Minggu, 31 Oktober 2010
Persembahan untuk Maestro Wayang Suket
Ketidaktahuan generasi muda terhadap salah satu seniman pembuat wayang suket (wayang dari rumput) menggelitik siswa ekstrakulikuler SMA Negeri Rembang, Purbalingga mengabadikannya lewat film dokumenter. Dalam perjalanan riset, para siswa itu memutuskan untuk memproduksi film fiksinya terlebih dahulu.
Seniman asal Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Purbalingga yang menjadi perhatian siswa pecinta sinema itu bernama Gepuk yang sudah lama meninggal. Gepuk adalah petani tulen, dari tangan petani itulah lahir karya-karya besar namun tidak sebesar pembuatnya. Karena itu, Gepuk yang menurunkan keahliannya pada salah satu cucu kemudian mendapatkan julukan “Maestro wayang suket yang tidak dikenal”.
Astri Rahma Adisti yang bertindak sebagai produser mengatakan seperti halnya generasi muda lain, selama ini mereka tidak tahu sama sekali bila di tanah kelahiran Panglima Jenderal Sudirman ada seniman wayang suket. “Kami mempunyai keinginan besar untuk mengenang dan memperkenalkan tokoh Gepuk sang pembuat wayang suket kepada anak muda,” ungkap siswi yang masih duduk di bangku kelas X ini.
Sebagai salah satu sekolah yang jauh dari pusat pemerintahan Purbalingga, SMAN Rembang sangat peduli dengan perkembangan siswa salah satunya membuka ekskul sinematografi. Karena itu, keinginan para siswa dalam memproduksi sebuah karya film mendapat dukungan dari pihak sekolah. “Film perdana kami ini tidak hanya sebagai media belajar tapi juga akan kami kirim ke berbagai festival film remaja,” tutur Astri.
Kado Terbaik
Produksi film bertajuk “Kado Suket” ini mengisahkan seorang pemuda desa bernama Sarpin. Kesehariannya adalah sekolah dan membantu orang tua dengan menggembalakan kerbau di ladang. Di sela-sela menggembala kerbau, Sarpin terampil menganyam rumput menjadi bermacam tokoh pewayangan.
Suatu ketika Siti, teman sepermainan Sarpin sejak kecil yang juga menjadi teman satu sekolah hendak merayakan ulang tahun ke tujuhbelas. Namun, Sarpin merasa tidak pantas menghadiri perayaan itu.
Bukan ejekan teman-temannya yang menjadi penyebabnya, karena Sarpin sadar bahwa apa yang dikatakan teman-temannya benar adanya. Ia tak akan mampu membeli kado terbaik buat gadis seayu Siti meskipun Sarpin tetap berpikir dan berusaha keras untuk memberikan hadiah terbaik buat gadis desa itu. “Kado terbaik tentu bukan berisi hadiah termahal. Kado terbaik itu yang disukai apalagi mampu menjadi kenangan tak terlupa,” ujar Puspa Juwita sang sutradara.
Puspa merasa mendapat tantangan mengasikan menyutradarai film pertamanya. “Banyak yang harus dipersiapkan dalam membuat film dan dibutuhkan kekompakan teman-teman,” ujarnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar