Senin, 30 Desember 2013

DJKT Produksi Dokumenter Seni Langka


Selama beberapa bulan terakhir, Komite Sinematografi Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT) memproduksi film dokumenter kesenian langka yang berada di tiga daerah di wilayah Jawa Tengah. Produksi film ini merupakan program kerja komite di tahun 2013.

Ketiga kesenian langka itu adalah Lengger Topeng di Kelurahan Jaraksari, Kecamatan Wonosobo, Wonosobo, Ujungan sebuah ritual meminta hujan di Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Banjarnegara, serta Gandalia musik langka yang baru direvitalisasi di Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo, Banyumas.

Menurut Bowo Leksono, yang bertindak sebagai sutradara, masing-masing daerah di Jawa Tengah memiliki jenis kesenian langka yang khas. “Dibutuhkan riset yang mendalam, waktu yang panjang untuk mendokumenterkan, dan anggaran yang cukup,” ujar anggota komite sinematografi ini.

Bowo menambahkan, anggaran DKJT yang sangat kecil untuk memproduksi tiga film dokumenter sekaligus, dirasa hasilnya belum maksimal. “Beruntung kami dibantu komunitas film di daerah yang selama ini rajin mendokumentasi,” jelas direktur Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga.

Kesenian Lengger Topeng di Wonosobo merupakan jenis lengger yang cukup khas. Selain penarinya perempuan juga terdapat penari laki-laki. Di salah satu bagian pertunjukan, masing-masing penari mengenakan topeng sesuai karakter yang dibawa.

Pada kesenian Ujungan, diyakini kesenian yang ditujukan untuk meminta hujan bagi kaum petani yang mengalami kekeringan ini, berasal dari Desa Gumelem Wetan. Saat ini, ada satu kelompok kesenian Ujungan yang masih bertahan di desa itu.

Sementara kesenian Gandalia, merupakan musik tradisi dengan alat berupa angklung. Alat musik asli Desa Tambaknegara, dibuktikan masih adanya empat orang keturunan asli dari sang pencipta Gandalia.

Ketua Komite Sinematografi DKJT Bambang Hengky mengatakan, program mendokumenterkan kesenian langka ini merupakan upaya penyebarluasan pengetahuan tentang kesenian langka di Jawa Tengah melalui media film. “Tujuannya agar generasi muda tahu kekayaan budaya di Jawa Tengah, syukur tergerak untuk terus melestarikan,” ungkap mantan jurnalis televisi.

Sabtu, 28 Desember 2013

Banjaran Menolak Sampah!


Kado buat Kota Tercinta jilid 5

"Sebagai orang tua, saya turut mendukung apa yang sedang diperjuangkan warga Desa Banjaran," tegas Ida Kristiana, kepala Desa Banjaran yang baru dilantik beberapa hari lalu saat sambutan pada program Kado buat Kota Tercinta jilid 5, Sabtu malam, 28 Desember 2013 di pertigaan Desa Banjaran, Kecamatan Bojongsari, Purbalingga.

Sudah sewajibnya seorang pemimpin mendukung dan membela rakyatnya yang selama 20 tahun dirugikan akibat pencemaran Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Banjaran Kabupaten Purbalingga.

Ribuan warga Desa Banjaran dari anak-anak hingga orang tua tumpah di pertigaan RT 08 RW IV. Warga memadati jalan desa dimana sebuah layar putih ditancapkan dan panggung kesenian digelar. Mereka bertahan sembari menanti pemutaran film terkait pencemaran TPA, menikmati suguhan seni dari kawula muda Purbalingga.

"Ini suatu bukti bahwa tidak satu pun warga Banjaran yang menginginkan TPA ada di desa kami. Kami sudah tidak kuat menanggung pencemaran TPA yang tidak pernah dikelola dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga," tutur salah satu pemuda Yahya Solekhan (32).

Program Kado buat Kota Tercinta yang memasuki tahun ke-5 ini dalam rangka memperingati hari ulang tahun Kabupaten Purbalingga yang ke-183. Program yang digagas Cinema Lovers Community (CLC) ini berupa ekspresi dan media kritik terhadap kebijakan Pemkab Purbalingga dari sebagian kecil seniman Purbalingga.

Dengan mengangkat tema "Banjaran Menolak Sampah!", kado ulang tahun menghadirkan tanda tangan dukungan pada perjuangan rakyat Banjaran di atas kain putih sepanjang 5 meter, orasi dari warga Banjaran, baca puisi dari Kelas Menulis Purbalingga, pameran foto dan karikatur, pentas musik dari Kreteg, Ruby Band, dan Roots Rhythm, serta pemutaran film dokumenter karya SMP Negeri 4 Satu Atap Karangmoncol dan dokumenter "Banjaran Menolak Sampah!" dari CLC.

Direktur CLC Bowo Leksono mengatakan, baginya seni tidak sekedar untuk seni. "Seni sudah seharusnya bagi kemaslahatan masyarakat berpihak pada yang lemah. Dengan seni, kami berusaha mengawal perjuangan warga Desa Banjaran dalam menolak keberadaan TPA yang tidak pernah dikelola dengan baik," jelasnya.

Rabu, 25 Desember 2013

CLC Gelar Kado buat Kota Tercinta jilid 5


Turut menyambut Hari Ulang Tahun Purbalingga, Cinema Lovers Community (CLC) menggelar program bertajuk Kado buat Kota Tercinta. Program tahunan yang sudah memasuki tahun ke-5 ini rencananya digelar pada Sabtu, 28 Desember 2013, mulai jam 19.30 WIB di pertigaan RT 08 RW IV Desa Banjaran, Kecamatan Bojongsari, Purbalingga.

Kado buat Kota Tercinta adalah program ekspresi dan apresiasi kreativitas seni anak muda Purbalingga sebagai media kritik terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten Purbalingga. Program CLC ini dirancang dan dihadirkan setiap tahun sebagai kado ulang tahun kota Purbalingga.

Akhir tahun 2013 ini, menempatkan tema “Banjaran Menolak Sampah!” yang akan menghadirkan orasi, karya puisi, karikatur, foto, musik, dan film. Seluruh karya dibuat oleh anak-anak muda atau seniman-seniman muda Purbalingga yang berusaha peduli pada lingkungan sekitar.

Direktur CLC Bowo Leksono mengatakan melalui media seni, anak muda Purbalingga ingin mengabarkan kepada masyarakat bahwa ada pembiaran selama 20 tahun dari Pemerintah Kabupaten Purbalingga terhadap warga Desa Banjaran terkait pencemaran TPA Banjaran. “Pemkab Purbalingga tidak pernah melakukan pengolahan sampah di TPA Banjaran. Ini yang menyebabkan pencemaran,” jelasnya.

Bowo menambahkan warga Desa Banjaran sudah berkali-kali mendatangi para pemegang kebijakan, selalu hanya janji yang didapatkan. “Terakhir bahkan ketua DPRD setuju tuntutan warga TPA Banjaran ditutup. Saya yakin itu hanya strategi politik saja, karna warga Banjaran tidak segera berhenti dari penderitaan,” tuturnya.

Tahun 2013 ini, Purbalingga memasuki usia 182 tahun, yang menurut versi Pemerintah Kabupaten Purbalingga jatuh pada 18 Desember. Usia yang cukup tua untuk sebuah kabupaten di Jawa. Usia yang seharusnya bijak dalam menangani persoalan-persoalan di masyarakat.

Karya berupa karikatur dan foto akan dipamerkan, sementara orasi, puisi, musik, dan film akan ditampilkan. Sebagai media kritik bagi para pengkarya dari kalangan anak muda Purbalingga, program ini terbuka untuk masyarakat umum untuk menonton dan mengapresiasi.

Minggu, 15 Desember 2013

Film-Film Pelajar Purbalingga Kembali Berjaya


Film-film pelajar Purbalingga kembali mengukir prestasi di ajang Nasional. Film pendek bertajuk “Langka Receh” sutradara Eka Susilawati dan Miftakhatun produksi Sawah Artha Film ekstrakulikuler film SMP Negeri 4 Satu Atap Karangmoncol berhasil dianugerahi film terbaik kategori film pendek pelajar di ajang Anti-Corupption Film Festival (Acffest) 2013.

Di ajang berbeda, film dokumenter “Secarik Kisah Panyatan” sutradara Rizqi Pangestu produksi Pak Dirman Film ekstrakulikuler sinematografi SMA Negeri 1 Rembang menyabet penghargaan film terbaik kategori dokumenter pada Festival Film Pelajar Jogja (FFPJ) 2013.

Malam penganugerahan Acffest digelar Sabtu, 14 Desember 2013 di XXI Epicentrum Kuningan Jakarta. Festival film yang baru pertama digelar ini bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai antikorupsi lewat film.

Guru Pembina ekskul film SMPN 4 Satu Atap Karangmoncol Aris Prasetyo mengatakan kebanggaannya kepada para pelajar di Purbalingga pada umumnya. “Film Langka Receh bukan saja memotret praktik kecurangan di sekitar kita, tapi juga menyajikan alternatif bentuk perlawanan terhadap praktik korupsi dari perspektif anak SMP,” tuturnya.

Sementara pada FFPJ yang memasuki tahun keempat ini digelar 14-15 Desember 2013 di Yogyakarta. Penganugerahan diadakan Minggu, 15 Desember 2013 di komplek Pondok Pemuda Ambarbinangun Yogyakarta.

Dokumenter “Secarik Kisah Panyatan” berkisah tentang Grumbul Panyatan, Desa Gunungwuled, Kecamatan Rembang yang menjadi salah satu daerah di Kabupaten Purbalingga. Grumbul atau dusun ini hampir terisolasi. Akses jalan, listrik, air bersih, kesehatan, dan pendidikan merupakan persoalan menahun yang dialami sekitar 40 kepala keluarga. Banyak anak-anak yang cita-citanya kandas saat dewasa lantaran pola pikir bahwa sekolah cukup sampai program yang dianjurkan Pemerintah.

Menurut guru pembina ekskul sinematografi SMAN 1 Rembang Puji Rahayuning Pratiwi, menjaga keberlanjutan dan semangat anak-anak untuk terus berkarya itu tidak mudah. “Setiap tahun generasi berganti dengan kemampuan dan semangat yang berbeda. Itu yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan,” ujarnya.

Sabtu, 30 November 2013

Film Purbalingga Borong Penghargaan Kemenpora


Film-film dokumenter karya pemuda dan pelajar Purbalingga memborong penghargaan dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada ajang Lomba Sinematografi Pemuda Kemenpora 2013.

Penghargaan diterima pada malam puncak Jumat, 29 November 2013 di Komplek Pusat Pemberdayaan Pemuda dan Olahraga Nasional (PPPON) Cibubur Jakarta dalam rangkaian yang digelar mulai 27-29 November 2013.

Penghargaan yang diraih adalah film dokumenter terbaik “Kembalikan Hutanku” sutradara Nanki Nirmanto, “Sang Maestro” menyabet penghargaan harapan I, “Menang 100%” harapan II keduanya disutradarai Yasin Hidayat dari SMP Negeri 4 Satu Atap Karangmoncol Purbalingga, serta harapan III disabet film “Air” sutradara Melinda Intan dari SMA Negeri 1 Kutasari Purbalingga.

Sementara film “Baju Buat Kakek” sutradara Misyatun, “Langka Receh” sutradara Eka Susilawati dan Miftakhatun, “Secarik Kisah Panyatan” sutradara Rizqi Pangestu, dan “Usman Janatin” sutradara Doni Saputra hanya masuk sebagai finalis.

Sutradara “Kembalikan Hutanku” Nanki Nirmanto mengatakan, sebagai pemuda yang mencintai dunia film, salah satu tugasnya adalah membuat film. “Lingkungan Banyumas Raya ini tidak akan habis dijadikan subyek film dokumenter dan saya senang film saya bisa diapresiasi di tingkat Nasional,” jelasnya.

Film yang diproduksi tahun 2011 ini berkisah tentang masyarakat desa Ketenger Banyumas yang merupakan salah satu contoh dari sekian banyak desa yang bersinggungan langsung dengan hutan dan Perhutani. Dalam perjalanannya, masyarakat desa banyak menuai masalah.

Sementara guru pembina SMPN 4 Satu Atap Karangmoncol Purbalingga Aris Prasetyo yang turut mengawal anak-anak didiknya, berkomentar seharusnya penyelenggara membedakan antara kategori pelajar, mahasiswa atau umum. “Tidak bijak bila film pelajar disejajarkan penilaiannya dengan yang mahasiswa atau umum,” tegasnya.

Sudah dua tahun berturut-turut sejak keberadaan kompetisi film yang diselenggarakan Kemenpora ini, Purbalingga mendapat apresiasi tertinggi. Ini menambah deretan prestasi bagi sineas kota Perwira dalam tahun ini.