Kamis, 22 Mei 2008

Kompetisi Lokal sebagai Program Unggulan




Sudah terduga sebelumnya, gedung yang terletak di kawasan jajan Kya-Kya Mayong, sebagai tempat pelaksanaan Purbalingga Film Festival (PFF) 2008, pada Sabtu siang (17/5) akan terpadati anak belasan tahun yang sebagian besar duduk di bangku SMA.

Mereka, dengan penuh semangat, turut mendukung berlaganya karya film pendek dari sekolah tercinta untuk menyabet predikat terfavorit. Hampir mendekati angka 500, para pelajar menikmati lima karya film pendek fiksi dari empat SMA se-Kabupaten Purbalingga.

“Satu, dua tahun silam, CLC menggelar workshop pembuatan film pendek di beberapa SMA. Dan beginilah hasilnya. Mereka telah mampu secara mandiri membuat film sendiri,” tutur Heru C. Wibowo, penanggung jawab Parade Film.

Pada program “kompetisi lokal” ini, tidak melalui penilaian dewan juri, namun berdasarkan pilihan penonton dengan hasil film terfavorit. “Diharapkan akan memancing pelajar-pelajar lain untuk menyukai atau bahkan mencoba membuat film,” kata Heru.

Program ini termasuk program unggulan pada festival kali ini. Ke depan, kompetisi local rencananya diperluas hingga se-eks karesidenan Banyumas. Sementara untuk kompetisi umum, masih diperlukan pengkajian mendalam tentunya. Khadis
Film-Film Kompetisi Lokal
1. GLUE (Ada Apa dengan Bani?) Pemenang Favorit I
sutradara Arifin MZ, SMA Negeri 1 Purbalingga
2. MB (Mimpi Basah) Pemenang Favorit II
sutradara Evi Cute, SMA Negeri 2 Purbalingga
3. KEBONGKAR
sutradara Nur Latifah, SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga
4. GAIRAH SALIMIN
sutradara Nanki Nirmanto, SMA Negeri 1 Bobotsari
5. BLUE HOROR
sutradara Nanki Nirmanto, SMA Negeri 1 Bobotsari

Rabu, 21 Mei 2008

Pembukaan Festival Meriah!

Kemeriahan terpancar pada malam pembukaan Purbalingga Film Festival (PFF) 2008, Jumat (16/5). Sebelum gong tanda penonton masuk dibunyikan, puluhan warga bergerombol di teras dan pelataran Gelanggang Mahesa Jenar, tempat dimana festival digelar.

Pembukaan festival diramaikan tiga film dari tiga kota berbeda. “Alam” sutradara Hafiz dari Jakarta, “Boncengan” sutradara Riza Saputri dari Purbalingga, dan “Cheng Cheng Po” sutradara BW Purbanegara dari Yogyakarta.

Programer festival sengaja memasang ketiga film itu, sebagai cerminan karya film pendek dari tiga kota yang diputar dalam satu rangkaian waktu. Apakah Purbalingga, sebagai kota kecil, film pendeknya mampu berbicara saat bersanding dengan dua kota besar di Indonesia?

Selain itu, sebelum pembukaan disuguhkan tari Dames. Kesenian khas asli Purbalingga yang kini hampir hilang tergilas moedernisasi. Bahkan tak banyak orang asal Purbalingga yang mengetahuinya. Kata ‘Dames’ konon berasal dari kata ‘Madam” yang artinya seorang gadis atau wanita yang masih muda dan belum memiliki pasangan hidup. Karena itu, tarian ini dibawakan oleh para gadis.

Suasana pembukaan festival semakin meriah, tatkala para penari Dames yang masih duduk di bangku SMA itu mendekat penonton dan melingkarkan sampurnya sebagai penanda mengajak penonton turut menari, bergembira di malam pembuka. Rizky “Pruzy” Purwitasari

Minggu, 11 Mei 2008

Pemkab Berencana Tata Kebijakan Bidang Film

PURBALINGGA- Pemkab akan menata kebijakan terkait pemberian dukungan terhadap perkembangan film Purbalingga yang telah meraih prestasi internasional. Wakil Bupati Purbalingga, Heru Sudjatmiko menyatakan hal itu ditengah-tengah persiapan Purbalingga Film Festival (PFF), kemarin.

Bila memang selama ini Pemkab dinilai belum dan atau tidak memadai dalam memberikan dukungan, maka memang perlu penataan kebijakan. ''Ini merupakan pekerjaan rumah kita bersama. Kalangan pemerintahan perlu diberi pencerahan dan saya optimis itu bisa dilakukan,'' ungkapnya, kemarin.

Prestasi anak-anak muda telah membuat masyarakat bangga ditengah persoalan himpitan ekonomi dan persoalan lainnya. Wabub berharap, meski keadaan belum memadai, perfilman tetap dilanjutkan sebab prestasi mereka akan menjadi motivasi kelompok lain di Purbalingga untuk berprestasi di segala bidang. ''Jangan berhenti. Inilah kelebihan anak muda yang berani menerobos dan menciptakan inovasi baru. Ini juga menarik sekali karena meskipun kota kecil bisa mengadakan festival, '' imbuhnya.

Perlu Sosialisasi
Heru sekaligus berharap agar film Purbalingga lebih bisa disosialisasikan ke tengah masyarakat luas. Karena selama ini, masih berada di kalangan terbatas. ''Di masa mendatang, tugas kami dari generasi tua untuk menciptakan iklim agar anak muda tidak segan-segan membuat inovasi,'' jelasnya.

Sementara itu, Programer PFF Bayu Kesawa Jati menjelaskan, festival secara khusus memang bertujuan untuk lebih mengenalkan film ke masyarakat luas. Ajang itu sekaligus membawa wacana jika film pendek sudah bisa menjadi bidang yang bisa diseriusi. ''Artinya, lewat film kita bisa mencari uang selain sekedar berekspresi, '' jelasnya.

Bayu menjelaskan, seluruh pembiayaan festival sebenarnya adalah dana yang dikumpulkan sedikit demi sedikit setiap kali memenangi festival di luar daerah. Sineas Purbalingga bersemangat mengikuti festival salah satunya memang untuk menabung demi biaya festival di daerahnya sendiri. ''Sehingga sejak awal kami menekankan, semua yang bekerja disini tanpa digaji sedikit pun. Kami mengerjakannya dengan mandiri,'' terangnya. Sigit Harsanto_Suara Merdeka_10 Mei 2008

Kamis, 08 Mei 2008

Sineas Purbalingga Diminta Tak Menyerah

PURBALINGGA- Sineas muda Purbalingga diminta jangan menyerah meski dukungan dari pemerintah daerah bagi perkembangan perfilman lokal masih setengah-setengah. Pernyataan itu dikemukakan oleh Ketua Komisi B DPRD Purbalingga, Hartoyo dimintai tanggapan menjelang persiapan Purbalingga Film Festival (PFF) 2008.

Ajang akbar yang mempertemukan komunitas film di Tanah Air itu digelar secara gratis di Stadion Mahesa Djenar, 16-18 Mei mendatang. ''Sebagai wakil rakyat, kami berharap agar insan film Purbalingga terus berjuang. Rintangan selalu ada, tapi jangan menyerah,'' katanya, kemarin.

Hartoyo menambahkan, setidaknya wakil bupati Purbalingga secara lisan menyatakan akan hadir di ajang tersebut. Sehingga kemungkinan Pemkab juga bisa bekerja sama dengan sineas muda di masa mendatang. ''Saya mengetahui persoalan terbatasnya fasilitas yang diberikan oleh Pemkab di masa lalu. Saya berharap di masa mendatang, Pemkab bisa memberikan dukungan fasilitas demi perkembangan perfilman,'' tambahnya.

Menurut pengamatan Hartoyo, komitmen sineas muda Purbalingga sangat baik dalam mengenalkan kebudayaan mereka yang khas sampai ke luar daerah. Lebih lagi, film berlatar Purbalingga menjadi mudah dikenal dan diterima baik ditengah masyarakat. ''Minimal daerah kita sudah dikenal meski baru lewat film. Yang pasti, melalui film, harkat masyarakat Purbalingga terangkat,'' tambahnya.

Dunia Pendidikan
Direktur PFF, Bowo Leksono mengatakan, tugas paling berat justru menyadarkan bahwa agenda besar itu bukan milik orang-orang film melainkan milik masyarakat luas. Festival bukanlah semata pertemuan para pegiat film dengan karya-karya mereka. Ajang itu justru ingin membuat gerakan edukasi bagi masyarakat luas. ''Film hanya sebagai media untuk melihat budaya kita sendiri, dan budaya yang ada dari film-film tamu. Agenda festival ini penting bagi pendidikan di Purbalingga, '' jelasnya.

Selain pemutaran film, arena luas itu sudah disewa panitia dari Pemkab untuk diberikan gratis bagi komunitas film di Indonesia yang ingin membuka stand pameran. Dengan dana berasal dari kantong pribadi, festival itu merupakan bagian dari kampanye festival film di kota kecil yang salah satunya dimotori CLC Purbalingga. ''Tugas selanjutnya adalah mendorong remaja sekolah untuk berkarya. Percuma jika fasilitas yang disekolah tidak dimanfaatkan. Saya kira, tidak akan ada guru yang menolak siswanya menjadi kreatif lewat film,'' terangnya.

Festival secara khusus juga mengagendakan ajang untuk menopang regenerasi film Purbalingga. Caranya dengan menggelar sesi kompetisi khusus bagi sineas-sineas yang tersebar di SMA di Kabupaten Purbalingga. Selain penghargaan dari CLC Purbalingga, pemenang juga akan mendapat penghargaan dari Jaringan Kerja Film Banyumas. Sigit Harsanto_Suara Merdeka_8 Mei 2008

Selasa, 06 Mei 2008

PURBALINGGA FILM FESTIVAL (PFF) 2008


















Festival Film Purbalingga merupakan program tahunan Cinema Lovers Community sebagai salah satu bentuk komitmen terhadap perkembangan film pendek di Indonesia. Festival ini pertama kali digelar pada Juli 2007 dengan nama Parade Film Purbalingga.

Festival Film Purbalingga 2008 dikonsepsikan menjadi sebuah pesta perayaan film-film pendek pilihan dari berbagai kota di Indonesia melalui program-program yang dihelat. Pada titik inilah tercipta kancah pertemuan bagi para seniman visual, komunitas film dan publik peminat. Keseluruhan rangkaian program bersifat terbuka untuk publik, tanpa biaya tiket.

PROGRAM
Parade Film
Program non-kompetisi ini memutar 60 judul film pendek fiksi dan dokumenter terbaik Indonesia dalam rentang tahun 2004-2008. Maksud dari ‘terbaik’ adalah film-film yang mempunyai catatan prestasi; penghargaan festival maupun nominasi. Parade Film ini dipusatkan di Hall.

Kompetisi AntarPelajar
Program ini merupakan program kompetisi antarpelajar se-Kabupaten Purbalingga. Terdapat lima judul film pendek yang masuk dari empat sekolah, yaitu SMA Negeri 1 Purbalingga, SMA Negeri 2 Purbalingga, SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga, dan SMA Negeri 1 Bobotsari. Akan diambil dua pemenang terfavorit pilihan penonton. Selain tropi, hadiah berupa fasilitasi produksi film berupa pinjaman kamera, kaset miniDV, dan DVD.

Diskusi Film
Program ini merupakan bursa gagasan ikhwal film pendek dengan fokus pada pembahasan “Potensi Perfilman bagi Citra Kemajuan Sebuah Daerah” dan “Perkembangan Film Dokumenter di Indonesia”. Pada pembahasan tema yang pertama menghadirkan pembicara dari pihak legislatif (Ketua Komisi B DPRD Purbalingga), eksekutif (Wakil Bupati Purbalingga), dan budayawan lokal. Digelar pada Minggu, 18 Mei 2008, pukul 10.00 WIB.

Bursa Film
Program ini merupakan media pertemuan komunitas/lembaga perfilman dan publik secara luas dalam bentuk fisik berupa lapak film yang berisi berbagai produk (film, pustaka, program, merchandise) dari komunitas film Indonesia. Bursa Film ini terdiri dari Pameran Stan Komunitas Film se-Indonesia dan Warung Film dengan memanfaatkan pelataran venue.

Warung Film
Program ini memutar 30 judul film pendek Indonesia dari berbagai komunitas dan kelompok produksi dengan tema dan genre yang lebih beragam. Dengan tujuh layar televisi, publik bebas memesan dan menonton film-film yang ada dan dapat memberikan kritik.

Layar Tanjleb
Program ini memutar film-film pendek Indonesia dengan lebih menekankan pada konsepsi ruang publik (outdoor). Digelar di tengah-tengah para pedagang Kya-Kya Mayong pada Sabtu (Malam Minggu), 17 Mei 2008, pukul 21.00 WIB.