Kamis, 31 Januari 2013

Pemutaran Bioskop Rakyat #5



Bioskop Rakyat (Biora) Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga akan hadir kembali pada akhir pekan. Pemutaran film selama dua hari, yaitu Sabtu malam, 2 Februari 2013 jam 19.30 dan Minggu sore, 3 Februari 2013 jam 15.30 di Mabes CLC jalan Puring nomor 7 (selatan alun-alun) Purbalingga.

Kali ini memutar dua film fiksi pendek dan panjang dari Forum Film Pelajar Bandung (F2PB). Film pendek berjudul “Penghulu” berkisah sepasang calon pengantin yang berencana melaksanakan pernikahan, tapi mereka dihadapkan dengan sistem yang korup ketika akan meminta bantuan penghulu.

Sementara film kedua bertajuk “Ben”. Film ini bercerita tentang seorang remaja SMA bernama Ben yang ingin membantu adiknya membayar uang SPP. Ben terpaksa membongkar ruang TU sekolah untuk mendapatkan bukti korupsi Kepseknya, yang kemudian dijual ke wartawan yang menjanjikan sejumlah uang. Namun rencana Ben tidak berjalan mulus karena begitu banyak masalah yang harus dia hadapi hari itu.

Penanggung jawab Biora Asep Triyatno mengatakan Bioskop Rakyat adalah salah satu program pemutaran reguler dari Cinema Lovers Community. “Film yang diputar adalah film-film pendek maupun panjang dari beragam genre. Program Biora ini sudah dimulai akhir Desember 2012 lalu,” ujarnya.

Rabu, 30 Januari 2013

Produksi Dokumenter SMKN 1 Purbalingga



Memproduksi film dokumenter yang membutuhkan riset dengan investigasi, cukup menguras waktu dan tenaga. Terlebih riset itu banyak dilakukan malam hari, sementara para pembuat film adalah pelajar yang masih aktif sekolah.

Pelajar SMK Negeri 1 Purbalingga yang tergabung dalam Smega Movie sedang dalam proses produksi film dokumenter pendek. Mereka mengangkat Pahlawan Nasional Usman Janatin yang diabadikan sebagai nama beberapa tempat di Purbalingga.

“Salah satu tempat yaitu Taman Kota Usman Janatin yang saat ini aktifitasnya lebih banyak untuk arena biliard dan karaoke. Tempat yang seharusnya nyaman untuk masyarakat umum, ternyata kondisi yang ada justru sebaliknya,” ungkap sutradara Doni Saputra.

Usman Janatin adalah salah satu dari dua anggota Korps Komando Operasi (KKO), sekarang disebut Marinir, yang ditangkap di Singapura saat terjadi konfrontasi dengan Malaysia. Bersama seorang anggota KKO lain bernama Harun, ia dihukum gantung oleh Pemerintah Singapura pada Oktober 1968 dengan tuduhan meletakkan bom di wilayah pusat kota Singapura pada 10 Maret 1965.

Usman Janatin dilahirkan di Desa Jatisaba, Kecamatan Purbalingga, Purbalingga, Jawa Tengah pada 18 Maret 1943. Diabadikan sebagai nama taman kota dimasa pemerintahan Bupati Triyono Budi Sasongko. Nama pahlawan ini juga diabadikan sebagai nama museum yang sedang dalam proses pembangunan di desa kelahirannya.

Jauh sebelumnya, nama Usman Janatin juga sudah diabadikan sebagai nama yayasan yaitu Yayasan Pendidikan Usman Janatin. Salah satunya dengan membangun Taman Kanak-Kanak (TK) Usman Janatin.

Ariani Purnandari, salah satu periset mengatakan waktu riset yang dibutuhkan sekitar dua bulan. “Tidak hanya dihari libur kami melakukan riset dan pengambilan gambar. Kami juga ngobrol dengan masyarakat, LSM, MUI, bahkan keluarga Usman Janatin. Mereka semua merasa kecewa dengan kondisi taman kota Usman Janatin. Hanya pihak Pemerintah Daerah yang masih saja membela, padahal tidak tahu apa yang terjadi di sana,” tutur siswi kelas X ini.

Taman Kota Usman Janatin di bawah Pemerintah Kabupaten Purbalingga ini pengelolaannya oleh pihak ketiga. Karena itu, bagaimana Pemkab Purbalingga mencari tambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tempat itu. Sementara pengelola taman dengan sekuat tenaga mengeruk keuntungan sebesar-besarnya meskipun dengan jalan merugikan masyarakat.

Rencananya, film dokumenter ini akan diikutkan ke kompetisi pelajar Festival Film Purbalingga (FFP) pada Mei 2013 mendatang. “Harapannya, film kami dapat diputar dan agar masyarakat Purbalingga khususnya tahu pajak yang mereka bayarkan ke negara dipergunakan untuk apa?,” ujar Doni Saputra.

Minggu, 27 Januari 2013

Mengabadikan Pahlawan Nasional Usman Janatin



Sebelum dibangunnya salah satu taman kota dibekas pasar Kota Purbalingga yang terletak di Jalan Ahmad Yani Purbalingga, nama Pahlawan Nasional Usman Janatin tidak banyak dikenal orang, terlebih oleh masyarakat Purbalingga sendiri. Usman Janatin yang kelahiran Desa Jatisaba, Kecamatan Purbalingga, Purbalingga, Jawa Tengah pada 18 Maret 1943 ini diabadikan sebagai nama taman kota dimasa pemerintahan Bupati Triyono Budi Sasongko.

Usman Janatin adalah salah satu dari dua anggota Korps Komando Operasi (KKO), sekarang disebut Marinir, yang ditangkap di Singapura saat terjadi konfrontasi dengan Malaysia. Bersama seorang anggota KKO lain bernama Harun, ia dihukum gantung oleh Pemerintah Singapura pada Oktober 1968 dengan tuduhan meletakkan bom di wilayah pusat kota Singapura pada 10 Maret 1965.

Selain sebagai nama taman kota, Usman Janatin juga akan diabadikan sebagai nama museum. Museum Usman Janatin sedang dalam proses pembangunan. Lokasi museum terletak di RT 11 RW V Dusun Tawangsari, Desa Jatisaba, Kecamatan Purbalingga, Purbalingga, di atas tanah dimana pahlawan ini pernah dilahirkan.

Jauh sebelumnya, nama Usman Janatin juga sudah diabadikan sebagai nama yayasan yaitu Yayasan Pendidikan Usman Janatin. Salah satunya dengan membangun Taman Kanak-Kanak (TK) Usman Janatin di desa itu.

Rodiyah (76 tahun), kakak Usman Janatin, menuturkan dirinya atas nama keluarga merasa terharu dan bangga bila nama adiknya yang telah mengharumkan nama bangsa diabadikan untuk nama tempat sebagai bentuk penghargaan kepada salah satu pahlawan bangsa. “Terpenting adalah bagaimana tempat-tempat itu berguna bagi masyarakat,” katanya.

Menyalahgunakan Nama Usman Janatin
Banyak masyarakat Purbalingga yang menggantungkan harapan pada keberadaan Taman Kota (Tamkot) Usman Janatin. Namun kenyataannya, jauh seperti yang diharapkan. Taman kota tak hanya sepi dari kegiatan tapi juga tidak nyaman untuk dimasuki. Masyarakat masih mengandalkan alun-alun sebagai satu-satunya tempat hiburan keluarga.

“Kami kira masuk ke Taman Kota Usman Janatin bisa menjadi alternatif hiburan keluarga, tapi ternyata sepi. Tidak ada hiburan, kios-kios yang jual makanan juga pada tutup,” ujar Halimah (40 tahun) yang datang bersama suami dan kedua anaknya.

Di kompleks Tamkot Usman Janatin selain terdapat panggung berukuran besar juga gedung bertuliskan Entertainment Centre, selain itu ada sekitar 12 ruko sebagai Pujasera (pusat jajangan serba ada) yang bertujuan memberi kesempatan pada masyarakat Purbalingga berjualan makanan khas Purbalingga.

Kondisi yang ada sekarang, panggung tidak pernah digunakan sebagai tempat hiburan rakyat, gedung Entertainment Centre justru untuk tempat biliard dan karaoke. Sementara ruko-ruko yang ada sudah tidak lagi untuk berjualan karena sepinya pengunjung. Ditambah, kerapkali pengunjung yang masuk dibebani retribusi parkir yang tak semestinya.

Taman Kota Usman Janatin di bawah Pemerintah Kabupaten Purbalingga ini pengelolaannya berada dipihak ketiga. Karena itu, bagaimana Pemkab Purbalingga mencari tambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tempat itu. Sementara pengelola taman dengan sekuat tenaga mengeruk keuntungan sebesar-besarnya meskipun dengan jalan merugikan masyarakat.

Bisa dibayangkan, bagaimana bila satu kompleks yang semestinya sebagai tempat alternatif wisata keluarga sudah dihiasi tempat biliard dan karaoke. Meskipun tujuannya baik, tapi dalam praktiknya, banyak penyimpangan di sana. Dan sepertinya, pemkab sudah tidak lagi peduli dengan apa yang terjadi di taman kota itu.

“Kami malah baru dengar kalau Taman Kota Usman Janatin untuk arena biliard dan karaoke. Karena menyandang nama besar pahlawan nasional, semestinya taman kota itu jangan disalahgunakan untuk hal-hal yang kurang baik. Kami pihak keluarga, tentu tidak akan terima,” tutur Rodiyah.

Oleh:
Doni Saputra, Ariani Purnandari, Febriana Cintya Wardhani
Pelajar SMK Negeri 1 Purbalingga

Film yang Mengungkap Praktik Korupsi



Bioskop Rakyat #4

Ketidaksesuaian pengeluaran anggaran sekolah dengan laporan yang ada menyisa tanya pada anak-anak pengurus OSIS salah satu SMA negeri di Solo. Kenyataan itu diketahui karena semua pos pengeluaran melalui pintu laporan keuangan OSIS. Dengan segenap keberanian karena benar, mereka membongkar praktik korupsi di sekolah.

Demikian kilasan cerita salah satu film dokumenter pendek “Sekolah Kami Hidup Kami” yang diputar di Bioskop Rakyat (Biora) Sabtu, 26 Januari 2013 jam 19.30 dan Minggu, 27 Januari 2013 jam 15.30 di markas Cinema Lovers Community jalan Puring nomor 7 Purbalingga.

“Masuk ke dalam sistem dengan menjadi pengurus OSIS itu kesempatan untuk mengetahui kondisi keuangan sekolah. Namun yang saya kagumi, mereka mempunyai keberanian mengungkap penyimpangan anggaran sekolah,” ungkap Geofari Mutianingtyas, pelajar SMK Negeri 1 Purbalingga saat ngobrol santai usai pemutaran.

Sementara penonton lain, Basir Muhammad, mengatakan pelajar Purbalingga masih jauh dari keberanian mengungkapkan kebenaran seperti dalam film itu. “OSIS di Purbalingga masih menjadi kepanjangan tangan pihak sekolah. Semuanya harus nurut,” tutur penonton yang juga anggota salah satu grup musik di Purbalingga.

Pada kesempatan itu, Biora memutar dua film dokumenter pendek lain yang kesemuanya disutradarai oleh Steve Pillar Setiabudi yaitu. “Irama Hari” yang berkisah tentang berbagai makanan yang ditawarkan di gang-gang Jakarta tidak datang dengan diam. Suatu komposisi suara unik dihasilkan seharian. Hal ini didekasikan untuk orang-orang yang membawa 'suara sebenarnya' ke ibukota. Sementara film “Bukit Bernyawa” tentang sekilas cerita kehidupan masyarakat di Desa Srunen pada saat erupsi gunung Merapi tahun 2010.

Penanggung jawab Biora Asep Triyatno mengatakan Biora akan diputar dua kali dalam setiap akhir pekan. “Tujuannya memberi tontonan dan referensi bagi masyarakat Purbalingga. Film yang diputar adalah film-film pendek maupun panjang dari beragam genre,” ujarnya.

Kamis, 24 Januari 2013

Bioskop Rakyat #4


Bioskop Rakyat (Biora) Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga akan hadir pada tiap akhir pekan. Pemutaran dilakukan selama dua hari, yaitu Sabtu malam, 26 Januari 2013 jam 19.30 dan Minggu sore, 27 Januari 2013 jam 15.30 di Mabes CLC jalan Puring nomor 7 (selatan alun-alun) Purbalingga.

Memutar tiga film dokumenter pendek karya sutradara Steve Pillar Setiabudi berjudul “Irama Hari”, “Bukit Bernyawa”, dan “Sekolah Kami Hidup Kami”. Usai pemutaran diharapkan ada diskusi atau obrolan penonton terkait film yang diputar.

Film “Irama Hari” berkisah tentang berbagai makanan yang ditawarkan di gang-gang Jakarta tidak datang dengan diam. Suatu komposisi suara unik dihasilkan seharian. Hal ini didekasikan untuk orang-orang yang membawa 'suara sebenarnya' ke ibukota.

Untuk film “Bukit Bernyawa” tentang sekilas cerita kehidupan masyarakat di Desa Srunen pada saat erupsi gunung Merapi tahun 2010. Sementara “Sekolah Kami Hidup Kami” adalah tentang korupsi oleh pihak sekolah yang berhasil dibongkar oleh sekelompok siswa SMA tersebut.

Penanggung jawab Biora Asep Triyatno mengatakan Bioskop Rakyat adalah salah satu program pemutaran reguler dari Cinema Lovers Community. “Film yang diputar adalah film-film pendek maupun panjang dari beragam genre. Program Biora ini sudah dimulai akhir Desember 2012,” ujarnya.