Rabu, 04 Januari 2012
Acara Pemutaran Film Nyaris Dibubarkan Aparat
Beberapa kali moderator menerima pesan singkat dari koordinator acara agar diskusi usai pemutaran film “Bupati (Tak Pernah) Ingkar Janji” tidak dilanjutkan. Pesan ini dikirim lantaran aparat yang berada di luar balai desa terus memperingatkan agar acara segera dihentikan.
Program Kado buat Kota Tercinta dalam rangka ulang tahun Purbalingga yang ke-181 setelah peluncuran pada akhir Desember 2011 lalu mulai bergulir ke desa-desa. Desa pertama yang disambangi adalah Desa Kradenan, Kecamatan Mrebet, Purbalingga pada Rabu (4/1) malam bertempat di balai desa.
Kado buat Kota Tercinta adalah program ekspresi dan apresiasi kreativitas seni anak muda sebagai media kritik terhadap kebijakan Pemerintah Daerah Purbalingga. Program yang dihelat Cinema Lovers Community (CLC) bersama Karangtaruna Cakra (Bocah Kradenan) dan didukung antara lain Kelas Menulis Purbalingga, Mahatma Management, Institut Negeri Perwira, dan Seputar Purbalingga ini menyuguhkan pentas musik, pembacaan cerita mini, dan pemutaran film.
Kegiatan ditutup dengan diskusi seputar permasalahan di Purbalingga. Balai Desa Kradenan yang tak begitu luas pun dipenuhi lebih dari 100 pemuda dan masyarakat hingga berdesakan di pintu masuk.
Hartati, seorang pemudi mengatakan tidak merasa bosan menonton film dokumenter berdurasi 45 menit hingga usai bahkan tertarik mengikuti diskusinya. “Menonton film ini sebenarnya seperti melihat berita di televisi setiap hari. Menyuguhkan masalah pendidikan, buruh, pencemaran lingkungan dan lain-lain yang tidak pernah terselesaikan. Tapi tidak membosankan, mungkin karena di film ini semua terjadi di daerah sendiri,” tuturnya.
Diskusi Terbuka
Membuka forum diskusi usai pemutaran film memang menjadi agenda penting program tahunan yang sudah digelar sejak 2009 silam. Harapannya, tidak sekedar memberi masukan dan kritik pada karya-karya yang disuguhkan. Lebih dari itu, terjadi saling tukar informasi dan persoalan sosial kemasyarakatan antara pemuda dan masyarakat desa dengan para pengkarya.
Seperti Istiqomah misalnya, mengeluhkan nasib para guru wiyata bhakti yang gajinya jauh di bawah UMK (Upah Minimum Kota). “Tidak hanya buruh pabrik di Purbalingga, guru honorer pun gajinya sangat memprihatinkan. Bayangkan, sebulan cuma Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu,” keluhnya.
Selain persoalan gaji guru honorer, dalam diskusi malam itu terungkap pula persoalan masih banyaknya anak putus sekolah di desa itu yang diharapkan teratasi dengan adanya program kejar paket, atau terkait persoalan anak-anak yang kurang kasih sayang orang tua karena pekerjaan ibu di pabrik seharian.
Manager Program CLC Nanki Nirmanto mengatakan semua keluhan masyarakat bukan porsi para seniman untuk menyelesaikan. “Kami bukan lembaga legislatif apalagi eksekutif yang mempunyai kebijakan dan kewenangan untuk itu. Tapi sebagai seniman, kami tidak bisa tinggal diam membiarkan persoalan yang ada di masyarakat. Tugas kami menyuarakan ketimpangan dalam karya,” ujar mahasiswa Politik Unsoed ini.
Dikala diskusi sedang menghangat, belasan aparat dari berbagai kesatuan yang sejak acara digelar berada di luar balai desa memerintahkan untuk segera membubarkan acara. Diskusi tetap berjalan hingga selesai. Dan program Kado buat Kota Tercinta ini akan terus bergulir menyuarakan realita sosial ke pelosok-pelosok desa di Purbalingga.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar