“Nyoblos ora nyoblos ya pada bae. Bocah sekolah sing jarene gratis tetep bae mbayar. Bayarane malah larang”. (Mencoblos tidak mencoblos sama saja. Anak sekolah katanya gratis tetap saja membayar. Bayarannya malah mahal).
Demikian nukilan dialog sebuah film dokumenter pendek paling gres karya Bowo Leksono bertajuk "Tak Kenal dan Tak Sayang". Apalagi kalau bukan urusan Pemilu yang melatarbelakangi film berdurasi delapan menit ini.
Ya, film yang diproduksi sehari ini berlatar Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah yang memfokuskan pada fenomena Golput (Golongan Putih). Seperti yang dilangsir Suara Merdeka, 23 Juni 2008, “Berdasarkan hasil penghitungan cepat (quick count) sejumlah lembaga survei dan hasil pantauan di lapangan, angka golput mencapai lebih dari 40 %”. Dan wilayah Banyumas adalah penyandang angka Golput tertinggi.
Angka yang sangat fantastis tentunya untuk sebuah perjalanan kehidupan berdemokrasi. Salah siapa bila mereka tidak memilih. Ada yang salah mungkin, atau memang sudah seharusnya demikian. Sebuah tahapan yang musti dilewati untuk menuju kehidupan demokrasi yang lebih baik di Indonesia.
Bermacam alasan mengapa masyarakat mendatangi TPS (Tempat Pemungutan Suara) atau tak datang sama sekali, tergambar pada film ini. Karena siapapun yang jadi pemimpin, akan sama saja. Pemerintahan ini tidak berubah. Demikian kesimpulan film yang diproduksi Multivita Min ini. Bolex
Demikian nukilan dialog sebuah film dokumenter pendek paling gres karya Bowo Leksono bertajuk "Tak Kenal dan Tak Sayang". Apalagi kalau bukan urusan Pemilu yang melatarbelakangi film berdurasi delapan menit ini.
Ya, film yang diproduksi sehari ini berlatar Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah yang memfokuskan pada fenomena Golput (Golongan Putih). Seperti yang dilangsir Suara Merdeka, 23 Juni 2008, “Berdasarkan hasil penghitungan cepat (quick count) sejumlah lembaga survei dan hasil pantauan di lapangan, angka golput mencapai lebih dari 40 %”. Dan wilayah Banyumas adalah penyandang angka Golput tertinggi.
Angka yang sangat fantastis tentunya untuk sebuah perjalanan kehidupan berdemokrasi. Salah siapa bila mereka tidak memilih. Ada yang salah mungkin, atau memang sudah seharusnya demikian. Sebuah tahapan yang musti dilewati untuk menuju kehidupan demokrasi yang lebih baik di Indonesia.
Bermacam alasan mengapa masyarakat mendatangi TPS (Tempat Pemungutan Suara) atau tak datang sama sekali, tergambar pada film ini. Karena siapapun yang jadi pemimpin, akan sama saja. Pemerintahan ini tidak berubah. Demikian kesimpulan film yang diproduksi Multivita Min ini. Bolex
Tidak ada komentar:
Posting Komentar