Sabtu, 08 November 2008

Film Purbalingga di Semarang

Wacana film Banyumas tampaknya tidak semata karena film itu berasal dari ranah Banyumas, wilayah yang secara geografis terletak di Jawa Tengah bagian barat. Pun tidak semata karena film Banyumas memakai dialog/bahasa Banyumasan.

Julukan film Banyumas lebih karena ciri khas yang melekat pada karya-karya film yang juga dibuat oleh anak-anak muda Banyumas. Ciri film Banyumas selain kuat karena bahasanya yang dikenal dengan istilah ngapak-ngapak, juga karena setting lokasi, pemain, dan ilustrasi musik. Lebih jauh dari itu adalah penggunaan tanda-tanda dan simbol-simbol visual lokal yang melengkapinya.

Berbicara Banyumas sebagai sebuah wilayah secara administratif terdiri dari empat kabupaten, yaitu Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Cilacap, dan Banjarnegara. Keempat kabupaten itu, dikala Pemerintahan Hindia Belanda masuk dalam satu karesidenan.

Film Banyumas di Luar Banyumas
Di luar wilayah Banyumas, film Banyumas dikenal pertama karena bahasanya yang sangat khas. Kekhasan ini karena Banyumas memiliki bahasanya sendiri berbeda dengan wilayah lain.

Pada Sabtu, 1 November 2008, bertempat di gedung Pusat Budaya Indonesia-Belanda Widya Mitra, Semarang, atas undangan komunitas Kronik Semarang, film Banyumas tampil di khalayak Semarang.

Sejumlah sembilan film diputar yang keseluruhannya berasal dari Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga. Arisan Film Forum (AFF) Purwokerto sebagai pihak kurator sengaja memutar kesembilan film yang mewakili tiga generasi. Dua generasi awal, dari film berjudul “Peronika” dan “Boncengan” mengandung tema kesalahpahaman. Sementara generasi terakhir tema film sudah beragam.

Seusai pemutaran, diskusi pun digelar. Beragam tanya dan tanggapan bergiliran. Intinya mempertanyakan apakah film Banyumas selalu memakai bahasa Banyumas? Jawabannya lebih luas dari itu, tentunya.

Selain kawan-kawan Kronik dan mahasiswa Undip kebanyakan yang hadir, juga dari komunitas teater, seperti Teater Temis Fakultas Hukum Undip, komunitas film di Unnes, serta dari komunitas film Matakaca, Solo. Bolex

Tidak ada komentar:

Posting Komentar