Kamis, 29 November 2012

Workshop Penulisan Skenario “6 Tahun FFP”



Eko Julianto dengan berani tunjuk jari menanyakan bagaimana cara menuangkan bahasa gambar ke dalam bahasa tulisan. Kesulitan semacam itu kerap dialami Eko saat belajar menulis skenario film pendek.

Siswa SMP Negeri 4 Satu Atap Karangmoncol ini mempunyai banyak kesempatan bertanya kepada fasilitator saat Workshop Penulisan Skenario “6 Tahun Festival Film Purbalingga” yang digelar Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga.

Program yang didukung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini merupakan bagian dari program Apresiasi Film Pendek Indonesia 2012 dan digelar 29-30 November 2012 di Owabong Cottage Purbalingga.

Peserta workshop yang keseluruhan berjumlah 20 orang dan sebagian besar pelajar setingkat SMP dan SMA dari empat kabupaten di Banyumas Raya; Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Banjarnegara.

“Selama ini tidak ada yang membimbing kami dengan baik dalam hal menulis skenario. Saya merasa senang bisa berkesempatan ikut workshop ini,” ujar Annisa Namira siswi kelas XI jurusan broadcast SMK Negeri 3 Banyumas.

Sementara Sekar Antik Larasati merasa belum berkesempatan memproduksi sebuah film pendek. “Kami masih butuh pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk bisa menulis skenario yang baik sebelum memproduksinya,” tutur siswi kelas IX SMP Negeri 1 Bawang Banjarnegara.

Para peserta workshop yang hadir dari perwakilan kabupaten itu membawa beragam pengalaman yang berbeda dalam hal menulis. Sebagian memang sudah pernah menulis skenario, sebagian lain belum.

Menurut fasilitator workshop Perdana Kartawiyudha, dalam memahami skenario dan dunia film yang relatif masih baru dan spesifik, para peserta dihadapkan pada tantangan yang luar biasa. “Caranya dengan memahami karakteristik mereka, mensejajarkan pemahaman, dan pendekatan bercanda,” ungkap pendiri dan direktur Serunya Screenwriting Jakarta.

Meskipun sebagian peserta sudah berpengalaman menulis, namun pada workshop kali ini tetap berangkat dari dasar-dasar penulisan skenario. Lebih kepada bagaimana cara dan teknis-teknis penulisan.

Direktur Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga Bowo Leksono mengatakan menulis itu proses, dasarnya adalah menyukainya dulu. “Terpenting adalah bagaimana peserta memahami skenario film itu seperti apa, sehingga saat menulisnya mampu mengatasi kesulitan-kesulitan,” pungkasnya.

Selasa, 27 November 2012

Enam Tahun FFP di Banjarnegara



Pelaksanaan pemutaran dan diskusi film “6 Tahun Festival Film Purbalingga” berakhir di kota Banjarnegara. Pada Selasa sore, 27 November 2012, acara digelar di auditorium Politeknik Banjarnegara.

Langit cerah menemani anak-anak muda yang datang menjadi penyaksi film-film terbaik sepanjang Festival Film Purbalingga (FFP) dan diskusi yang menghadirkan pegiat budaya Banjarnegara Drajat Nurangkoso, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar) Banjarnegara Aziz Achmad, dan pembuat film pelajar Banjarnegara Ibnu Sena Arrozi.

Drajat Nurangkoso memaparkan film-film yang diproduksi sineas Banyumas Raya, khususnya Purbalingga, kuat menggunakan bahasa “ngapak”. “Ini menjadi salah satu upaya pelestarian bahasa daerah karena entitas atau penanda Banyumas adalah pada bahasanya,” tutur seniman teater ini.

Proses kreatif, lanjut Drajat, bila dihasilkan oleh pikiran kreatif, maka dikungan pemerintah daerah menjadi bukan yang utama. “Harapannya untuk pemuda Banjarnegara, jangan segan untuk membuat film,” katanya.

Sementara menurut Aziz Achmad, sejauh ini Pemkab Banjarnegara berperan memfasilitasi sineas Banjarnegara untuk berkarya. “Setelah acara diskusi ini, saya berharap ada semangat berkarya dari pada pemuda Banjarnegara,” tuturnya.

Banjarnegara bisa dibilang salah satu kabupaten di Banyumas Raya yang perkembangan perfilmannya paling potensial. Banyak komunitas-komunitas film, banyak sekolah (setingkat SMP maupun SMA)  yang memberi dukungan, termasuk pemerintah daerahnya.

Setelah roadshow pemutaran film dan diskusi, program Cinema Lovers Community dengan dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan bagian dari program Apresiasi Film Pendek Indonesia 2012 ini akan hadir berupa workshop penulisan skenario film pada 29-30 November 2012 di Owabong Cottage Purbalingga.

Senin, 26 November 2012

Enam Tahun FFP di Cilacap



Cuaca di Kota Cilacap sore itu cukup bersahabat. Cuaca yang beberapa hari terakhir diliputi mendung dan hujan, sore itu mampu menarik puluhan kawula muda Cilacap berbondong-bondong mendatangi aula Politeknik Cilacap.

Senin, 26 November 2012, gelaran 6 Tahun Festival Film Purbalingga menyambangi kota Bercahaya. Pemutaran film-film terbaik sepanjang Festival Film Purbalingga (FFP) dan diskusi pun digelar.

Diskusi film menghadirkan Ketua Dewan Kesenian Cilacap Nasruddin Muddaf, Humas Setda Cilacap Anshor Basuki, dan pembuat film pelajar Cilacap Pember Diono dan Eka dengan moderator Sandy Riyadi.

Anshor Basuki mengatakan, film merupakan media strategis untuk menginformasikan dan mengenal budaya-budaya lokal. “Perkembangan perfilman di Banyumas Raya pun sudah cukup baik. Tak terkecuali di Cilacap,” ujarnya.

Pemerintah daerah sendiri, lanjut Anshor, pasti ada anggaran untuk kesenian. “Tinggal bagaimana pendekatannya mengingat film merupakan aset yang sangat perlu untuk terus dikembangkan,” ungkap birokrat yang juga sastrawan ini.

Sementara Nasruddin Muddaf mengharapkan anak-anak muda yang masih awam tentang film dan berkeinginan belajar film, dapat turut serta bergabung dan belajar bersama dengan komunitas film yang sudah ada di Cilacap. “Dengan berkomunitas, maka akan timbul semangat berkarya dan mendapatkan banyak informasi terkait film,” ujar pegiat teater ini.

Sementara Pember Diono dan Eka, pembuat film “Rebutan WC” yang juga turut diputar, banyak mengungkap soal suka dan duka mereka dalam proses memproduksi film pendek. Mereka berbagi pengalaman produksi film dengan teman-teman yang sore itu hadir.

Hari terakhir roadshow, Selasa sore, 27 November 2012, program Cinema Lovers Community dengan dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan bagian dari program Apresiasi Film Pendek Indonesia 2012 ini akan bergeser ke Banjarnegara tepatnya di auditorium Politeknik Banjarnegara Jalan Raya Madukara KM. 2 Banjarnegara.

Minggu, 25 November 2012

Enam Tahun FFP di Banyumas



Penyelenggaraan program “6 Tahun Festival Film Purbalingga” berupa pemutaran dan diskusi film di Purwokerto digelar di Kedai Telapak Pabuaran pada Minggu malam, 25 November 2012. Memutar 7 film pendek terbaik sepanjang Festival Film Purbalingga (FFP) dan satu film dari Kota Satria itu.

Diskusi menghadirkan pelaku budaya Banyumas Jarot C. Setyoko dan Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyumas Amrin Ma’ruf. Membahas bagaimana kondisi kesenian pada umumnya dan film di Banyumas kekinian.

Kegiatan perfilman berbasis komunitas di wilayah Banyumas Raya justru kemunculannya berawal di Purwokerto. Terpatnya di kampus Universitas Jenderal Soedirman pada awal tahun 2000-an. Beberapa mahasiswa kerap menjalankan program eksebisi (pemutaran film) di kampus yang disusul produksi film.

Bahkan, sempat berlangsung sekitar 5 kali sebuah even tahunan bertajuk Pesta Sinema Indonesia (PSI). Selesai PSI selesai pula kegiatan perfilman di Purwokerto. Lalu, semangat perfilman Purwokerto seperti bergeser ke Purbalingga.

Menurut Jarot C. Setyoko, problem di Banyumas adalah kita menolak mengakui kebaikan teman-teman sendiri, kecuali Ahmad Tohari yang tidak butuh banyak sokongan dari siapapun. “Pada akhirnya tak ada pegiat budaya yang layak kita ingat,” ungkap mantan aktifis ’98 ini.

Amrin Ma’ruf mengakui kegiatan perfilman di Banyumas tertinggal dari Purbalingga meskipun anak-anak muda Purbalingga yang berkecimpung diperfilman kreatifitasnya tidak mendapat dukungan dari pemerintah kabupaten. Bahkan kerapkali bersinggungan.

“Saya tidak akan membicarakan Pemkab Purbalingga, karna permasalahannya juga beda. Kami, dari Pemkab Banyumas sangat-sangat menantikan satu situasi yang ada di Purbalingga dalam arti kreatifitasnya,” tuturnya.

Amrin atas nama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyumas berjanji akan memfasilitasi komunitas-komunitas film yang ada di Banyumas untuk kembali bergairah dalam berkarya, salah satunya dengan meminta Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga untuk turut membantu.

Hari berikutnya, Senin sore, 26 November 2012, program CLC dengan dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan bagian dari program Apresiasi Film Pendek Indonesia 2012 ini akan bergeser ke Cilacap tepatnya di aula Politeknik Cilacap Jl. Dr. Soetomo Cilacap.

Sabtu, 24 November 2012

Enam Tahun FFP di Purbalingga



Tujuh judul film pendek terbaik sepanjang Festival Film Purbalingga (FFP) diputar sebagai rangkaian dari 6 Tahun Festival Film Purbalingga Sabtu malam, 24 November 2012 di gedung Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Purbalingga.

Ketujuh judul film itu adalah “Pasukan Kucing Garong” film favorit pentonton Parade Film Purbalingga 2007, “Glue (Ada Apa dengan Bani)” film favorit SMA Purbalingga Film Festival 2008, “Sandal Jepit” film terbaik SMA Purbalingga Film Festival 2009, “Endhog” film terbaik SMA Festival Film Purbalingga 2010, “Kalung Sepatu” film terbaik SMA Festival Film Purbalingga 2011, “Mentari di Sambirata” film terbaik SMA Festival Film Purbalingga 2012, dan “Langka Receh” film terbaik SMP Festival Film Purbalingga 2012.

Usai pemutaran film-film terbaik, dilanjut diskusi menghadirkan pembicara pegiat budaya Banyumas Teguh Trianton, Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Purbalingga Drs. H. Achmad Khotib, Mpd, dan filmmaker pelajar Purbalingga Canggih Setyawan dengan moderator Rudal Afgani jurnalis di kota itu.

Menurut Teguh Trianton, peran pegiat film muda mengenalkan Purbalingga sebanding bahkan lebih dengan mantan bupati Triyono Budi Sasongko meski dengan keterbatasan fasilitas. “Triyono dikenal mampu mendatangkan banyak investor Korea untuk membuka pabrik-pabrik bulu mata palsu, sementara para pegiat film mengenalkan Purbalingga dengan karya-karya mereka,” tutur penulis buku “Identitas Wong Banyumas” ini.

Sebagai anak muda, Canggih Setyawan berharap adanya tempat untuk mengaktualisasi karya-karya seniman Purbalingga. “Purbalingga itu butuh gedung kesenian agar ada tempat ‘nongkrong’ bagi anak-anak muda,” ujar pelajar SMAN 1 Rembang Purbalingga.

Sementara menurut Drs. H. Achmad Khotib, M. Pd sebelum membangun gedung kesenian, perlu ada database kelompok-kelompok kesenian karena itu yang belum dimiliki Purbalingga. “Ada gedung kesenian, tapi tidak ada data kelompok kesenian ya nanti gedung keseniannya akan sepi,” ujar ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Purbalingga.

“6 Tahun FFP” yang digelar 24-30 November 2012 ini merupakan program Cinema Lovers Community (CLC) dengan dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan bagian dari program Apresiasi Film Pendek Indonesia 2012.

Pemutaran dan diskusi film akan bergerak ke kota Purwokerto, Minggu malam, 25 November 2012, tepatnya di Kedai Telapak Jl. Raya Baturraden KM. 1 No. 188 Pabuaran Purwokerto.