Sabtu, 31 Maret 2012

Pemutaran dan Diskusi Film “Payung Hitam”


Cinema Lovers Community (CLC) bersama Komunitas Pedangan berencana mengadakan pemutaran dan diskusi film dokumentar “Payung Hitam” sutradara Chairun Nissa pada Sabtu, 7 April 2012, jam 19.30, di Pedangan Café Jl. Mayjend. Panjaitan 112 (depan Pengadilan Agama Pasar Mandiri) Purbalingga.

Dokumenter yang diproduksi Peace Woman Across the Globe Indonesia dan KontraS ini tentang perjalanan dua perempuan yang berjuang untuk keadilan dan bekerja keras mengkampanyekan perlawanan terhadap kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

Ibu Neneng, warga Desa Rumpin Bogor, Jawa Barat tinggal di tanah yang dirampas tentara (AU), area seluas 1.000 hektar itu sejatinya milik warga dan Ibu Sumarsih yang menuntut keadilan terhadap pembunuh yang salah tembak terhadap anaknya (saat menolong mahasiswa lain yang terluka) selama aksi demonstrasi mahasiswa besar-besaran pada 1998 atau dikenal sebagai gerakan reformasi.

Humas Komunitas Pedangan Indra Cipto Wibawanto berujar, pemutaran film ini salah satu agenda kegiatan Komunitas Pedangan yang bermarkas di Café Pedangan. “Sekaligus memperkenalkan Pedangan sebagai ruang kreatif bagi berbagai kegiatan berbasis komunitas khususnya di Purbalingga,” ujar mahasiswa Unwiku Purwokerto ini.

Sebagai sebuah ruang baru, yang memang jarang ditemukan di Purbalingga, Pedangan diharapkan mampu mempertemukan beragam komunitas untuk berinteraksi dan berdiskusi membahas segala macam hal untuk kemudian mengaplikasi karyanya di masyarakat.

Sabtu, 24 Maret 2012

Produksi Film Dokumenter Pelajar SMP Negeri 2 Susukan Banjarnegara


Tiga remaja itu sudah dua hari berkeliling ke sudut-sudut desa, Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon, menenteng kamera lalu merekam hal yang terkait dengan batik di kedua desa itu. Mereka adalah pelajar SMP Negeri 2 Susukan, Banjarnegara yang tampak bersemangat memproduksi sebuah film dokumenter pada 23-24 Maret 2012.

Gumelem, seperti dikenal, adalah daerah yang menjadi sentra batik kebanggaan Kabupaten Banjarnegara. Produk batik di bekas tanah perdikan ini mempunyai kekhasan sehingga sudah diakui secara Nasional.

Karena itu, Ade Pangestu, Deva Nur Latifah Isnaeni, dan Apriyanto Nur Adha remaja Gumelem yang juga senang membatik mendokumenterkan teman-temannya sesama pembatik cilik. Tidak hanya saat mereka beraktifitas membatik di rumah tapi juga saat di sekolah.

“Sekitar setahun lalu, saya dan teman-teman menjadi subyek disebuah film dokumenter sebagai pembatik cilik. Dari situ saya tertarik untuk belajar membuat film,” ungkap Ade Pangestu yang bertindak sebagai penulis skrip.

Ade kemudian mengajak adik-adik kelasnya untuk sama-sama belajar memproduksi film dokumenter. Pelajar sekolah menengah yang menamakan diri Tiga Serangkai Production ini mendapat fasilitas produksi dari Jaringan Kerja Film Banyumas (JKFB).

Mulok Batik
SMP Negeri 2 Susukan yang terletak di Desa Gumelem Wetan memantik pihak sekolah untuk memasukan batik sebagai pelajaran muatan lokal (mulok). Demikian pula dengan sekolah-sekolah dasar di kedua desa itu.

Sekali dalam sepekan, anak-anak Gumelam diperkenalkan dengan teori dan praktik membatik di sekolah mereka. Sementara untuk lebih mengasah ketrampilan membatik, dilanjutkan praktik di rumah, terlebih bila orang tua mereka seorang pembatik.

Deva Nur Latifah Isnaeni yang bertindak sebagai sutradara mengatakan berkenalan dengan kamera video sama sekali baru baginya. “Kami merekam teman-teman di desa kami dalam usaha melestarikan tradisi. Semoga berguna dikelak kemudian hari,” tutur siswi yang masih duduk di bangku kelas VIII ini.

Kenyataan bahwa anak-anak Gumelem tidak ingin tradisi batik punah, akan tergambar dalam film berjudul “Ada Batik di Sekolah Kami” ini. Disamping sebagai media pembelajaran, rencana film ini akan dikirim ke Festival Film Purbalingga 2012 dan festival film lain sekaligus memperkenalkan batik Gumelem.

Minggu, 18 Maret 2012

Pra Festival Film Purbalingga 2012


Festival Film Purbalingga yang digagas Cinema Lovers Community akan digelar selama sebulan pada 28 April-26 Mei 2012. Salah satu program unggulan berupa Kompetisi Pelajar se-Banyumas Raya.

Berbagai persiapan dilakukan untuk menjaga semangat para pelajar dalam mendukung kompetisi lokal ini. Workshop dan pendampingan produksi film bahkan dilakukan sepanjang tahun. Karena itu, pelajar mampu menjadi basis produksi film pendek di Banyumas Raya.

Sebagai pemanasan penyelenggaraan festival yang sudah memasuki tahun keenam ini, akan digelar Pra Festival Film Purbalingga berupa pemutaran film dan diskusi pada 20-23 Maret 2012, mulai jam 19.00, di Usman Janatin City Park Purbalingga. Bekerja sama dengan Mallibu Entertainment, pra festival ini masuk dalam rangkaian acara Usman Janatin Expo 2012.

Manager Festival Film Purbalingga Nanki Nirmanto mengatakan sebagian besar film yang akan diputar hasil karya film pelajar di wilayah Banyumas Raya. “Diskusinya pun menghadirkan narasumber para pembuat filmnya,” tuturnya.

Pra festival ini tidak hanya sebagai ajang bertemunya para pembuat film pelajar untuk saling mengenal dan berbagi pengalaman, sekaligus kemungkinan lokasi taman kota Usman Janatin sebagai tempat penyelenggaraan Festival Film Purbalingga 2012.

PEMUTARAN FILM & DISKUSI
PRAFESTIVAL FILM PURBALINGGA – USMAN JANATIN EXPO 2012

20-23 MARET 2012 – JAM 19.00
PELATARAN USMAN JANATIN CITY PARK – JL. AHMAD YANI PURBALINGGA

SELASA, 20 MARET 2012
Nganyor l Nesa Prasetya l Pandawa Production (SMKN 3 Banyumas) l Fiksi l 09’00” l 2011
Pigura l Darti dan Yasin l Sawah Artha Film (SMPN 4 Satu Atap Karangmoncol) l Fiksi l 24’00” l 2010
Sekitar Midnight l Felix dan Pito l Teater Brankas (SMAN 2 Purbalingga) l Fiksi l 15’00” l 2009
Dibalik Layar “Nganyor” SMKN 3 Banyumas
Dibalik Layar “Jupe Oh Jupe” SMPN 4 Satu Atap Karangmoncol Purbalingga
Dibalik Layar “Muhammad Cristian” SMAN 2 Purbalingga
DISKUSI
Gajian l Bowo Leksono l Laeli Leksono Film l Fiksi l 30’00” l 2004
Kelas 5000-an l Jihad Adjie l JA Production l Fiksi l 30’00” l Yogyakarta

RABU, 21 MARET 2012
Mata Buruh l Nanda Dian Sari l Babbi Production l Dokumenter l 08’55” l 2010
Sarung l Anis Septiani l Care Community (SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga) l Fiksi l 11’00” l 2011
Kado Suket l Puspa Juwita l Ekskul Sinematografi (SMAN 1 Rembang Purbalingga) l Fiksi l 06’00” l 2010
Dibalik Layar “Jono Berlari” SMAN 1 Bukateja Purbalingga
Dibalik Layar “Bukan Haji Biasa” SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga
Dibalik Layar “Mentari di Sambirata” SMAN 1 Rembang Purbalingga
DISKUSI
Perang Bubar l Agus Darmawan & Bowo Leksono l Bochary Film l Fiksi l 18’00” l 2006
Layar Kacau l Novin Raya Wibowo l Videotalk Movement l Fiksi l 15’00” l 2011 l Malang
Sandal Jepit l Bani Dwi K l Masih Timur Film (SMAN 1 Purbalingga) l Fiksi l 15’00” l 2009

KAMIS, 22 MARET 2012
Film SMK Tamansiswa Banjarnegara
Kalung Sepatu l Dwi Astuti l Papringan Pictures (SMAN Kutasari Purbalingga) l Fiksi l 14’43” l 2011
Pit Ontha l Osinur Lutfiana l Talent Call Film (SMK YPLP Purbalingga) l Fiksi l 10’00” l 2011
Dibalik Layar “Film Baru” SMK Tamansiswa Banjarnegara
Dibalik Layar “Bukan Bangku Sekolah” SMAN 1 Kutasari Purbalingga
Dibalik Layar “Film Baru” SMK YPLP Purbalingga
DISKUSI
Romeo Juliet l Andibachtiar Yusuf l Bogalakon Pictures l 107’00” l Fiksi l 2009

JUMAT, 23 MARET 2012
Film SMK Dr. Soetomo Cilacap
10 l Dewi Prahesti l Smega Film (SMKN 1 Purbalingga) l Fiksi l 09’48” l 2011
Hape l Musliah l Bozz Community (SMAN 1 Bobotsari Purbalingga) l Fiksi l 08’00” l 2011
Dibalik Layar “Film Baru” SMK Dr. Soetomo Cilacap
Dibalik Layar “Lima Sekawan” SMKN 1 Purbalingga
Dibalik Layar “Film Baru” SMAN 1 Bobotsari Purbalingga
DISKUSI
Superheru l Gatot Artanto l La Cimplung l Fiksi l 30’00” l 2005 l Purwokerto
Segamas l Nanki Nirmanto l Kotak Biru l Dokumenter l 26’37” l 2009

GRATIS!!!

Produksi Film “Lima Sekawan” SMK Negeri 1 Purbalingga


Melalui titian proses praproduksi yang cukup panjang, akhirnya pelajar SMK Negeri 1 Purbalingga usai memproduksi sebuah film pendek. Produksi film ini menandai sekolah terakhir dari lima sekolah menengah yang mendapat pendampingan produksi film dari Cinema Lovers Community (CLC) menjelang Festival Film Purbalingga 2012.

Pelajar yang tergabung dalam Smega Movie ini menggarap skenario bertajuk “Lima Sekawan” dengan waktu pengambilan gambar selama dua hari, 17-18 Maret 2012. Dari belasan cerita yang ditulis anggota Smega Movie, cerita Imam Bukhori lah yang akhirnya dibuat skenario filmnya.

“Lima Sekawan” bercerita tentang lima sahabat yang semuanya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Suatu hari, guru mereka memberi tugas siswanya menuliskan cita-cita kelak setelah dewasa.

Di kamar salah satu sahabat yang sedang sakit siang itu, mereka berdebat serius. Masing-masing mengungkapkan profesi yang dipilih. Mulai dari polisi, pengusaha, pejabat, dan guru. Namun bayangan visual yang muncul, bukanlah seperti yang diharapkan. Pengkhianatan pada profesi lah yang tergambar dengan jelas.

Dana Pinjaman
Sejak keberadaan kegiatan perfilman di SMK Negeri 1 Purbalingga pada 2010, hanya mendapat dukungan setengah-setengah dari pihak sekolah. Film seperti dianaktirikan dibanding jenis kesenian lain di lingkungan SMK itu. Perjuangan pelajar pembuat film untuk menjadi kegiatan ekstrakulikuler pun tak kunjung terealisasi.

Sutradara film “Lima Sekawan” Nigita Wiki Saputri mengatakan sampai usai pembuatan film, proposal belum ditanggapi. “Produksi film tahun ini alat masih disediakan CLC dan dananya pinjam dari salah satu teman. Entah bagaimana nanti cara mengembalikannya,” ungkap siswi kelas XI ini.

Keinginan besar pelajar setiap angakatan di SMK itu untuk memproduksi film seperti tidak bisa dibendung. Mereka rela hingga malam berkumpul dan berdiskusi mempersiapkan sebuah karya. “Selesai suting, bisa sedikit bernapas. Meski masih ada hutang yang harus dibayar, tapi yang terberat adalah menyiapkan generasi di bawah kami agar mereka tetap bisa berkarya,” pungkas Nigita.

Sabtu, 17 Maret 2012

Produksi Film “Muhammad Cristian” SMA Negeri 2 Purbalingga


Kisah beda agama kerap diangkat dalam cerita yang kemudian difilmkan, baik film panjang (bioskop) maupun film pendek. Kali ini, film pendek bertajuk “Muhammad Cristian” usai digarap Brankas Film SMA Negeri 2 Purbalingga yang pengambilan gambarnya dalam waktu sehari pada Sabtu, 17 Maret 2012.

“Muhammad Cristian” bukan kisah sejoli namun dua sahabat sejak SMP yang berbeda agama. Ali Muhammad, berkat pertolongan seorang pastur, bersekolah di sebuah sekolah Katholik. Dari situlah awal persahabatan Ali dan Cristian.

Dalam perjalanan kisahnya, kedua remaja ini berkutat pada kisah pencarian Tuhan. Bahwa selama ini, Tuhan yang mereka akui berhulu dari orang tua dan lingkungan. Siapa sejatinya Tuhan mereka, menjadi rentetan kisah pencarian yang terkadang berbenturan.

Berangkat dari Cerpen
Menurut sutradara Ridho Agung Nugroho cerita film pendek mereka diambil dari sebuah cerita pendek karya seorang teman sekolahnya. “Kami harus melakukan interpretasi sendiri agar sebuah cerpen mampu dibahasakan ke dalam bahasa film,” tutur pelajar yang duduk di bangku kelas XI ini.

Tradisi pembuatan film pendek bagi pelajar SMA Negeri 2 Purbalingga ini sudah ada sejak 2007. Melalui program workshop film, ekstrakulikuler teater Brankas rajin memproduksi film. Banyak diantaranya produk Brankas Film yang berprestasi.

Secara materi pemain, film-film Brankas Film mempunyai cukup kematangan. Tempaan seni panggung menjadi keunggulan tersendiri bagi anak-anak ini. Hanya saja kurang dalam hal managerial.

Pembina ekskul teater Drs. Nursetiadi merasa bangga murid-murid binaannya yang berbasis seni panggung mampu berkarya di dunia film. “Kreatifitas anak-anak sangat membanggakan. Karena itu, sekolah wajib mendorong dan memfasilitasi,” tuturnya.

Minggu, 11 Maret 2012

Produksi Film “Bukan Haji Biasa” SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga


SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga adalah salah satu sekolah yang pelajarnya rajin memproduksi film pendek setiap tahun. Tercatat sudah sejak 2008, sekolah yang terletak di jantung kota itu tidak pernah absen mengirimkan karya ke Festival Film Purbalingga. Meski kerapkali tidak mendapat dukungan dari sekolah.

Tahun ini, pelajar yang tergabung dalam Care Community ini menggarap karya bertajuk “Bukan Haji Biasa”. Skenario disusun berdasarkan kisah nyata yang ditulis budayawan asal Banyumas Ahmad Tohari berjudul “Belum Haji Sudah Mabrur”. Pengambilan gambar diselesaikan dalam waktu sehari pada Minggu, 11 Maret 2012, di seputaran Purbalingga.

“Bukan Haji Biasa” berkisah seorang perempuan miskin bernama Timah yang kesehariannya berjualan nasi rames. Menjelang Lebaran Haji, Yu Timah berkeinginan kuat membeli seekor kambing untuk kurban.

Datanglah Yu Timah ke rumah Suwanto, seorang karyawan bank syariah. Yu Timah bukan bermaksud meminjam uang, namun mengambil semua uang tabungan selama ini untuk membeli kambing kurban ditambah uang yang ada di tangan.

Bukankah tidak ada kewajiban orang miskin untuk berkurban dan bahkan sebaliknya? Namun, niat bulat Yu Timah tak seorang pun mampu mencegahnya, termasuk Suwanto yang selama ini menjadi perantara uang tabungan Yu Timah yang buta huruf.

Tak Didukung Sekolah
Sutradara “Bukan Haji Biasa” Dinka Puspita Dewi mengatakan ketiadaan dukungan sekolah, baik peralatan maupun materi, membuat para pelajar menyusun strategi bagaimana pengambilan gambar bisa kelar dalam waktu sehari. “Ini sangat membantu biaya produksi, meskipun kami harus kerja keras dalam mengatur waktu,” tutur pelajar yang masih duduk di kelas X ini.

Dana yang dipergunakan produksi film berasal dari patungan uang jajan para kru yang sebagian besar dialokasikan untuk konsumsi kru dan pemain. Sementara peralatan produksi dan supervisi mendapat dukungan penuh Cinema Lovers Community (CLC).

Pegiat CLC Muhammad Febrianto berujar, salah satu tugas dan kewajiban CLC memang memfasilitasi kebutuhan produksi film di Purbalingga. “Tidak menjadi masalah ketiadaan dukungan sekolah untuk pelajar membuat film. Hal terpenting adalah niat dan semangat pelajar karena kami ada di belakang mereka,” ungkap alumni SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga ini.

Sebelumnya, melalui CLC, para pelajar sudah mendapat izin dari Ahmad Tohari untuk memfilmkan cerita menariknya. Dan film “Bukan Haji Biasa” berencana dikirimkan ke Festival Film Purbalingga 2012 untuk bersaing dengan film-film pelajar lain se-Banyumas Raya.

Minggu, 04 Maret 2012

Produksi Film “Jono Berlari” SMA Negeri 1 Bukateja Purbalingga


Rasa kecewa muncul dari pelajar SMA Negeri 1 Bukateja Purbalingga yang tergabung dalam ekstrakulikuler sinematografi. Pasalnya, surat izin menggunakan lapangan lari di GOR Goentoer Darjono sebagai salah satu lokasi pengambilan gambar ditolak Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Purbalingga.

Alasan dari salah satu pegawai Disbudparpora, GOR tersebut hanya diperuntukkan bagi kegiatan minimal tingkat kabupaten. Penolakan ini tidak menjadikan pelajar yang tergabung dalam Sabuk Cinema itu urung produksi. Dengan dukungan Cinema Lovers Community, film bertajuk “Jono Berlari” salah satu lokasinya akhirnya memakai alun-alun Purbalingga.

Terhitung baru dua bulan ekskul ini berdiri, sudah memberanikan diri produksi film pendek. Program kompetisi pelajar Festival Film Purbalingga 2012 sebagai pemantik mereka turut berkarya dan berpartisipasi bersama para pelajar di Banyumas Raya.

Berangkat dari cerita dari seorang alumni, pelajar yang tergabung dalam Sabuk Cinema itu menuliskannya ke dalam skenario film bertajuk “Jono Berlari” yang kemudian divisualkan. Pengambilan gambar dilakukan selama dua hari, Minggu-Senin, 4-5 Maret 2012.

Kisah “Jono Berlari’ tentang pelajar bernama Jono yang hanya memiliki sepasang sepatu putih. Untuk menjadikan sepatunya berwarna hitam, karena aturan ketat dari sekolah, Jono yang bercita-cita menjadi atlet lari menggunakan langes penggorengan menggantikan fungsi semir.

Sari, tetangga sekaligus teman sepermainan Jono, sangat perhatian terhadap Jono. Suatu ketika, Sari membaca pengumuman lomba lari dan merayu Jono untuk mengikutinya. Demi Sari, Jono memenangkan perlombaan lari. Demi Sari pula, Jono rela hadiah lomba diserahkan pada Sari untuk biaya berobat ibunya.

Semua Kru Perempuan
Bila pembuat film sekolah lain hanya beberapa pelajar laki-laki dan didominasi perempuan, Sabuk Cinema ini keseluruhan perempuan. Tentu mempunyai kendala tersendiri bagi para kru dalam mengatur produksi.

Sutradara “Jono Berlari” Astia Nur Astuti mengatakan produksi film pendek perdana ini tanpa peran laki-laki kecuali para pemain. “Pekerjaan yang semestinya dilakukan atau paling tidak mendapat pendampingan dari teman-teman laki-laki, harus kami lakukan sendiri. Sulit mengajak mereka aktif dan kreatif,” ujar pelajar yang masih duduk di kelas X ini.

Semangat para penerus Kartini untuk menghasilkan sebuah karya film perdana ini menyala-nyala terlebih mendapat dukungan dari pihak sekolah. Waktu produksi dan dana yang diajukan lewat proposal disepakati kepala sekolah.
Menurut pembina ekskul sinematografi Dwiana Susanti, baru tahun ini, SMA Negeri 1 Bukateja memiliki ekskul sinematografi. “Ada wadah untuk siswa-siswi kami dalam berekspresi di bidang film seperti halnya di sekolah lain,” katanya.