Kamis, 18 Desember 2008

BSF #14: Menengok Indonesia Masa Lampau

Selain memutar dokumentasi “Perjalanan CLC Sepanjang 2008”, BSF #14 pada Sabtu, 3 Januari 2009, pukul 19.30 WIB, di Café Bamboe, Jl Jend. Sudirman No. 126 Purbalingga, hendak mengusung sebuah film dokumenter penyabet Piala Citra pada Festival Film Indonesia (FFI) 2006 bertajuk “Gerimis Kenangan dari Sahabat Terlupakan”. Film yang disutradarai Seno Joko Suyono ini berkisah tentang orang-orang Rusia indonesianis yang amat mencintai, memperhatikan, dan menguasai ilmu keindonesiaan.



Film berdurasi 84 menit ini diawali penceritaan Ludmila Demidyuk yang begitu bangga pada sosok Utuy Tatang Sontani. Utuy adalah seorang sastrawan besar asal Cianjur dan menjadi salah satu aktivis Partai Komunis Indonesia yang karena persoalan politik akhirnya meninggal dunia di Rusia pada 17 September 1979. Utuy dikenal lewat cerita legendarisnya “Sangkuriang” yang di tuilis tahun 1955.



Disamping itu, ada juga beberapa cerita tentang Soekarno hingga Rendra. Tentang Tan malaka, Semaun, Muso, dan tokoh-tokoh PKI lainnya. Diceritakan, Soekarno yang berpidato tentang Pancasila di sebuah aula pabrik di Rusia memperoleh sambutan hangat dari para buruh dan masyarakat Rusia. Pidatonya berapi-api dan memperoleh applaus yang luar biasa walau orang-orang itu belum tentu paham apa yang dikatakan Soekarno.



Cerita lain, adanya informasi tentang dokumen-dokumen pengetahuan yang pernah eksis di Indonesia sejak zaman Majapahit di perpustakaan St. Petersburg, dimana Aleksandra (seorang etnografi muda Rusia) yang fasih berbahasa Indonesia dan pandai membaca naskah tua Jawa berusaha menggalinya.



Plot lain yang juga tak kalah menarik adalah sosok Elena Revunenkova, Direktur Museum Kunst Kamera di St. Petersburg, yang sangat memahami karakter Batak Purba atau Kuno karena lama mempelajari dan menyelidiki kesusastraan Indonesia kuno. Menurutnya ada enam ribu benda dari Indonesia dari masa lalu. “Waktu saya mulai bekerja di sini, saya dilarang meneliti teologi. Jadi saya meneliti etnograpi, khususnya Batak Kuno. Saya belajar sendiri bahasa Batak Kuno,” ucapnya.



Ada banyak lagi cerita menarik yang bisa menggugah dan membuat kita bangga sebagai orang Indonesia dalam film yang juga melibatkan Henny Saptatia Sujai dan Benny Benke dalam pengerjaannya.



Henny adalah doktor lulusan Rusia Jurusan Sosiologi dan Analisis Media yang saat ini mengajar di Jurusan Ilmu Budaya Universitas Indonesia dan Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta. Sementara Benny Benke adalah wartawan Suara Merdeka sekaligus sebagai pelaku seni.



Saat ini, Henny dan Benny mengajak beberapa pegiat film Banyumas mengerjakan beberapa film dokumenter di Jakarta. Salah satu karya yang sedang dalam pascaproduksi adalah film dokumenter panjang tentang kehidupan Manusia Gerobak di Ibukota. Bolex

Rabu, 03 Desember 2008

Catatan CLC Sepanjang 2008

Di penghujung tahun, Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga mempunyai sederet catatan berkait aktifitas perfilman. Produksi, program pemutaran, workshop film, partisipasi festival dan beragam kegiatan lainnya turut menghiasi sepanjang tahun 2008 ini.

Kegiatan terbesar yang digelar CLC adalah Purbalingga Film Festival (PFF) pada 16-18 Mei 2008 silam. PFF sebagai program tahunan, disamping program bulanan Bamboe Shocking Film (BSF) yang terus berlangsung hingga Desember 2008 ini. Belum lagi beberapa pemutaran film baik di Purbalingga sendiri maupun di luar Purbalingga yang sifatnya tentatif.

Untuk produksi film, ditahun ini, sedikitnya ada 20 karya film pendek baik dokumenter maupun fiksi yang sudah dihasilkan anak-anak muda Purbalingga. Mungkin secara kuantitas, jumlah tersebut cukup banyak. Namun jelas secara kualitas masih harus terus ditingkatkan terutama dalam soal teknis.

Beberapa kali workshop film, baik yang diadakan di Yogyakarta maupun di Jakarta, CLC mengirimkan anggota untuk mengikutinya.

Sementara tahun 2008 ini, ada dua karya film dari Purbalingga yang mampu menembus sebagai jawara di ajang kompetisi film. Film dokumenter “Sang Pawang Air” mampu menembus sebagai Terbaik II di Kompetisi Dokumenter Forkami Jakarta dan Film fiksi “Chutel” sebagai Pemenang I Festival Video Edukasi di Surabaya.

Sementara film documenter fenomenal “Bioskop Kita Lagi Sedih” sempat diputar di Australia pada acara PPIA Conference: The Voice of The Future Leaders Victoria University Australia 2008. Acara tersebut dalam rangka 80 Tahun Kebangkitan Nasional.

BSF #13: Mengusung Film Empat Kota (Lagi)
Tak terasa, di akhir tahun 2008 ini, program bulanan CLC yaitu Bamboe Shocking Film (BSF) telah memasuki penyelenggaraan yang ke-13. Setelah pada November 2008 lalu, BSF #12 mengusung film dari empat kota, yaitu Jember, Malang, Semarang, dan Solo.

Pada gelaran BSF #13 kembali mengusung film empat kota. Keempat kota itu adalah Jakarta, Tangerang, Yogyakarta, dan Pontianak. Film-film tersebut adalah “Hallo Hehe!” sutradara Sigit Pramono (Tangerang), “Suatu Hari” sutradara Ridwan Kusuma Putra (Jakarta), “Kapan Orang Miskin Bisa Sekolah?” sutradara Zein Mufarrih Muktaf (Yogyakarta), dan “Loper the Lover” sutradara Rendy Febrian (Pontianak).

Keempat film fiksi dari empat kota tersebut hendak diputar pada Sabtu, 6 Desember 2008, pukul 19.30 WIB, di Café Bamboe, Jalan Jenderal Sudirman 126 Purbalingga. Mari bersama mengapresiasi karya! Bolex