Minggu, 18 Maret 2012

Produksi Film “Lima Sekawan” SMK Negeri 1 Purbalingga


Melalui titian proses praproduksi yang cukup panjang, akhirnya pelajar SMK Negeri 1 Purbalingga usai memproduksi sebuah film pendek. Produksi film ini menandai sekolah terakhir dari lima sekolah menengah yang mendapat pendampingan produksi film dari Cinema Lovers Community (CLC) menjelang Festival Film Purbalingga 2012.

Pelajar yang tergabung dalam Smega Movie ini menggarap skenario bertajuk “Lima Sekawan” dengan waktu pengambilan gambar selama dua hari, 17-18 Maret 2012. Dari belasan cerita yang ditulis anggota Smega Movie, cerita Imam Bukhori lah yang akhirnya dibuat skenario filmnya.

“Lima Sekawan” bercerita tentang lima sahabat yang semuanya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Suatu hari, guru mereka memberi tugas siswanya menuliskan cita-cita kelak setelah dewasa.

Di kamar salah satu sahabat yang sedang sakit siang itu, mereka berdebat serius. Masing-masing mengungkapkan profesi yang dipilih. Mulai dari polisi, pengusaha, pejabat, dan guru. Namun bayangan visual yang muncul, bukanlah seperti yang diharapkan. Pengkhianatan pada profesi lah yang tergambar dengan jelas.

Dana Pinjaman
Sejak keberadaan kegiatan perfilman di SMK Negeri 1 Purbalingga pada 2010, hanya mendapat dukungan setengah-setengah dari pihak sekolah. Film seperti dianaktirikan dibanding jenis kesenian lain di lingkungan SMK itu. Perjuangan pelajar pembuat film untuk menjadi kegiatan ekstrakulikuler pun tak kunjung terealisasi.

Sutradara film “Lima Sekawan” Nigita Wiki Saputri mengatakan sampai usai pembuatan film, proposal belum ditanggapi. “Produksi film tahun ini alat masih disediakan CLC dan dananya pinjam dari salah satu teman. Entah bagaimana nanti cara mengembalikannya,” ungkap siswi kelas XI ini.

Keinginan besar pelajar setiap angakatan di SMK itu untuk memproduksi film seperti tidak bisa dibendung. Mereka rela hingga malam berkumpul dan berdiskusi mempersiapkan sebuah karya. “Selesai suting, bisa sedikit bernapas. Meski masih ada hutang yang harus dibayar, tapi yang terberat adalah menyiapkan generasi di bawah kami agar mereka tetap bisa berkarya,” pungkas Nigita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar