Jumat, 04 Desember 2009
"Baju Buat Kakek" Tetap Terbaik
Festival Film Anak 2009
PURBALINGGA-Film “Baju Buat Kakek” (BBK) besutan siswa SMP N 4 Satu atap Tunjungmuli, Karangmoncol, Purbalingga membuktikan kembali dominasinya setelah dinobatkan menjadi film terbaik dalam Festival Film Anak (FFA) 2009 di Medan, Senin (30/12). Sebelumnya, film tersebut juga menjadi jawara di Festival Film Remaja (FFR) 2009 di Solo.
Film yang disutradarai siswi kelas VIII, Misyatun, menjadi yang terbaik setelah menyingkirkan 28 nominator film fiksi. Film tersebut dipilih menjadi yang terbaik oleh para juri yang terdiri dari praktisi film dan sosial seperti Didi Petet, Aris Merdeka Sirait, Onny Kresnawan, Marhamah, dan Fatimah Lubis. Tidak hanya itu, gelar pemeran wanita terbaik dan editor terbaik juga disandang karya perdana siswa SMP yang masih dalam satu manajemen dengan SD Negeri 2 Tunjungmuli.
Misyatun mengakui tidak menyangka film perdananya ini menjadi juara di ajang yang diselenggarakan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dan berkolaborasi dengan komunitas film yang ada di Sumatera Utara. “Aku nggak nyangka kami yang sekolah di pucuk gunung kaya gini, bisa menang di Medan,” ujarnya saat ditemui di sekolah, kemarin.
Dia mengatakan dalam pembuatan film ini, menghabiskan waktu kurang lebih tiga bulan, namun mereka melakukan kegiatan pengambilan gambar hanya dalam waktu lima hari.
Menurutnya, semua proses pembuatan film dipersiapkan dengan matang sehingga hasilnya bisa memuaskan. “Ternyata buat film itu susah-susah gampang ya,” celetuknya.
Riset
Film berdurasi sekitar 13 menit ini, ujarnya, terinspirasi kehidupan seorang teman yang ada di sekolahnya. Kemudian tim produksi BBK, lanjutnya, melakukan riset dan menggarap semua keperluan secara mandiri. “Kami berupaya untuk mencari segala macamnya sendiri, namun kendala teknis tetap ada,” jelasnya.
Guru Seni Rupa sekaligus pembimbing ekstrakurikuler film di sekolah tersebut, Aris Prasetyo, mengatakan dalam film ini siswanya lebih banyak aktif untuk menyusun segala keperluan dari sebelum hingga produksi usai. “Di sini peran saya hanya sebatas membimbing dan mengarahkan jika mereka menemukan jalan buntu,” katanya.
Walau begitu, hambatan teknis dan keterbatasan alat memang kerap menjadi kendala. Ketiadaan alat produksi memaksa mereka harus bersabar untuk melakukan pengambilan gambar. Namun, para siswa yang terlibat tetap senang menggarap film. Bahkan, mereka berharap bisa produksi film kembali. “Kami berharap dapat memproduksi film selanjutnya,” harap Darti yang meraih pemeran wanita terbaik dalam ajang FFA 2009. (Chandra Iswinarno-Suara Merdeka-Rabu, 2 Desember 2009).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar