Senin, 30 Januari 2012
Digelar Selama Sebulan
Festival Film Purbalingga 2012
Festival Film Purbalingga adalah program festival tahunan Cinema Lovers Community (CLC) yang ditujukan untuk membangun kultur baru menonton film bagi masyarakat Purbalingga dan Banyumas Raya pada umumnya, serta sebagai ruang laboratorium pendidikan dengan film sebagai media penyampai.
Festival Film Purbalingga (FFP) yang ada sejak 2007 ini menyuguhkan sekumpulan film pendek dan panjang dalam kemasan program Layar Tanjleb (tancap), Kompetisi Pelajar Banyumas Raya, Non-Kompetisi untuk Nasional, dan Program Khusus.
Seperti tahun lalu, festival ini hendak digelar selama sebulan mulai 28 April hingga 26 Mei 2012. Program unggulan yang ditawarkan berupa Layar Tanjleb keliling desa di wilayah Banyumas Raya (Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, Cilacap, dan Banyumas).
Direktur Festival Film Purbalingga Bowo Leksono memaparkan Program Layar Tanjleb ini merupakan pemutaran film dengan media layar tancap di suatu area yang mengundang publik luas untuk berpartisipasi. “Materi film yang hendak diputar adalah kompilasi film pendek dan film panjang atau film bioskop,” katanya.
Kampanye film pendek pada masyarakat, terutama yang berada di pelosok, menurut Bowo, cukup efektif melalui pergelaran layar tanjleb. “Kenyataan ini memantapkan kami di festival tahun ini rangkaian roadshow kembali digelar. Keterlibatan masyarakat dari kalangan pemuda dimana layar dibentangkan menjadi penting mengantarkan tontonan alternatif ini,” tuturnya.
Program Kompetisi masih menjadi program utama dalam menggairahkan dan memajukan para pembuat film pendek pelajar se-Banyumas Raya dengan kategori fiksi dan dokumenter. Bahkan tahun ini diperluas tidak hanya bagi pelajar setingkat SMA tapi juga SMP.
Pada Program Non-Kompetisi, festival yang memasuki tahun keenam ini menerima materi film pendek kategori umum dari berbagai penjuru Nusantara. Program ini akan mengkurasi film-film yang masuk dan juga mengundang film-film milik komunitas atau individu untuk turut menyemarakkan festival.
Ditambah beberapa program khusus seperti pentas seni, presentasi, diskusi, pameran, dan sebagainya yang merupakan satu rangkaian utuh Festival Film Purbalingga 2012. Harapannya Festival Film Purbalingga ini akan terus berlanjut dimasa-masa mendatang.
Selasa, 24 Januari 2012
“Bupati (Tak Pernah) Ingkar Janji” Masuk Finalis HelloFest 2012
Film kontroversial “Bupati (Tak Pernah) Ingkar Janji” berhasil masuk menjadi finalis Kompetisi Film Pendek HelloFest 8 Anima Expo 2012. Festival tahunan yang digagas HelloMotion Academy School of Animation & Creativity ini akan digelar 4 Februari 2012 mendatang di Balai Kartini Jakarta.
Sutradara film dokumenter produksi Cinema Lovers Community (CLC), Bowo Leksono mengatakan cukup senang film sarat kritik itu masuk finalis. “Kami tidak mentarget untuk menang. Sudah masuk finalis saja menyenangkan karena artinya akan ditonton lebih banyak orang,” tuturnya.
Film dokumenter “Bupati (Tak Pernah) Ingkar Janji” mengungkap fakta janji-janji bupati dan wakil bupati yang sekarang menjabat di Kabupaten Purbalingga saat berkampanye yang kemudian disandingkan dengan fakta-fakta kebijakan saat pimpinan daerah itu menjabat.
Festival kali kedelapan ini menyeleksi 20 film pendek terbaik sebagai finalis dari 304 peserta dari seluruh Indonesia. Para finalis berkesempatan mengikuti workshop gratis yang diselenggarakan oleh HelloFest 8 dan British Council (Pusat Kebudayaan Inggris) dengan menghadirkan Fred Deakin, seorang pakar pop culture ternama dari Inggris pada 3 Februari 2012.
Menurut pegiat CLC Asep Triyatno, kesempatan mengikuti workshop seperti ini menjadi penting, apalagi dengan hadirnya mentor berpengalaman dari luar negeri. “Kami akan menawarkan kepada teman-teman yang terlibat dalam produksi film ini untuk berangkat ke Jakarta mengikuti workshop sekaligus menghadiri festivalnya,” ujarnya.
HelloFest 8 Anima Expo bertujuan menjadi wadah kreatif khususnya anak muda untuk berani mengekspresikan diri melalui karya, selain turut mengembangkan budaya pop di Indonesia. Festival ini akan memilih 4 kategori karya film terbaik yaiktu Best movie, Best Favorite Movie, Best Animation, dan Best Non Animation.
Usai kejadian ancaman pembubaran pemutaran film yang diproduksi selama setahun lebih itu oleh aparat di Desa Kradenan, Kecamatan Mrebet, Purbalingga beberapa waktu silam, CLC bertekad mengirimkan film tersebut ke berbagai ajang festival film sepanjang 2012. “Harapannya sama, tidak mencari penghargaan, namun bagaimana mampu diapresiasi sebanyak-banyaknya penonton dan menjadi bahan diskusi berbagai kalangan,” kata Bowo Leksono.
Sabtu, 21 Januari 2012
Antusiasme Tinggi, Angkatan Kedua Dibuka
Kelas Menulis Purbalingga
Setelah sukses dengan penerbitan Kumpulan Cerita "Pamong Praja" akhir Desember 2011, kini Kelas Menulis Purbalingga membuka penerimaan anggota baru untuk angkatan kedua.
"Antusiasme terhadap kelas menulis, dalam beberapa bulan terakhir, terus meningkat. Apalagi setelah terbitnya kumpulan cerita mini (cermin)," kata fasilitator kelas, Bangkit Wismo.
Dijelaskan, berbeda dengan tahun lalu, kualitas pendidikan di kelas menulis, bakal meningkat. Pun demikian dengan program-program kegiatannya, akan lebih bervariatif.
Peserta akan mendapatkan berbagai materi penulisan-penulisan sastra, mulai dari puisi hingga cerpen. Selain itu, juga materi tentang tulisan jurnalistik, artikel serta skenario film.
"Sedangkan dari sisi pemateri, kami tidak hanya menghadirkan penulis berbakat Purbalingga, tapi juga dari luar kota. Agar teman-teman lebih termotivasi," tutur pegiat Komunitas Cengloe itu.
Pendaftaran Ruang kreatif yang digagas Komunitas Cengloe dan Cinemma Lovers Community (CLC) Purbalingga itu dibuka hingga 28 Januari besok. Tanpa dipungut biaya pendaftaran.
Kelas digelar setiap hari Minggu pukul 10.00 di Bioskop Pojokan, Jalan Letnan Achmad Nur No 43 Kauman, sebelah barat Pendopo Dipokusumo Purbalingga. Pertemuan pertama pada 5 Februari 2012.
Direktur CLC, Bowo Leksono mengemukakan, kelas menulis bukan hanya memberikan materi, namun ruang untuk membiasakan kaum muda Purbalingga untuk membumikan ide melalui tulisan.
Terlebih, sekolah formal tak mempunyai cukup kemampuan membiasakan budaya membaca dan menulis. "Tak ada dinamika dunia penulisan, jadi tidak ada gerakan nyata apapun," ujarnya.
Selasa, 17 Januari 2012
Film Pelajar Purbalingga Tampil di Kineforum Jakarta
Sejumlah 6 film pendek pelajar SMP dan SMA Purbalingga akan tampil di Program The Shorts Kineforum komplek Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, selama dua hari 20-21 Januari 2012, jam 17.00 WIB. Keenam film tersebut merupakan pilihan dari film-film yang terlibat di Festival Film Purbalingga (FFP) 2010-2011.
Film-film yang semuanya telah menyabet berbagai penghargaan festival itu adalah “Ling-Lung” sutradara Amrizal Faturrohman dari SMAN Bobotsari, “Endhog” sutradara Padmashita Kalpika dari SMAN 2, “Kado Suket” sutradara Puspa Juwita dari SMAN Rembang, “Pigura” sutradara Darti dan Yasin dari SMPN 4 Satuatap Karangmoncol, “Kalung Sepatu” sutradara Dwi Astuti dari SMAN Kutasari, dan “Sarung” sutradara Anis Septiani dari SMA Muhammadiyah.
Manager FFP Nanki Nirmanto mengatakan dengan diputarnya film-film pelajar Purbalingga di program Kineforum memberi kesempatan promosi kepada publik Jakarta. “Pelajar merupakan basis regenerasi bagi kegiatan perfilman di Purbalingga dan Banyumas Raya pada umumnya. Dan keberadaan Festival Film Purbalingga menjadi pemantik merebaknya karya-karya film pendek lokal,” tuturnya.
The Shorts ini sebuah program penayangan film pendek yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perkembangan film secara garis besar. Pada hari kedua pemutaran akan dihadiri pegiat Festival Film Purbalingga dan pelajar pembuat film menyajikan program dalam sebuah diskusi.
Sementara Kineforum sendiri merupakan bioskop pertama di Jakarta yang menawarkan ragam program meliputi film klasik Indonesia dan karya para pembuat film kontemporer. Ruang yang dikelola Dewan Kesenian Jakarta ini diadakan sebagai tanggapan terhadap ketiadaan bioskop non komersial di Jakarta dan kebutuhan pengadaan suatu ruang bagi pertukaran antarbudaya melalui karya audio-visual.
“Kami senang film kami akan diputar dan ditonton orang dari berbagai daerah di Jakarta. Harapannya banyak kritik dan saran agar saya dan teman-teman bisa terus berkarya lebih maju,” ujar Canggih Setyawan kameraman film “Kado Suket” yang masih duduk di kelas XI SMAN Rembang Purbalingga yang berencana turut hadir di Jakarta.
Sabtu, 14 Januari 2012
Organik yang Menghebohkan
Organik, Kita sudah sering kali mendengar apa itu organik. Tahun 2011 Indonesia demam organik, sayuran organik, beras organik, semua menuju ke organik. Untuk lebih mudah kita mengenal apa itu organik, semua produk yang tidak menggunakan bahan kimia itu bisa dikatakan organik.
Untuk makanan kita mengenal Asam benzoat biasa digunakan untuk pengawet. Untuk menjaga kualitas makanan agar tidak mudah busuk digunakanlah bahan kimia ini. Ada juga bahan formalin yang digunakan sebagai pengawet makanan. Untuk Produk ekspor para perusahaan makan masing menggunakan bahan kimia ini untuk memperpanjang usia makanan. Makanan Kimia Vs Makanan Organik yang menang siapa ? Hampir kebanyakan orang indonesia senang memakan makanan siap saji. Selama hal ini belum hilang maka Makanan Kimia akan tetap berjaya. Tapi jangan khawatir Indonesia mempunyai Departemen Pertanian yang sedang mencoba mengembalikan khususnya tanah kita agar dapat terbebas dari yang namanya Pupuk Kimia.
Tahun 2011-2012 bisa kita lihat produk pertanian kebanyakan terdapat kata Organik, ternyata para perusahaan mulai melirik pada yang namanya organik. Pupuk cair bertema organik banyak beredar dipasaran. Inggat yang perlu kita waspadai adalah apakah itu sudah ada ijin dari lembaga pertanian pada label kemasan ? Sebenarnya kita bisa menghapus paradigma seperti ketakutan bahwa ini pupuk palsu atau tidak yaitu dengan jalan kita membuat pupuk organik itu sendiri. Sangat banyak alternatif untuk membuat pupuk organik :
Untuk makanan kita mengenal Asam benzoat biasa digunakan untuk pengawet. Untuk menjaga kualitas makanan agar tidak mudah busuk digunakanlah bahan kimia ini. Ada juga bahan formalin yang digunakan sebagai pengawet makanan. Untuk Produk ekspor para perusahaan makan masing menggunakan bahan kimia ini untuk memperpanjang usia makanan. Makanan Kimia Vs Makanan Organik yang menang siapa ? Hampir kebanyakan orang indonesia senang memakan makanan siap saji. Selama hal ini belum hilang maka Makanan Kimia akan tetap berjaya. Tapi jangan khawatir Indonesia mempunyai Departemen Pertanian yang sedang mencoba mengembalikan khususnya tanah kita agar dapat terbebas dari yang namanya Pupuk Kimia.
Tahun 2011-2012 bisa kita lihat produk pertanian kebanyakan terdapat kata Organik, ternyata para perusahaan mulai melirik pada yang namanya organik. Pupuk cair bertema organik banyak beredar dipasaran. Inggat yang perlu kita waspadai adalah apakah itu sudah ada ijin dari lembaga pertanian pada label kemasan ? Sebenarnya kita bisa menghapus paradigma seperti ketakutan bahwa ini pupuk palsu atau tidak yaitu dengan jalan kita membuat pupuk organik itu sendiri. Sangat banyak alternatif untuk membuat pupuk organik :
- Bisa kita gunakan kotoran hewan atau beribil yang kita fermentasikan terlebih dahulu sebelum digunakan pada tanaman agar cepat membusuk/matang.
- Akar Bambu bisa sebagai bahan utama pembuat pupuk organik cair yang biasa kita kenal dengan Plant Growth Promoting Rhizobakterum (PGPR)
- Jerami juga dapat digunakan dan dibenamkan pada tanah kembali
- Pembuatan Mikro Organisme Lokal (MOL) dari kotoran sapi
by; Yusuf Himura
Kamis, 12 Januari 2012
Pelajar SMAN 2 Purbalingga Garap Dokumenter Pencemaran
Kemegahan pabrik-pabrik yang berdiri di wilayah kota Purbalingga telah mengusik pelajar SMA Negeri 2 Purbalingga untuk berkeliaran ke bagian belakang pabrik. Membuktikan apakah benar megah di depan megah pula di bagian belakang?
Pembuktian itu berupa riset lapangan tentang kebenaran terjadinya pencemaran lingkungan dari limbah pabrik. Kenyataannya bahwa hampir setiap pabrik dibangun berdekatan dengan aliran sungai.
Para pelajar itu tidak sedang mengerjakan tugas sekolah karena bisa dibilang tidak pernah ada tugas yang menuntut atau melatih siswa belajar riset. Mereka melakukan riset untuk kebutuhan produksi film dokumenter.
“Setelah melakukan riset data sekunder yang diperoleh dari internet, buku dan koran, kami olah data itu kemudian baru turun ke lapangan. Termasuk mencari kemudian ngobrol dengan para narasumber,” ungkap Ii Harnenis, salah satu tim riset yang sekaligus bertindak sebagai sutradara film dokumenter ini.
Pelajar yang tergabung dalam Brankas Film ini melakukan riset data sekunder dan data primer dengan jalan turun ke lokasi lebih dari dua bulan. Kemudian seluruh tim merumuskan skrip dengan satu orang yang bertanggung jawab sebagai penulis skrip.
“Skrip film dokumenter tetap diperlukan agar saat produksi atau pengambilan gambar ada pedomannya, meskipun skrip bisa berkembang dengan ditemukannya data-data baru dan narasumber baru. Kami merasa membuat film soal pencemaran limbah pabrik ini bisa sangat panjang waktunya, persoalannya lumayan ruwet,” tutur Ambaruny Aryo yang bertugas sebagai penulis skrip.
Resiko Mengambil Gambar
Visual dalam film ini akan didominasi stok gambar yang diambil dari lokasi belakang pabrik. Meski demikian, bukan tanpa resiko. Beberapa pabrik bahkan untuk mencapai bagian belakang harus melewati dalam pabrik itu sendiri.
Ridho Agung Nugroho dan Firoh Pebriyani yang bertugas mengoperasikan kamera mengatakan saat pra produksi atau riset lapangan tidak begitu merasa khawatir karena saat bertemu dan ditanya orang pabrik masih bisa beralasan untuk kebutuhan tugas sekolah. “Saat produksi kami sudah menenteng kamera. Harus hati-hati tentunya,” ujar Ridho.
Produksi film yang memakan waktu suting sekitar sebulan ini sudah dalam tahap editing dan dipersiapkan masuk Festival Film Purbalingga 2012 untuk beradu dengan film-film dokumenter karya pelajar se-Banyumas Raya.
Selasa, 10 Januari 2012
CLC Bersemuka Wabup Purbalingga
Keinginan Pemerintah Kabupaten Purbalingga dalam hal ini Wakil Bupati Sukento Ridho Marhaendrianto bersemuka dengan Cinema Lovers Community (CLC) terkait film sarat kritik “Bupati (Tak Pernah) Ingkar Janji” produksi CLC yang dimediatori Institut Negeri Perwira mewujud pada Selasa sore (10/1) di Pendapa Cahyana.
CLC membawa tim produksi film antara lain pelajar SMAN Rembang, SMAN Kutasari, dan SMAN 2 Purbalingga. Dialog diawali presentasi singkat para pelajar mulai dari persoalan infrastruktur di wilayah Kecamatan Rembang, pencemaran yang terjadi di banyak pabrik di Purbalingga, hingga persoalan buruh dibawah usia yang tersebar di Kecamatan Kutasari.
Wakil Bupati menanggapi apa yang disampaikan pelajar yang dicuplik stockshoot-nya dalam film dokumenter itu. Dia mengatakan Bupati sangat konsen pada pembangunan infrastruktur di Purbalingga. Persoalannya bahwa kontur tanah di wilayah Rembang labil sehingga tidak mampu bertahan lama aspal jalan yang baru diperbaiki.
Persoalan lain adalah jembatan roboh di Desa Losari yang merupakan satu-satunya akses warga setempat yang tidak segera diperbaiki. Akibatnya, warga termasuk anak-anak sekolah harus mencari jalan putar yang sangat jauh untuk sampai tujuan. Fenomena lain banyak anak sekolah akhirnya kos karena kerap datang terlambat ke sekolah.
Selian itu, gambaran nyata beberapa jembatan kecil yang kondisinya memprihatinkan dan masih banyak jalan-jalan desa yang belum diaspal. Warga di wilayah Kecamatan Rembang tampaknya masih butuh kesabaran untuk sampai harapan mewujud.
Masuk persoalan pencemaran, Wabup Kento memaparkan pihaknya sudah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke beberapa pabrik di Purbalingga. Hasilnya, pabrik-pabrik yang disidak tidak menghasilkan limbah cair dan telah memiliki IPAL.
Bahwa data dan realita lapangan yang diperoleh para pelajar antara lain berasal dari laporan warga yang merasa dirugikan dan tidak mempunyai cukup keberanian melapor pada pihak yang berkompeten. Kenyataan bahwa pabrik-pabrik membuang limbahnya langsung ke sungai yang ada di belakang maupun di samping pabrik. Dan tidak ada jaminan apakah pabrik-pabrik itu membuang limbah aman atau limbah berbahaya.
Sementara terkait buruh plasma dibawah usia kerja, Sukento merasa prihatin dengan kondisi itu. Tampaknya dia belum mempunyai solusi dan strategi jitu untuk mengatasinya.
Wakil Bupati juga sempat menanyakan apa sebenarnya maksud dari diproduksinya film “Bupati (Tak Pernah) Ingkar Janji” oleh CLC. Bowo Leksono sebagai sutradara membeberkan bahwa film itu bagian dari program tahunan Kado buat Kota Tercinta yang sudah memasuki tahun ketiga dan diluncurkan dalam rangka ulang tahun Purbalingga.
“Tidak ada tendensi lain selain berkarya dan berkarya. Karena dengan berkarya anak muda Purbalingga mempunyai kegiatan positif. Terkait bahwa karya itu sarat kritik ya memang sudah semestinya sebuah karya seni seperti itu. Tidak melulu berbicara cinta,” tutur direktur CLC ini.
Paling tidak, dengan pertemuan ini menjalin komunikasi antara pembuat film dengan pemerintah daerah sehingga bila ada karya-karya film yang kuat kandungan kritiknya tidak langsung dianggap negatif apalagi pihak-pihak yang menganggap itu belum menonton dan memaknainya. Dan tidak akan terjadi pemutaran film yang dilarang dengan jalan dibubarkan aparat.
Wabup Sukento juga mengatakan akan menyampaikan hasil pertemuan kepada Bupati Purbalingga. Dan para pembuat film Purbalingga akan terus berkarya, menyuarakan realita sosial dan kemasyarakatan di Purbalingga dengan cerdas.
Rabu, 04 Januari 2012
Acara Pemutaran Film Nyaris Dibubarkan Aparat
Beberapa kali moderator menerima pesan singkat dari koordinator acara agar diskusi usai pemutaran film “Bupati (Tak Pernah) Ingkar Janji” tidak dilanjutkan. Pesan ini dikirim lantaran aparat yang berada di luar balai desa terus memperingatkan agar acara segera dihentikan.
Program Kado buat Kota Tercinta dalam rangka ulang tahun Purbalingga yang ke-181 setelah peluncuran pada akhir Desember 2011 lalu mulai bergulir ke desa-desa. Desa pertama yang disambangi adalah Desa Kradenan, Kecamatan Mrebet, Purbalingga pada Rabu (4/1) malam bertempat di balai desa.
Kado buat Kota Tercinta adalah program ekspresi dan apresiasi kreativitas seni anak muda sebagai media kritik terhadap kebijakan Pemerintah Daerah Purbalingga. Program yang dihelat Cinema Lovers Community (CLC) bersama Karangtaruna Cakra (Bocah Kradenan) dan didukung antara lain Kelas Menulis Purbalingga, Mahatma Management, Institut Negeri Perwira, dan Seputar Purbalingga ini menyuguhkan pentas musik, pembacaan cerita mini, dan pemutaran film.
Kegiatan ditutup dengan diskusi seputar permasalahan di Purbalingga. Balai Desa Kradenan yang tak begitu luas pun dipenuhi lebih dari 100 pemuda dan masyarakat hingga berdesakan di pintu masuk.
Hartati, seorang pemudi mengatakan tidak merasa bosan menonton film dokumenter berdurasi 45 menit hingga usai bahkan tertarik mengikuti diskusinya. “Menonton film ini sebenarnya seperti melihat berita di televisi setiap hari. Menyuguhkan masalah pendidikan, buruh, pencemaran lingkungan dan lain-lain yang tidak pernah terselesaikan. Tapi tidak membosankan, mungkin karena di film ini semua terjadi di daerah sendiri,” tuturnya.
Diskusi Terbuka
Membuka forum diskusi usai pemutaran film memang menjadi agenda penting program tahunan yang sudah digelar sejak 2009 silam. Harapannya, tidak sekedar memberi masukan dan kritik pada karya-karya yang disuguhkan. Lebih dari itu, terjadi saling tukar informasi dan persoalan sosial kemasyarakatan antara pemuda dan masyarakat desa dengan para pengkarya.
Seperti Istiqomah misalnya, mengeluhkan nasib para guru wiyata bhakti yang gajinya jauh di bawah UMK (Upah Minimum Kota). “Tidak hanya buruh pabrik di Purbalingga, guru honorer pun gajinya sangat memprihatinkan. Bayangkan, sebulan cuma Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu,” keluhnya.
Selain persoalan gaji guru honorer, dalam diskusi malam itu terungkap pula persoalan masih banyaknya anak putus sekolah di desa itu yang diharapkan teratasi dengan adanya program kejar paket, atau terkait persoalan anak-anak yang kurang kasih sayang orang tua karena pekerjaan ibu di pabrik seharian.
Manager Program CLC Nanki Nirmanto mengatakan semua keluhan masyarakat bukan porsi para seniman untuk menyelesaikan. “Kami bukan lembaga legislatif apalagi eksekutif yang mempunyai kebijakan dan kewenangan untuk itu. Tapi sebagai seniman, kami tidak bisa tinggal diam membiarkan persoalan yang ada di masyarakat. Tugas kami menyuarakan ketimpangan dalam karya,” ujar mahasiswa Politik Unsoed ini.
Dikala diskusi sedang menghangat, belasan aparat dari berbagai kesatuan yang sejak acara digelar berada di luar balai desa memerintahkan untuk segera membubarkan acara. Diskusi tetap berjalan hingga selesai. Dan program Kado buat Kota Tercinta ini akan terus bergulir menyuarakan realita sosial ke pelosok-pelosok desa di Purbalingga.
Langganan:
Postingan (Atom)