Oleh
BPP JOMPO KULON
Latar Belakang
Memasuki abad ke-21 banyak keluhan-keluhan masyarakat utamanya masyarakat menengah ke atas tentang berbagai penyakit seperti stroke, penyempitan pembuluh darah, pengapuran, dan lain-lain, yang disebabkan pola makan. Banyak sekali bahan makanan yang diolah dengan berbagai tambahan bahan kimia. Disamping itu budaya petani yang menggunakan pestisida kimia dengan frekuensi dan dosis berlebih akan menghasilkan pangan yang meracuni tubuh konsumen. Adanya logam-logam berat yang terkandung di dalam pestisida kimia akan masuk ke dalam aliran darah. Bahkan makan sayur yang dulu selalu dianggap menyehatkan, kini juga harus diwaspadai karena sayuran banyak disemprot pestisida kimia berlebih.
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian organik merupakan salah satu kendala yang cukup berat bagi petani, selain mengubah budaya yang sudah berkembang 35 tahun terakhir ini pertanian organik membuat produksi menurun jika perlakuannya kurang tepat. Di sisi lain, petani telah terbiasa mengandalkan pupuk anorganik (Urea, TSP, KCl dll) dan pestisida sintetik sebagai budaya bertani sejak 35 tahun terakhir ini. Apalagi penggunaan pestisida, fungisida pada petani sudah merupakan hal yang sangat akrab dengan petani kita. Itulah yang digunakan untuk mengendalikan serangan sekitar 10.000 spesies serangga yang berpotensi sebagai hama tanaman dan sekitar 14.000 spesies jamur yang berpotensi sebagai penyebab penyakit dari berbagai tanaman budidaya (Cheriatna, 9 September 2007)
Peningkatan mutu intensifikasi selama tiga dasawarsa terakhir, telah melahirkan petani yang mempunyai ketergantungan pada pupuk yang menyebabkan terjadinya kejenuhan produksi pada daerah-daerah intensifikasi padi. Keadaan ini selain menimbulkan pemborosan juga menimbulkan berbagai dampak negatif khususnya pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan agar penggunaan pupuk dapat dilakukan seefisien mungkin dan ramah lingkungan. Adanya kejenuhan produksi akibat penggunaan pupuk yang melebihi dosis, selain menimbulkan pemborosan juga akan menimbulkan berbagai dampak negatif terutama pencemaran air tanah dan lingkungan, khususnya yang menyangkut unsur pupuk yang mudah larut seperti nitrogen (N) dan kalium (K). Selain itu, pemberian nitrogen berlebih disamping menurunkan efisiensi pupuk lainnya, juga dapat memberikan dampak negatif, diantaranya meningkatkan gangguan hama dan penyakit akibat nutrisi yang tidak seimbang. Oleh karena itu, perlu upaya perbaikan guna mengatasi masalah tersebut, sehingga kaidah penggunaan sumber daya secara efisien dan aman lingkungan dapat diterapkan.
Beberapa penelitian yang menyangkut efisiensi penggunaan pupuk, khususnya yang dilakukan oleh kelompok peneliti bioteknologi pada beberapa tahun terakhir, sangat mendukung upaya penghematan penggunaan pupuk kimia. Upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan peningkatan daya dukung tanah dan/atau peningkatan efisiensi produk pupuk dengan menggunakan mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan pupuk organik, selain meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, juga akan mengurangi dampak pencemaran air tanah dan lingkungan yang timbul akibat pemakaian pupuk kimia berlebihan.
Salah satu dari cara memperbaiki agar areal pertanian kaya akan kehidupan, produk yang dihasilkan lebih ramah lingkungan diantaranya dapat digunakan Mikro Organisme Lokal (MOL). Larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agens pengendali hama dan penyakit tanaman. Dengan pengetahuan pembuatan MOL para petani dan warga masyarakat dapat mengaplikasikan MOL untuk pelaksanaan kegiatan konsep rumah tangga zero waste, teknologi beyonic, dan sistem SRI (System of Rice Intencification)
Konsep zero waste rumah tangga yaitu dengan mengaplikasikan teknologi daur ulang yang bertujuan untuk mengurangi jumlah sampah rumah tangga. Teknologi beyonic yaitu teknologi pemanfaatan mikroorganisme (mikroba) untuk meningkatkan produksi pertanian. Dengan penambahan larutan MOL ini sehingga pupuk yang dihasilkan memiliki nilai lebih. Konsep SRI adalah pemberian bahan organik pada lahan pertanian. Dalam pelaksanaannya petani dituntut dapat membuat larutan MOL yang dapat digunakan sebagai dekomposer dan pupuk cair sehingga usaha tani dapat lebih efisien dan ramah lingkungan.
Bahan dan Cara PembuatanMOL
RESEP
Bahan dan Alat
Terasi 1 ons
Ikan Asin 2 ons
Dedak 1 kg
Air kelapa/Air leri 2 liter
Gula pasir 2 ons
KOHE (Kotoran Hewan) 1 kg
Air Biasa 20 liter
Drum kapasitas 20 liter
Cara Pembuatan
Bahan No. 1 – 4 direbus sampai mendidih
Bahan yang dsudah direbus dimasukkan kedalam wadah yang kapasitasnya 20 liter, kemudian tambahkan gula pasir, kotoran hewan dan air sebanyak 20 liter aduk sampai merata.
Tutup rapat dan biarkan sampai 9 hari dan setiap 3 hari sekali diaduk.
Catatan
Tanda-tanda MOL jadi adalah warna coklat dan tidak terlalu keruh serta baunya kecut-kecut/aroma tape segar.
Tanda-tanda MOL tidak jadi adalah baunya busuk menyengat dan banyak belatungnya
Wadah yang digunakan harus benar-benar seteril dan tertutup rapat.
Aplikasi
Untuk tanaman padi dalam satu musim digunakan pada saat padi berumur 15 HST, 22 HST, 30 HST dan 45 HST.
Dosis pemakaian 1 liter MOL untuk 14 liter air (1 tangki semprot).
Pelaksanaan dilakukan padi waktu pagi hari (sebelum jam 09.00 pagi)
Hasil Uji Coba di Lapangan
MOL ini dicoba diaplikasikan untuk tanaman padi Situbagendit di Kelompok Tani Sri Santoso dilahan Bapak Puji Wiyarto Desa Banjaranyar pada masa tanam bulan april 2009 dan panen pada bulan juli 2009, dengan aplikasi sebagai berikut :
Aplikasi MOL 15 HST, 22 HST, 30HST, 45 HST dengan dosis 1 liter/tangki ukuran 14 liter. Sekali aplikasi penyemprotan 10 L MOL dengan total 40 L MOL/ha ( Tanah Bengkok )
Hasil ubinan 5.208 kg/ha dan hasil riil 5.385 kg/ha. Diperoleh informasi petani bahwa setelah menggunakan MOL terdapat peningkatan hasil yang semula hasil panen (hasil riil) 4.285 kg/ha menjadi 5.385 kg/ha. Jadi penggunaan MOL dapat meningkatkan hasil 1.100 kg/ha atau 25,67 % per ha.
Pak Baharudin Kelompok Tani Ngudi Raharjo II Desa Lemberang telah melakukan aplikasi selama 2 tahun dengan rincian sebagai berikut :
Luas lahan 1 bau = 10 tangki-12 tanki
1 tangki = 14 liter
1 tangki mol = 1 liter
Jadi untuk 1 ha membutuhakan 14 liter MOL (Tanah bukan Bengkok)
I umur tanaman 15 – 20 HST
II umur tanaman 30 HST (4 Minggu)
III umur tanaman 40 HST (masa primordia)
IV umur tanaman 75 HST (masa berbunga)/mrocot)
Sebelum aplikasi mol = 3 kw
Sesudah aplikasi mol = 5 kw
Kandungan unsur hara pada kotoran sapi; Nitrogen 1 % per 1000 gram/kw, Phosphat 0.4% per 400 gram/kw, Kalium 0.5% per 500 gram/kw, Jumlah NPK 1.900 gram/kw.
Sedangkan perbandingan dengan pupuk kimia yang ada dipasaran Pupuk Tunggal; Pupuk Urea 45‐46% Nitrogen, Single Super Phosphat 14‐20% Phosphat (P2O5), Kalium Chlorida 52% K2O. Pupuk majemuk; Diamonium Phosphat (DAP) 18% Nitrogen, 46% Phosphat, NPK 16‐16‐16 16% Nitrogen : 16% Phosphat : 16% Kalium (Slamet Sulaiman)
Larutan MOL dalam membangkitkan siklus kehidupan di dalam siklus ruang yang dibangun oleh kompos di dalam tanah, yang pada gilirannya membangun siklus nutrisi dimana tanaman yang bersangkutan berada di dalamnya, dapat penulis kemukakan sebagai berikut:
Larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dasar berasal dari berbagai sumberdaya yang tersedia setempat.
Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan sebagai agen pengendali penyakit maupun hama.
Larutan MOL digunakan baik sebagai pendekomposer, dan atau pupuk hayati, dan atau sebagai sebagai pestisida organik.
Penggunaan secara maksimal sumberdaya bahan setempat seperti kompos dan mikroorganisme lokal sangat strategis karena akan mampu memecahkan masalah ketersediaan, distribusi dan membangun kembali budaya kemandirian petani.
Kesimpulan
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan MOL (Mikro Organisme Lokal) ini antara lain ; Sederhana dan mudah dipraktekkan, Waktu relatif singkat, Murah (bahkan gratis) karena memanfaatkan bahan-bahan yang kurang dimanfaatkan dan merugikan, Pupuk organik yang dihasilkan mengandung unsur komplek dan mikroba, bermanfaat dan ramah lingkungan, Mendukung program pertanian pemerintah, Biota tanah terlindungi, Memperbaiki kualitas tanah dan hasil panen, Produk pertanian aman dikonsumsi (Achmad Syaifudin, Leny Mulyani, Endang Sulastri)
Agar hasil yang diperoleh berdampak positif, untuk itu perlupemberdayaan petani dengan pengetahuan pembuatan MOL dan Sekolah Lapang SL-PTT akan mampu menjadikan petani lebih mandiri dan mengubah pola pikir terkait kerusakan lingkungan dan degradasi lahan pertanian akibat pertanian konvensional sehingga akan kembali ke sistem pertanian yang dahulu yaitu pertanian organik. Pertanian organik sebagai alternatif menuju tercapainya suatu kondisi yang ramah lingkungan dengan produk-produk yang terjaga dari kontaminasi zat-zat kimia, diharapkan dapat membuka peluang pasar baik lokal, regional internasional.