Ada kabar baik di tengah seragamnya genre film yang muncul di layar bioskop. Ternyata, masih ada saja sineas yang mencoba melakukan terobosan dalam menyuguhkan karyanya dan tak sekadar ikut-ikutan tren sedang yang ramai. Setidaknya begitu yang diniatkan rumah produksi Kalyana Shira Films dalam proyek berikutnya.
Proyek ini dimulai dari sebuah kompetisi film dokumenter bertajuk “Think Act Change: The Body Shop Documentary Film Competition 2008”. Sebuah ajang tahunan untuk pembuat film dokumenter berbakat. Kalyana Shira Foundation hadir di sini lewat Master Class Category. Tema yang diangkat adalah “Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi”.
Workshop ini sendiri digelar pertengahan Juli 2008 di Teater Kecil TIM dan diikuti oleh 34 peserta dari 12 kota. Dari delapan proposal terpilih kelak, akan ditunjuk empat sutradara dalam Pitching Forum untuk mewujudkan empat film dokumenter yang akan didistribusikan di layar lebar.
“Proposal itu akan dilihat kekuatan storyline-nya, keunikan approach-nya, hingga character development-nya,” ungkap Nia Dinata selaku Ketua Kalyana Shira Foundation sekaligus produser Kalyana Shira Films. Pada akhirnya, Kalyana Shira akan memberikan full fellowship dengan menanggung biaya pembuatan dan distribusi film.
Saat ditanya soal biaya, teh Nia tidak merinci dengan spesifik.”Itu adjustable kok, bisa disesuaikan dengan kebutuhan cerita,” kilahnya kalem. Sepertinya sambungan Perempuan Punya Cerita nih. Bobby Batara_www.21cineplex.com
Tak Ada Kebijaksanaan dari Kalyana Shira
Nasib baik ternyata belum berpihak kepada para filmmaker Banyumas. Kesempatan pertama untuk menggarap film layar lebar ternyata kandas di tengah jalan.
Bowo Leksono (Purbalingga) dan Gatot Artanto (Sokaraja) duet filmmaker yang berkesempatan mengikuti Program Master Class The Body Shop kerjasama Kalyana Shira Foundation dan Dewan Kesenian Jakarta. Mereka berdua berhasil masuk delapan besar dan tinggal melakukan pitching yang artinya berhasil masuk final.
Untuk menghadapi babak final, Bowo sudah melakukan riset di Purbalingga tentang sulitnya akses terhadap kesehatan reproduksi di daerah tempat kelahiran Pahlawan Nasional Jenderal Soedirman itu.
“Namun pihak Kalyana Shira Foundation tiba-tiba mengubah jadwal pitching dan saat itu kami sedang shooting di Sumba dan Bali. Kami tidak mendapatkan kebijaksanaan untuk presentasi di hari yang lain. Mereka tetap kekeh dengan perubahan jadwal itu,” ujar Bowo.
Maka, gugurlah kesempatan emas bagi filmmaker Banyumas untuk turut berkiprah dalam memajukan perfilman Nasional. Bolex
Proyek ini dimulai dari sebuah kompetisi film dokumenter bertajuk “Think Act Change: The Body Shop Documentary Film Competition 2008”. Sebuah ajang tahunan untuk pembuat film dokumenter berbakat. Kalyana Shira Foundation hadir di sini lewat Master Class Category. Tema yang diangkat adalah “Seksualitas dan Kesehatan Reproduksi”.
Workshop ini sendiri digelar pertengahan Juli 2008 di Teater Kecil TIM dan diikuti oleh 34 peserta dari 12 kota. Dari delapan proposal terpilih kelak, akan ditunjuk empat sutradara dalam Pitching Forum untuk mewujudkan empat film dokumenter yang akan didistribusikan di layar lebar.
“Proposal itu akan dilihat kekuatan storyline-nya, keunikan approach-nya, hingga character development-nya,” ungkap Nia Dinata selaku Ketua Kalyana Shira Foundation sekaligus produser Kalyana Shira Films. Pada akhirnya, Kalyana Shira akan memberikan full fellowship dengan menanggung biaya pembuatan dan distribusi film.
Saat ditanya soal biaya, teh Nia tidak merinci dengan spesifik.”Itu adjustable kok, bisa disesuaikan dengan kebutuhan cerita,” kilahnya kalem. Sepertinya sambungan Perempuan Punya Cerita nih. Bobby Batara_www.21cineplex.com
Tak Ada Kebijaksanaan dari Kalyana Shira
Nasib baik ternyata belum berpihak kepada para filmmaker Banyumas. Kesempatan pertama untuk menggarap film layar lebar ternyata kandas di tengah jalan.
Bowo Leksono (Purbalingga) dan Gatot Artanto (Sokaraja) duet filmmaker yang berkesempatan mengikuti Program Master Class The Body Shop kerjasama Kalyana Shira Foundation dan Dewan Kesenian Jakarta. Mereka berdua berhasil masuk delapan besar dan tinggal melakukan pitching yang artinya berhasil masuk final.
Untuk menghadapi babak final, Bowo sudah melakukan riset di Purbalingga tentang sulitnya akses terhadap kesehatan reproduksi di daerah tempat kelahiran Pahlawan Nasional Jenderal Soedirman itu.
“Namun pihak Kalyana Shira Foundation tiba-tiba mengubah jadwal pitching dan saat itu kami sedang shooting di Sumba dan Bali. Kami tidak mendapatkan kebijaksanaan untuk presentasi di hari yang lain. Mereka tetap kekeh dengan perubahan jadwal itu,” ujar Bowo.
Maka, gugurlah kesempatan emas bagi filmmaker Banyumas untuk turut berkiprah dalam memajukan perfilman Nasional. Bolex
Tidak ada komentar:
Posting Komentar