Rabu, 24 September 2008

Memfilmkan "Manusia Gerobak" di Ibukota

Secara sporadis, saban memasuki bulan Ramadhan, puluhan, ratusan, atau bahkan ribuan kaum miskin menyerbu ibukota tanpa ampun. Mereka hidup berpindah, berharap rezeki ada dimana-mana.

Para kaum papa itu membawa “rumah” mereka kemana pun pergi. Rumah yang dimaksud adalah gerobak kayu yang memang berfungsi menyimpan barang-barang sekaligus untuk tidur layaknya sebuah rumah huni.

Mereka dikenal dengan “Manusia Gerobak” yang terlihat mulai banyak di jalanan Jakarta di bulan Ramadhan dan semakin banyak menjelang lebaran.

Manusia Gerobak bukanlah pengemis. Mereka tidak meminta-minta,mengharap belas kasih orang lain. Manusia Gerobak hidup dari memungut barang-barang bekas seperti botol minuman mineral, kardus, kertas, dan barang lain yang sekiranya masih laku untuk dijual. Namun, mereka tak menolak bila ada orang kaya yang memberi. Karena itulah, di malam hari di bulan suci, para Manusia Gerobak menanti uluran tangan di trotoar jalan.

Mereka datang dari berbagai daerah. Bogor, Cianjur, Tegal, Malang, Wonogiri, Yogyakarta, Solo, dsb. Sebagian sudah bertahun-tahun di Jakarta dan sebagian besar lagi karena musiman.

Difilmkan
Apa yang tak ada di Ibukota Jakarta? Orang-orang kaya, pun orang-orang miskinnya. Gedung-gedung menjulang, rumah dan mobil-mobil elit, pun sekelas rumah gerobak. Keironisan ini bukan hal yang mencengangkan di Jakarta, karena memang menjadi kenyataan sehari-hari.

Realita miris inilah yang sedang ditangkap Benny Benke dan Bowo Leksono bersama Fahim Rauyan, Dias Arazy dan Ginanjar menjadi sebuah film dokumenter. Film tentang Manusia Gerobak di ibukota.

Sudah sejak awal lima lelaki itu berkeliling kota Jakarta, menyambangi kaum papa. Berbincang sambil menyelami kerasnya hidup di ibukota. Mereka bertemu dengan puluhan kaum marginal dengan beragam latar. Bolex

Tidak ada komentar:

Posting Komentar