Minggu, 28 September 2014

Workshop Produksi Film SMK 1 Purbalingga


“Saat SMP, pengalaman saya menulis skenario tidak melalui tahapan yang tadinya saya pikir menambah ribet. Ternyata justru sangat membantu, terutama memperkecil kesalahan dalam penulisan skenario,” tutur Aisah Nur Fatikah, siswi kelas X jurusan akuntansi.

Aisah adalah salah satu peserta Workshop Produksi Film Smega Movie ekstrakulikuler sinematografi SMK 1 Purbalingga. Ekskul yang baru berusia setahun, meskipun sudah lebih dari tiga tahun berproses, mengadakan workshop pada Sabtu-Minggu, 27-28 September 2014 di lingkungan sekolah.

Terdapat sekitar 50 peserta workshop dari kelas X dan XI. Mereka terbagi dalam empat kelas minat perfilman, yaitu kelas penulisan skenario, kelas manajemen produksi, kelas tata kamera, dan kelas tata gambar atau editing.

Workshop produksi film yang difasilitasi Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga itu merupakan program kerja tahunan masing-masing ekskul sinematografi setingkat SMA yang ada di Purbalingga.

Manajer CLC Nanki Nirmanto mengatakan, workshop di SMK 1 Purbalingga ini dinilai lumayan untuk peserta kelas penulisan skenario. “Terdapat enam peserta yang mengambil kelas penulisan skenario. Rata-rata dari mereka bersemangat belajar menulis, bahkan hingga menjelang subuh masing-masing peserta mampu menyelesaikan satu skenario pendek,” jelas mahasiswa politik Unsoed tingkat akhir ini.

Selain materi berupa teori dan praktik yang diberikan, kata Nanki, pada kesempatan workshop itu juga dilakukan proses pergantian pengurus ekskul sinematografi. “Ekskul sinema itu tidak semata belajar teknis perfilman, namun juga belajar berorganisasi. Ketua ekskul setiap tahunnya dipilih secara langsung oleh anggota-anggotanya,” terangnya.

Menurut guru pembina ekskul sinematografi SMK 1 Purbalingga Listyorinie, M.Pd, mewakili pihak sekolah, menilai penting keberadaan ekskul sinema ini. “Minat anak-anak terhadap kegiatan perfilman ini tidak pernah surut sejak 2010, karena itu sudah menjadi kewajiban sekolah mengayomi dan memfasilitasi,” ungkapnya.

Di musim workshop, kegiatan memperkenal dasar-dasar perfilman ini akan berlanjut. Rencananya pada 11-12 Oktober 2014, workshop produksi film digelar ekskul sinematografi SMA Karangreja Purbalingga.

Minggu, 21 September 2014

Workshop Produksi Film SMA Bukateja Purbalingga


Lebih dari 50 pelajar sesuai dengan minat menempati empat kelas yang sudah disiapkan. Pilihan minat mereka, antara lain kelas penulisan skenario, kelas manajemen produksi, kelas tata kamera, dan kelas editing.

Pada Sabtu-Minggu, 20-21 September 2014 pelajar yang tergabung dalam Sabuk Cinema ekstrakulikuler sinematografi SMA Bukateja Purbalingga menggelar workshop pembuatan film di lingkungan sekolah.

"Tidak menyangka di SMA yang saya masuki ada ekskul sinema. Saya sangat tertarik untuk lebih mendalami bagaimana seluk-beluk pembuatan film, makanya saya bergabung dengan ekskul ini. Saat diminta mengisi bioadata, saya menjatuhkan pilihan fokus pada kelas tata kamera," tutur Tyna Novia Widiantara, siswi kelas X.

Menilik dari sisi perbandingan, pada workshop yang difasilitasi Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga, anak-anak yang fokus pada tata kamera merupakan yang paling banyak jumlahnya, hingga mencapai 30 anak.

Direktur CLC Bowo Leksono menjelaskan, metode workshop ekskul pelajar Purbalingga tahun ini, mencoba merubah strategi. "Kami buat teman-teman pelajar untuk memilih salah satu dari fokus kegiatan dalam film. Dari situ, kami pelan-pelan melakukan penilian pada kemampuan dan keseriusan mereka," katanya.

Dari fokus kelas workshop, seperti sudah diduga sebelumnya, kelas yang paling sedikit peminatnya adalah pada penulisan skenario. "Hanya ada 3 siswa, ini indikasi bahwa menulis masih menjadi barang langka di sekolah. Meski demikian, transformasi pengalaman penulisan skenario menjadi lebih fokus," ujar Bowo.

Pada kesempatan workshop produksi film tersebut, disampaikan materi teori dan praktik penulisan skenario, teori dan praktik manajemen produksi, teori dan praktik tata kamera, dan teori dan praktik editing.

Sementara Guru Pembina ekskul sinematografi SMA Bukateja Meinur Diana Irawati mengatakan, tidak mudah menjaga semangat anak-anak dalam belajar membuat film. "Di tahun pelajaran baru, akan banyak siswa yang bergabung. Jelas akan terjadi seleksi alam, namun tetap butuh kesabaran," ungkapnya.

Pada kesempatan workshop ini, juga dipergunakan kesempatan untuk melakukan suksesi berupa pemilihan pengurus ekskul sinema yang baru. Pekan berikutnya, 27-28 September 2014, workshop produksi film rencananya digelar ekskul sinematografi SMK 1 Purbalingga.

Rabu, 17 September 2014

Biora Putar Dokumenter Observasional


Bioskop Rakyat
Putar Film dan Diskusi
Dokumenter Observasional

SALESMAN
Albert Maysles l 91'19" l 1968 l Amerika Serikat
Empat orang salesman yang berjualan dari pintu ke pintu dan berhadapan dengan penolakan, rindu akan kampung halaman, dan kelelahan tak terelakkan ketika mereka harus menjual al kitab mahal untuk menghidupi keluarga katolik .

JAM MAIN
19.30 l Sabtu, 20 September 2014

Aula SMA Bukateja Purbalingga
Jl. Raya Purwandaru Bukateja, Purbalingga
Cp. 085642809356

GRATIS!

Sabtu, 13 September 2014

"Penderes dan Pengidep" Raih Piala Dewantara AFI 2014


Film pelajar Purbalingga "Penderes dan Pengidep" meraih penghargaan khusus Piala Dewantara kategori Apresiasi Film Independen Pelajar terbaik di ajang Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2014 yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Malam penganugerahan ajang tersebut digelar di Istana Maimun Medan, Sabtu malam, 13 September 2014.

"Senang dan bangga, bisa membawa nama baik sekolah dan Purbalingga diajang nasional. Tapi yang lebih penting bagi kami, lewat karya film bisa mengangkat sisi kehidupan orang kecil di lingkungan sekitar kami dan diapresiasi banyak orang," tutur sutradara "Penderes dan Pengidep" Achmad Ulfi usai menerima penghargaan.

Film dokumenter produksi Papringan Pictures ekstrakulikuler sinematografi SMA Kutasari Purbalingga ini berkisah tentang keluarga yang hidupnya pas-pasan. Bapak bernama Suwitno bekerja sebagai penderes (penyadap air nira untuk dijadikan gula jawa) yang setiap hari, pagi dan sore, harus naik-turun 21 pohon kelapa yang disewanya.

Sementara, Suwini, istri Suwitno, disela kesibukannya sebagai ibu rumah tangga juga membantu suaminya memasak air nira menjadi gula jawa (pengidel). Tidak hanya itu, ibu tiga anak ini juga masih mencari sela-sela waktu untuk ngidep (membuat bulu mata) sebagai pendapatan tambahan. Namun, tetap saja, harga gula jawa tak semanis rasa gulanya.

Menurut salah satu juri AFI 2014 Hafiz Rancajale, film ini mendapat perhatian juri karena kemampuannya mengemas persoalan lokal dengan bahasa yang tidak perlu cerewet. "Film ini gambaran bibit awal sinema Indonesia masa depan," jelas pegiat Forum Lenteng Jakarta.

Sementara Kepala SMA Kutasari Purbalingga Joko Suryanto, S.Pd., mengatakan mengapresiasi dan mendukung keberadaan ekskul sinema bahkan ia yang mengusulkan ide agar siswa memproduksi film dokumenter tentang kehidupan penderes. "Kami atas nama sekolah, tentu berterima kasih kepada Cinema Lovers Community Purbalingga yang dengan sabar mendampingi anak-anak selama ini," ungkapnya.

"Penderes dan Pengidep" yang diproduksi awal tahun 2014 lalu sudah cukup banyak menyabet penghargaan, antara lain Dokumenter Pelajar Terbaik Malang Film Festival 2014, Tata Suara Terbaik, Sinematografi Terbaik, Ide Film Terbaik, Penyutradaraan Terbaik, dan Film Dokumenter Terbaik di Madyapadma 2014, Film Dokumenter Favorit Penonton Festival Film Purbalingga 2014, dan Nominasi Dokumenter Festival Film Dieng 2014.

Selain film pelajar yang akhirnya menjadi terbaik, di ajang AFI 2014 ini, Purbalingga lewat SMP 4 Satu Atap Karangmoncol mendapat nominasi di kategori Apresiasi Lembaga Pendidikan dan nominasi kategori Apresiasi Festival Film untuk Festival Film Purbalingga seperti halnya tahun lalu. Sementara CLC Purbalingga sempat menyabet kategori Apresiasi Komunitas pada AFI 2013.

Minggu, 07 September 2014

Keberadaan Film Purbalingga Daya Tarik Movie Day ACFFest 2014



Ratusan masyarakat, yang didominasi anak muda dari Banyumas Raya (Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara, dan Banyumas) memadati berduyun-duyun mendatangi Hotel Kencana pada Sabtu pagi, 6 September 2014.

Mereka menghadiri kegiatan Movie Day Anti Corruption Film Festival (ACFFest) 2014 yang diadakan oleh United States Agency International Development (USAID), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Management Systems International (MSI) dengan menggandeng Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga sebagai local partner.

Kegiatan Movie Day ACFFest merupakan roadshow ke 10 kota di Indonesia dan Purbalingga merupakan salah satu diantaranya. Pada kesempatan itu, digelar pemutaran film, talkshow dengan KPK, MSI, dan pegiat film Purbalingga, workshop video citizen journalism, serta boots film yang menyediakan berbagai informasi tentang bahaya korupsi.

Kepala Bidang Fungsional Pendidikan Dan Pelayanan KPK, Dani Rustandi, mengatakan kegiatan ACFFest ini bertujuan memberikan edukasi dan pemahaman sejak dini pada para pemuda atau anak sekolah untuk menjauhi dan menanamkan sikap antikorupsi. "Film menjadi pilihan media penyampainya, karna film diusung oleh anak-anak muda," jelasnya.

Mengapa Purbalingga dipilih sebagai salah satu kota tujuan kampanye anti korupsi lewat film diantara kota-kota besar lain di  Indonesia? Menurut perwakilan MSI Fadila Ayu Hapsari, karena di Purbalingga banyak anak muda terutama pelajar yang aktif dalam membuat film.

"Pada penyelenggaraan ACFFest tahun lalu, banyak film-film pendek dari Purbalingga yang dikirim, salah satunya yang berjudul "Langka Receh" dari SMP 4 Satu Atap Karangmoncol menjadi pemenang kategori pelajar," ungkap Fadila.

Tahun ini, ACFFest menempatkan kategori baru dalam kompetisi berupa video citizen journalism, karena itu pada setiap Movie Day digelar workshopnya. Di Purbalingga, dihadirkan narasumber German Mintapradja seorang pembuat film senior dan Dewi Laila Sari dari Net TV. Lebih dari 200 peserta workshop antusias mengikuti hingga akhir acara.

Menurut Direktur CLC Purbalingga Bowo Leksono, pihaknya sangat tertarik dengan keberadaan ACFFest. "Tanpa dengan sengaja memproduksi film pendek tentang korupsi, banyak film-film Purbalingga yang mengangkat tema tentang kejujuran, tanggung jawab, kerja keras, berlatar kehidupan orang desa dengan kesederhanaannya," tuturnya.