Senin, 31 Maret 2008

Kompetisi Film Dokumenter “Manusia dan Air” Umumkan Pemenang

Jakarta-RuangFilm. Akhirnya, kompetisi film dokumenter yang digelar Forum Komunikasi Pengelolaan Kualitas Air Minum Indonesia (FORKAMI) mengeluarkan tiga pemenang terbaik. Ketiga pemenang tersebut disaring dari enam nominasi pilihan dewan juri. Kompetisi tersebut menampilkan 11 karya yang telah lolos dari 42 karya yang masuk ke meja panitia.

Kompetisi dengan tema “Manusia dan Air” ini diselenggarakan sejak 27 hingga 29 Maret lalu di CCF Jakarta (Pusat Kebudayaan Perancis di Jakarta). Selain penyelenggaraan pemutaran film, disajikan pula pameran poster mengenai lingkungan, khususnya air. Kompetisi Film Dokumenter tersebut telah dimulai sejak Oktober 2007.

Kompetisi ini merupakan bentuk kepedulian FORKAMI sebagai lembaga pemerhati air di Indonesia khususnya dalam bidang pengelolaan kualitas air minum dalam upaya menyebarkan kepedulian terhadap pentingnya air sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat luas.

Menurut perwakilan dewan juri, Devi, dari ESP-USAID, kriteria penilaian meliputi konteks tema yang digarap, adanya faktualisasi atau fakta dalam isu yang disajikan, dan penyajian informasi atau kemasan dalam menggali isu di tengah masyarakat. Namun, Devi menyebutkan, dalam kompetisi kali ini kerap dijumpai kekurangan dari karya peserta. “Beberapa karya masih banyak terdapat unsur sajian kemasan reportase atau news. Selain itu, belum mampu mengembangkan isu secara utuh yang terkait masalah air,” ungkapnya, saat pemberian penghargaan uang dan piala pada pemenang di CCF Jakarta, Sabtu (29/3) malam.

Penghargaan tersebut juga membawa kesan bagi salah satu pemenang. “Saya bangga, film-film lokal dari daerah mampu bersaing serta bangkit dan tidak kalah dengan sineas dari Jakarta. Budaya-budaya lokal akan terus dipertahankan dalam karya saya,” ujar Bowo Leksono, sekaligus direktur Festival Film Purbalingga, yang rencana akan diselenggaakan pada 16-18 Mei 2008.

Berikut pemenang terbaik hasil keputusan dewan juri dari Sanitation Network (Water), Thames PAM Jaya (TPJ), dan Environmental Service Program – United States Agency for International Development (ESP-USAID). Ceppy Febrinika Bachtiar_RuangFilm_Minggu, 30 Maret 2008

Juara I: Punggung Berkeringat di Tanah Yang Retak
(Ngobrol dengan Mbok Giyem)
M. Toha Nuhson Hajji
19' 59" Matabunga Institute 2007
Juara II: Sang Pawang Air
Bowo Leksono
18' Cinema Lovers Community 2008
Juara III: Badai
(Berharap Air di Atas Air)
Onny Kresnawan
14' 06" Soi File Documentary 2008

Kaum Muda Banjarnegara Rintis Komunitas Film

BANJARNEGARA – Sejumlah individu dan komunitas film dari Banyumas, Purbalingga dan Cilacap menyampaikan komitmen untuk menyokong kehadiran komunitas perfilman Banjarnegara.

Pernyataan disampaikan dalam diskusi usai pemutaran film bertajuk "Banjarnegara dalam Tanda Tanya", Sabtu (29/3) lalu. Acara yang digelar di 'Distro Episode' Jalan S Parman 157 itu memutar film karya SMAN 1 Purwanegara, Klampok berjudul "Masa-masa SMA". Hujan yang mengguyur sejak sore hari membuat acara hanya diikuti oleh puluhan anak muda.

Salah seorang panitia, Yogianto mengatakan jika anak muda sangat antusias. Hanya saja mereka tidak mengerti harus membuat langkah seperti apa karena belum pernah mencobanya. Bahkan sekedar tradisi menonton dan dilanjutkan dengan apresiasi film seperti umumnya terjadi di kota lain, juga belum mengerti. "Makanya kami akan membuat acara pemutaran film secara reguler. Ini bisa menjadi rintisan komunitas film di Banjarnegara, " terangnya.

Danang, juga dari Banjarnegara mengungkapkan perlunya referensi dalam menonton film. Karena pembuat film pemula umumnya membuat dengan referensi pada sinetron. "Saya setuju jika teman-teman film independen harus membuat karya yang menjauhi sinetron. Meski itu sulit, namun memang perlu proses," terangnya.

Komitmen Kerjasama
Sekretaris Dewan Kesenian Banjarnegara, Drajat Nurangkoso menyambut baik inisiatif kaum muda. Apalagi selama ini marak terdapat 'tongkrongan' anak muda yang hanya membuang waktu, tanpa kegiatan produktif. "Sebenarnya produksi pertama film independen di Banjarnegara sudah dimulai tahun 2004. Hanya saja setelah itu tidak tahu kabarnya," jelasnya.

Dia melanjutkan, akan mengkomunikasikan kebutuhan kaum muda mengenai ruang kreatif dalam bidang film kepada lembaga terkait. Terkait pengadaan ruang apresiasi dan kegiatan, Drajat juga menjanjikan untuk memfasilitasi. "Saya akan menyampaikan kebutuhan teman-teman ini ke lembaga dewan kesenian. Disana ada komite sinematografi, namun belum ada kegiatan," terangnya.

Jaringan Kerja Film Banyumas (JKFB) menyatakan komitmen kerjasama dengan menyediakan materi film-film pembanding dari luar Banjarnegara, baik dari kabupaten lain maupun dari luar negeri. Komitmen disampaikan karena di Banyumas Besar, tinggal Banjarnegara yang belum memiliki komunitas film. "Kami juga bisa memberi bantuan workshop bagi peminat produksi film seperti sumber daya manusia, dan bantuan infrastruktur. Namun syaratnya, kegiaatan harus nonkomersial, " jelas Penangjungjawab Database JKFB, Dimas Herjun. Sigit Harsanto_Suara Merdeka_31 Maret 2008

Minggu, 16 Maret 2008

”Senyum Lasminah” Keliling Kalimantan


Salah satu film pendek Purbalingga ”Senyum Lasminah” karya sutradara Bowo Leksono terseleksi sebagai peserta ”Boemboe 3 Cities Short Film Festival 2008”, sebuah program dua tahunan yang diselenggarakan oleh Boemboe, lembaga distribusi film pendek Indonesia.

Adapun 3 Cities Short Film Festival sendiri berupa apresiasi dan diskusi film pendek yang dilakukan di 3 kota yang selama ini kurang memiliki aktivitas di bidang audio visual, khususnya film pendek.

Tahun ini, ”Boemboe 3 Cities Short Film Festival 2008” berkeliling ke kota-kota di Pulau Kalimantan, yaitu 15-16 Maret 2008 di Pontianak (Kalimantan Barat), 20-21 Maret 2008 di Banjarmasin (Kalimatan Selatan), serta 22-23 Maret 2008 di Balikpapan (Kalimantan Timur).

Sutradara Bowo Leksono mengatakan film “Senyum Lasminah” yang sempat menyabet sebagai Film Terbaik II Festival Film Edukasi 2007 ini adalah sebagai representasi budaya Banyumas. ”Sebuah kesempatan memperkenalkan budaya Banyumasan lewat medium film pendek di tanah Kalimantan,” ujarnya.

Sebagai pembuat film, Bowo Leksono pun berkesempatan keliling ke pulau terbesar di wilayah Nusantara itu. Sekaligus membawa misi budaya dan menginformasikan adanya ajang festival film pendek yaitu ”Purbalingga Film Festival 2008” yang hendak dihelat pada 16-18 Mei 2008, di Gelanggang Mahesa Jenar Purbalingga.

Film-film yang masuk festival ini terbagi dalam dua program yaitu Program Film ”Surat dari Jawa” meliputi film-film berjudul ”Djedjak Darah: Surat Teruntuk Adinda” sutradara M. Aprisiyanto, ”Senyum Lasminah” sutradara Bowo Leksono, “Iqra” sutradara Ari Satria Darma, “Jalan tak Ada Ujung” sutradara Maulana M. Pasha, serta ”Kematian di Jakarta” sutradara Ucu Agustin.

Sementara untuk Program Film ”Boemboe Forum” meliputi film-film berjudul ”Emperan” sutradara Elsa Dudi, “Yah... Begitulah Kehidupan” sutradara Kurnia Harta Winata, “Dunia ini Panggung Sandiwara: Ceritanya Mudah Berubah” sutradara Perdana Kartawiyudha, “Ghetek Pintar” sutradara Muslikah, ”Ma Lao” sutradara Rizal Aliah Rachmandar, “Kulihat Tamanku” sutradara Renas Makki, serta “Nyanyian dari Surga” sutradara Eddie Cahyono.

Dua tahun sebelumnya, ”Boemboe 3 Cities Short Film Festival 2008” berkeliling ke tiga kota sedang di Jawa, yaitu Cirebon, Salatiga, dan Jember. Melalui program ini diharapkan agar tiap kota penyelenggara 3 Cities Short Film Festival dapat termotivasi dalam menggerakkan dunia film ke depannya, seperti halnya kota-kota besar di Jawa. Bolex

Sabtu, 01 Maret 2008

BSF! #7 - Mengusung Film-Film Mahasiswa IKJ






Bamboe Shocking Film! (BSF), even bulanan yang digelar Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga, telah memasuki bulan ketujuh. BSF #7 hendak dihelat pada Sabtu, 8 Maret 2008, pukul 19.30 WIB, di Café Bamboe, timur alun-alun Purbalingga yang materi filmnya mengimpor langsung dari pusat padepokan film.

Empat karya film pendek sekaligus, hasil tugas kuliah para mahasiswa Fakultas Film dan Televisi, Institut Kesenian Jakarta (IKJ), akan digeber untuk memberi rangsangan apresiasi pada para pembuat film, pecinta film, dan masyarakat Purbalingga dan sekitarnya.

Keempat karya film itu berjudul A Stick of Tobacco sutradara Garry William R, Pupus sutradara Dias Isa Arasy, Only God Knows (Hanya Tuhan yang Tahu Kenapa) sutradara Dias Isa Arasy, serta Pangeran Odi sutradara Zakhrovy Aulia El-Syahiq.

A Stick of Tobacco bercerita bagaimana perjuangan seorang lelaki menjauhi nikotin demi kelanggengan hubungan dengan seorang perempuan. Apalah daya, cinta tak bisa dipaksa sejalan dengan kebiasaannya merokok. Pada film Pupus, seperti juga judulnya, sebuah pengharapan lelaki pada perasaan perempuan. Belum sampai pada tujuan, pengharapan itu pun pupus.

Film pendek berjudul Only God Knows (Hanya Tuhan yang Tahu Kenapa) berkisah tentang perjalanan panjang sepasang anak manusia. Kedua lakon sentral dalam film pendek ini mengalami cacat fisik. Meskipun sama-sama mencintai, salah satu dari mereka menolak untuk bersatu. Sekian tahun kemudian, pasangan ini pun bersemuka. Sebuah pesawat mainan mengingatkan dan mempertemukan mereka, namun tetap tak mampu menyatukan mereka.

Sementara Pangeran Odi mengisahkan seorang pangeran yang mencintai seorang putri. Pada kenyataannya, putri itu adalah ibunya sendiri. Sebuah kisah oidipus complex yang sederhana namun tetap berasa.

Zakhrovy Aulia El-Syahiq sutradara film Pangeran Odi mengenal film-film Purbalingga dari beberapa dosennya saat bercerita di depan kelas. ”Sangat menarik, terlebih setelah saya menonton film-film Purbalingga di beberapa ajang festival film di Jakarta. Tidak ada salahnya kami berbagi pengalaman dengan teman-teman Purbalingga,” ujar mahasiswa film asal Tegal ini.

Fahim Rauyan, penata kamera Pangeran Odi, bahkan berniat memboyong teman-temannya membuat film di tanah kelahirannya, Purbalingga. ”Kami ingin suasana berbeda, membuat film jauh dari Jakarta. Apalagi bekerjasama dengan teman-teman otodidak di Purbalingga,” tuturnya.

Rencananya, para pembuat film yang sedang berguru di satu-satunya sekolah film di Indonesia itu, hadir di acara BSF untuk berbagi ilmu dan pengalaman pada publik di Purbalingga dan Banyumas pada umumnya. BOLEX