi trend di kalangan siswa SMA di Purbalingga? Dan tahu, banyak anak didiknya bergaul akrab dengan CLC?
Saya dan kawan-kawan CLC mencoba mengambil positifnya. Semoga tugas dari guru ini menjadi daya dorong dan memperluas ruang ekspresi bagi siswa. Namun, mengapa sekolah tidak memberi keleluasaan pada siswa untuk memanfaatkan peralatan audiovisual yang ada di sekolah? Apa karena sekolah tahu bahwa CLC memfasilitasi untuk itu? Entahlah.
Sangat disayangkan bila sekolah-sekolah di zaman ini yang sudah dilengkapi peralatan multimedia, dan tak termanfaatkan sebagaimana harusnya. Belum lagi, tak sedikit sekolah yang mempunyai ruang multimedia dengan bangunan mewah, namun berfungsi layaknya museum.
Ada siswa yang tidak diperbolehkan menyentuh peralatan padahal sudah menjadi hak mereka. Tentu dengan alasan takut rusak. Lagipula, mana ada barang di dunia ini yang tidak rusak? Kalau toh diperbolehkan, hanya siswa yang berprestasi secara akademis saja. Sialnya, ada saja sekolah yang hanya guru-gurunya saja yang memanfaatkan fasilitas sekolah. Padahal, tidak juga menjadi pintar para guru itu. Disini perlu ada keikhlasan dari para pengelola sekolah dan kesadaran bahwa fasilitas sekolah diperuntukkan untuk siswa.
Bagi anak-anak SMA di Purbalingga dan Banyumas pada umumnya, membuat film bukanlah hal baru. Mereka mengenal film pendek dari generasi sebelumnya. Anak-anak SMA di Purbalingga sudah mengenal apa dan seperti apa itu film pendek sejak 2004. Saat itu, ada sekelompok anak muda yang mendatangi sekolah-sekolah dengan memutar film-film pendek karya mereka. Dari sinilah awal perkenalan anak-anak SMA dengan film pendek dan juga awal menanam benih regenerasi.
Bagi para pendahulu film pendek di wilayah Banyumas, memperkenalkan film pendek kepada generasi muda, tidak kemudian bermaksud menciptakan para pembuat film. Tapi bagaimana memberi dan memanfaatkan ruang berekspresi. Saya sendiri bahagia bahwa membuat film menjadi hobi saya. Bila hobi ini kemudian menjadi pekerjaan yang menghasilkan uang, yang mampu menghidupi kita, tentu lebih menyenangkan. Bukankah tidak nyaman bila bekerja bukan pada bidangnya dan tak kita sukai?
*Bowo Leksono
Disampaikan pada diskusi Parade Film Pendek Unnes 2009 l Bulan Bahasa l Semarang, 15 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar