Minggu, 30 Mei 2010

SMA N 2 Purbalingga Borong Penghargaan FFP 2010


SMA N 2 Purbalingga memborong tiga penghargaan sekaligus diajang Festival Film Purbalingga 2010. Penghargaan itu adalah Film Fiksi Terbaik, Film Fiksi Favorit Penonton lewat film “Endhog” dan Film Dokumenter Favorit Pentonton lewat film “Di Sini Panglima Besar Dilahirkan”. Kedua film tersebut besutan sutradara Padmashita Kalpika Anindyajati.

Sementara untuk Film Dokumenter Terbaik disabet SMK Tamansiswa Banjarnegara dari film berdujul “Oh Lengger Gumelemku” karya Sugino. Satu penghargaan berupa Film Pilihan Juri diraih film bertajuk “Ling-Lung” dari SMA N Bobotsari, Purbalingga yang disutradarai Amrizal Faturrohman.

Diajang Kompetisi Video Mantenan yang baru digelar tahun ini dimenangkan oleh video yang dibuat Nanki Nirmanto. Nanki meraih Video Mantenan Terbaik lewat video berjudul “Perjalanan Cinta Anggi dan Deni”.

Sutradara film “Endhog”dan “Di Sini Panglima Besar Dilahirkan” Padmashita Kalpika merasa senang dengan keberhasilan kelompoknya Brankas Film menyabet tiga penghargaan ini. “Tahun lalu film kakak-kakak kelas kami gagal menyabet penghargaan festival ini. Itu yang memacu kami untuk berkarya lebih baik dari tahun lalu,” ungkapnya.

Memacu Karya
Malam penghargaan yang digelar Sabtu, 29 Mei 2010 di aula Hotel Kencana berlangsung meriah yang sebagian besar dihadiri para pembuat film muda dari berbagai SMA di Banyumas Raya. Turut memeriahkan malam itu, tampil pagelaran Wayang Artefak pimpinan Adi Purwanto.

Direktur Festival Film Purbalingga Bowo Leksono mengatakan peserta kompetisi SMA se-Banyumas Raya tahun ini secara kuantitas meningkat tajam, ditambah kehadiran program baru yaitu kompetisi dokumenter dan kompetisi video manten. “Namun secara kualitas masih terus harus ditingkatkan. Ini tugas Cinema Lovers Community dan komunitas-komunitas di setiap kabupaten untuk turut memacu pelajar SMA dalam berkarya,” katanya.

Bowo melanjutkan, proses panjang festival film purbalingga selama empat tahun ini baru dirasa dibutuhkan oleh kalangan pelajar SMA Banyumas Raya, meskipun kebutuhan ini belum secara merata. “Sayangnya, para pelajar di Banyumas Raya masih merasa bahwa festival ini sebagai ajang beradu semata. Bila sudah kalah di babak pertama, mengabaikan sama sekali tujuan festival itu sendiri”.

Lebih jauh Bowo beranggapan bahwa festival ini bukan satu-satunya tempat untuk menguji karya dengan hadirnya program kompetisi. “Jauh lebih penting dari itu, festival adalah ruang untuk berinteraksi, antara pengkarya dengan karya-karya yang lain, serta antara karya dan pengkarya dengan publik penontonnya. Dengan harapan, festival ini terus mamacu pegiatnya menjadikan film sebagai media edukasi secara luas,” tuturnya.

Selama empat hari penyelenggaraan festival, 26-29 Mei 2010, berbagai program digelar gratis untuk umum.

Sabtu, 29 Mei 2010

Pidato Penutupan Festival Film Purbalingga 2010


Selama empat hari penyelenggaraan festival, program demi program telah dihantarkan dengan selamat. Banyak hal kemudian yang perlu dievaluasi dan diperbaiki di masa mendatang.

Beberapa program dalam festival kali ini adalah program baru yang berusaha ditawarkan pada publik Banyumas Raya. Respon positif luar biasa, namun masih berhenti pada tahapan respon. Untuk itu, kampanye film sebagai media edukasi dalam pengertian luas, masih butuh jalan yang panjang.

Secara riil, proses panjang festival film purbalingga selama empat tahun ini baru dirasa dibutuhkan oleh kalangan pelajar SMA Banyumas Raya. Meskipun kebutuhan ini belum secara merata.

Sayangnya, para pelajar di Banyumas Raya masih merasa bahwa festival ini sebagai ajang beradu semata. Bila sudah kalah di babak pertama, mengabaikan sama sekali tujuan festival itu sendiri.

Pun yang dialami para pembuat film yang karyanya berhasil masuk tahap seleksi. Para pembuatnya hanya mengapresiasi program dimana filmnya ada. Sementara program non-kompetisi yang menawarkan film-film di luar Banyumas Raya sebagai referensi, justru minim peminat.

Kita tidak sedang menjadikan festival ini satu-satunya tempat untuk menguji karya dengan hadirnya program kompetisi. Jauh lebih penting dari itu, festival adalah ruang untuk berinteraksi, antara pengkarya dengan karya-karya yang lain, serta antara karya dan pengkarya dengan publik penontonnya. Dengan harapan, festival ini terus mamacu pegiatnya menjadikan film sebagai media edukasi secara luas.

Masih banyak ruang tentunya yang bisa dijadiakan acuan dan pilihan bagi kawan-kawan dalam mendistribusikan karya untuk memberi kesempatan lebih banyak agar karya kita terapresiasi. Bila perlu, ruang-ruang tersebut kita ciptakan sendiri meskipun dalam skup yang kecil.

Tahun ini festival film purbalingga menghadirkan total 31 satu karya film yang diputar selama empat hari. 20 diantaranya adalah karya kompetisi; fiksi dan dokumenter pelajar serta kompetisi video mantenan se-Banyumas Raya.

19 film fiksi dan 12 film dokumenter berhasil terkumpul. Sementara untuk video mantenan terkumpul 9 video. 8 film fiksi, 5 film dokumenter terseleksi. Untuk video mantenan 5 video terseleksi. Dan malam ini, dewan juri hendak mengumumkan apa saja judul film dan video terbaik dan film favorit penonton.

Bagi kawan-kawan SMA yang filmnya belum berhasil lolos, percayalah bahwa Kompetisi yang sesungguhnya adalah ketika kalian mampu melewati proses dalam membuat film. Festival bukan segalanya, festival sekedar menjadi tempat untuk kita bersemuka dan berbagi. Mari, jadikan festival untuk kembali bersemangat berkreativitas dan berkarya; untuk Banyumas Raya, untuk Endonesa!

Terima kasih pada pihak-pihak yang telah mendukung. Terima kasih tak terhingga pada kawan-kawan kota tetangga, Banyumas, Cilacap dan Banjarnegara. Ini festival kita bersama. Terima kasih pada para pelajar SMA, kalian generasi yang akan menorehkan sejarah baru. Terima kasih pada kawan-kawan luar kota, jangan pernah bingung bahwa Purbalingga adalah bagian dari Endonesa. Terima kasih tak terhingga pada masyarakat Banyumas Raya!

Sampai jumpa di festival berikutnya !!!

Kamis, 27 Mei 2010

Alokasi Formasi CPNS

Jakarta, Kompas - Komisi II DPR dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi masih berbeda pendapat mengenai kategori pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil atau CPNS.


Menpan EE Mangindaan, dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, di Jakarta, Rabu (26/5), mengatakan, sejak 2005 sampai dengan 2009, pemerintah telah memprioritaskan alokasi formasi CPNS yang berasal dari tenaga honorer sebanyak 920.702 orang.


Namun, menurut dia, masih terdapat tenaga honorer yang tercecer belum diangkat menjadi CPNS. Beberapa tenaga honorer yang belum diangkat, antara lain, guru bantu yang dibiayai APBN/APBD yang mengajar di sekolah swasta, tenaga honorer daerah yang dibiayai non-APBN/ APBD, serta tenaga honorer yang diangkat pejabat yang tidak berwenang, seperti kepala sekolah dan komite sekolah. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah menginventarisasi tenaga honorer yang belum diangkat dan hasilnya ada tiga kelompok.


Pertama, tenaga honorer yang memenuhi syarat PP Nomor 48 Tahun 2005 dan PP No 43/2007, yaitu sebanyak 197.678 orang. Kedua, tenaga honorer yang memenuhi syarat, tetapi tidak bekerja di instansi pemerintah sebanyak 5.966 orang. Ketiga, tenaga honorer yang diangkat oleh pejabat tidak berwenang dibiayai bukan oleh APBN/APBD, tetapi bekerja di instansi pemerintah.


Anggota DPR dari Fraksi PDI-P, Rahardi Zakaria, mengatakan, tim gabungan telah membuat lima kategori.


Dua kategori tambahan adalah kelompok tenaga honorer yang diangkat pejabat yang tidak berwenang, bekerja bukan di instansi pemerintah, dibiayai bukan oleh APBN/APBD, yaitu khusus untuk guru. Satu kategori lagi, yaitu tenaga honorer yang diangkat oleh pejabat berwenang, dibiayai oleh APBN/APBD, seperti penyuluh pertanian, kesehatan, dan pegawai honorer sekretariat Korpri. (SIE)


KOMPAS Kamis, 27 Mei 2010



Rabu, 26 Mei 2010

Pidato Pembuka Festival Film Purbalingga 2010


Pertama, saya memohon maaf, kepada Saudara-Saudara sekalian karna hingga 4 kali penyelenggaraan festival, penonton masih belum merasa nyaman. Sumuk, namun mudah-mudahan hawa panas ini tidak menyurutkan Saudara-Saudara sekalian yang telah dan akan hadir di festival film ini.

Ketiadaan ruang berekspresi bagi kaum muda di Purbalingga khususnya menuntut kami untuk berpikir dan bertindak super kreatif. Menyesali nasib apalagi menuntut, kami pikir bukanlah tindakan bijak. Maka dari itu, lakukanlah sesuatu! Action!!

Konon kabarnya, di Purbalingga telah berdiri sebuah gedung megah di lahan eks pasar Purbalingga yang di kompleksnya terdapat bangunan amphitheatre dan entertaint centre. Konon ceritanya infrastruktur ini dibangun untuk memfasilitasi para pegiat seni di Purbalingga. Namun, entahah...

Karena pemerintah daerah yang mempunyai kewajiban untuk itu tidak pernah melibatkan kalangan seniman. Mana bisa tahu kebutuhan para seniman? Jadi, apalah guna? Semoga kita akan selalu kreatif dan melakukan sesuatu untuk masyarakat. Percayalah, suatu saat, apa yang kita citakan akan menjadi kenyataan.

Berbicara soal kreatifitas, pada tataran film, disadari Banyumas Raya banyak dibicarakan di luar sana. Namun, sadarkah kita bahwa kekurangan dan kekurangan masih menumpuk. Kekurangan inilah yang bila tidak disadari dan segera diperbaiki, akan berpengaruh pada kualitas karya.

Karya-karya film anak muda Banyumas Raya yang dalam beberapa tahun terakhir ini didominasi para pelajar SMA. Kegairahan mereka terus membuncah. Terasa aneh? Mungkin, bayangkan saja, dari puluhan pelajar yang belajar membuat film pendek, sama sekali tidak pernah melihat apalagi masuk ke gedung bioskop.

Lalu, dari mana mereka mendapatkan materi film yang baik untuk referensi? Sementara tayangan televisi menjadi konsumsi satu-satunya yang tidak terbantahkan. Seperti tidak ada kesempatan dan bahkan kemampuan untuk memilah tontonan. Semua dilahap habis.

Yang terjadi kemudian, karya-karya anak-anak pelajar ini, banyak terpengaruh dari tayangan-tayangan televisi itu. Yang dinilai serba instan, dan cenderung mengabaikan logika. Belum lagi berbicara terkait teknisnya.

Lagi-lagi dipertanyakan rasa peka pada lingkungan sekitar, yang biasanya terkait hal remeh-temeh namun tanpa disadari hal-hal semacam itu selalu menarik untuk ditangkap dan dihadirkan ke permukaan. Kekurangpekaan ini menjadi daya pengaruh besar terhadap kualitas karya.

Jelas, sekolah seperti tidak pernah mendekatkan siswanya untuk bagaimana lingkungan adalah bagian penting dalam hidup dan kehidupan. Sekolah selalu membuat siswanya pusing karena sistem memaksa mereka melakukan sesuatu yang tidak disuka.

Mengapa kita harus berpikir jauh bila banyak hal dekat bahkan di depan pelupuk mata yang menarik? Apapun, pengharapan terletak pada semangat yang timbul pada diri anak-anak muda yang bertindak cerdas, cekatan, dan tanpa kompromi.

Terima kasih pada pihak-pihak yang telah mendukung. Terima kasih pada kawan-kawan kota tetangga, Banyumas, Cilacap dan Banjarnegara. Terima kasih pada kalian pelajar SMA, karna kalian, festival ini ada. Terima kasih pada kawan-kawan luar kota, bermesra-mesraan lah kalian dengan kota kecil tercinta, Purbalingga. Terima kasih tak terhingga pada masyarakat Banyumas Raya!

Selamat Berfestival !!!

Direktur Festival
Bowo Leksono

Sabtu, 22 Mei 2010

Menjadikan Festival Milik Bersama



Pengantar Festival Film Purbalingga 2010

Pada dasarnya kerja festival adalah kerja tahunan, kerja yang bukan sekedar mempersiapkan seremonial semata. Kualitas festival ditentukan oleh proses panjang para penggagas dan pengusung festival itu sendiri. Kerja-kerja seperti ini yang belum dirasa kesadarannya. Masih banyak anggapan bahwa festival adalah sekedar acara yang akan kembali merepotkan di tahun berikutnya.

Bukan hal yang mutlak salah. Bagimana tidak, Purbalingga atau kabupaten lain di wilayah Banyumas Raya, tidak tersedia infrastruktur yang lumayan sebagai pendukung perkembangan kesenian. Alhasil, kalau bukan para pegiat dan senimannya sendiri yang rela repot, siapa lagi? Namun, dari kondisi seperti inilah, kita jadi banyak belajar. Belajar dari kekurangan, belajar dari ketidakberdayaan.

Tidak mudah menjadikan even festival sebagai kerja tahunan. Karna bila yang terjadi adalah instan, siapa yang akan menjamin keberlanjutannya?. Sementara menjadikan festival sebagai kebutuhan masyarakat adalah perjuangan tersendiri.

Festival, seperti halnya sebuah terminal persinggahan bagi para pelakunya. Berproses kemudian berjumpa pada satu titik. Saling berinteraksi, berapresiasi, dan berdiskusi untuk kemudian kembali berproses pada komunitasnya masing-masing.

Festival Film Purbalingga untuk kali keempat ini seperti mulai terasa kelelahannya. Hanya karena sisa semangat yang kemudian membuat festival ini terus ada. Di sisi lain, pergerakan pembuat film muda yang masih duduk di bangku SMA, tidak terbendung.

Mengapa kemudian muncul kondisi seperti itu? Apalagi kalau bukan, salah satu faktor karena para pendahulunya yang menanamkan pengaruh, baik langsung maupun tidak. Mereka tidak bisa dibiarkan liar untuk kemudian menemukan karakter dan jati dirinya. Tapi bagaimana keliaran mereka menjadi kekuatan tersendiri.

Harapan untuk menjadikan festival ini milik masyarakat dan menjadi kebutuhan bersama, tampaknya masih perlu jalan panjang. Masih perlu stamina kuat untuk terus dan terus menjalankannya. Menyatukan visi bagaimana film sebagai media menyampaikan pesan edukasi pada masyarakat bahkan pada elit politik.

Bagaimana pun, festival ini bukan milik pribadi, bukan milik segelintir orang, bukan milik satu kelompok. Tapi milik bersama, masyarakat Banyumas Raya, dan bangsa ini mungkin. Karena bagaimana pun, festival ini dibangun dengan semangat kebersamaan, untuk bersama.

Mari, kita tanpa henti melihat dan merasakan sekeliling kita. Bercermin dengan cara kita.

Selamat Merayakan Festival!

Bowo Leksono
Direktur Festival

Jumat, 21 Mei 2010

Melihat Kita


Pengantar Festival Film Purbalingga 2010

Ini adalah tahun keempat penyelenggaraan Festival Film Purbalingga. Sebagai sebuah festival film kecil, di kota kecil, bukan suatu usaha kecil-kecilan untuk terus bisa menjaga semangat agar festival terus berjalan, terlebih menyemangati generasi muda Banyumas untuk terlibat dalam bentuk apapun.

‘Melihat Kita’ adalah sebuah ajakan untuk melihat dan menilai kembali kejadian-kejadian disekitar kita dalam aspek sosial dan budaya. Kejadian-kejadian ini bisa jadi merupakan narasi kecil keseharian di sekeliling kita, maupun dalam konteks yang lebih besar.

Tema ini akan merangkai program film yang akan disajikan dalam Festival Film Purbalingga 2010, ditambah dengan beberapa program khusus seperti presentasi, pameran, dst, yang merupakan satu rangkaian utuh Festival Film Purbalingga 2010.

19 film pendek fiksi, 12 film pendek dokumenter, karya siswa SMA dari penjuru Banyumas Raya terdaftar dalam seleksi kompetisi Festival Film Purbalingga 2010. Catatan dihasilkan dari kehadiran film-film kompetisi film pendek fiksi dan dokumenter SMA se-Banyumas Raya.

Televisi tampaknya masih (harus) menjadi musuh bersama (dan utama). Dari sekian karya fiksi dan dokumenter yang masuk, jelas terlihat bagaimana logika tayangan televisi mendominasi cara berpikir para pembuatnya. Cara berpikir yang fatalistik, instan, serta penyederhanaan persoalan tanpa runut logika yang matang, belum lagi ditambah dengan kekakuan serta kebakuan bentuk, adalah hal-hal yang jelas terlihat dari karya-karya tersebut.

Bila festival ini menjadi salah satu ruang pembelajaran, maka ini (pasti) akan menjadi proses pembelajaran yang amat panjang, dan bisa jadi melelahkan. Disinilah tantangan para penggagas festival untuk meramu strategi yang efektif untuk merombak paradigma-paradigma usang dalam bekarya. Bukan tugas yang mudah.

Dan tahun ini Festival Film Purbalingga menghadirkan satu sesi kompetisi spesial; video mantenan. Dokumentasi pernikahan, yang kemudian kita biasa sebut sebagai “video mantenan”, dapat kita lihat lebih dari sekedar dokumentasi acara pernikahan, namun juga dalam konteks sosiologis serta antropologis, dan tentu saja dari tinjauan artistik. Kompetisi ini dibuat untuk melihat bagaimana fenomena video berlaku di masyarakat, setidaknya masyarakat Banyumas yang notabene sudah lama akrab dengan video mantenan.

Lagi-lagi ‘proses’ masih menjadi kata kunci utama. Bukan hasil jadi yang dicari dalam hal ini. Maka untuk itu keterlibatan khalayak seluas-luasnya untuk memberikan kontribusi dalam proses ini amatlah dibutuhkan.

Selamat berfestival.

Dimas Jayasrana
Programer Festival

Sabtu, 08 Mei 2010

PEMAKAIAN PESTISIDA

Para pembaca mungkin mungkin sudah mengalami dan mendengar bahkan melihat, serangan dari pupul organik mulai bermunculan. Kalo kita kaji lebih mendalam sebenarnya ada beberapa faktor penentu keberhasilan dalam usaha budidaya :



  • Bibit

  • Perlakuan Budidaya

  • Pupuk

  • Pestisida

  • Pemasaran


Beberapa sampel yang diutrakan merupakan fenomena lapangan yang kerap terjadi, untuk itu perlu lebih banyak diberikan penyuluhan dan pemberian teknologi serta setimulan dari pemerintah. Kita mengetahui pupuk kimia untuk sekarang sudah naik sekitar 30 % dari harga biasanya, hal ini dikarenakan subsidi mulai dikurangi agar nantinya kita secara perlahan-lahan masuk ke budidaya organik, baik semi atau pun murni organik.


Begitu juga dengan pestisida, banyak sekali yang beredar di pasaran baik yang murah maupun yang mahal. Ada semacam cara kita membantu petani agar dapat meringankan usaha budidaya mereka. Kita sebut saja “cara berpikir cerdas”. Para pembaca biasanya pernah membeli pestisida yang bisa dibilang cukup mahal, kenapa mahal ? jawabanya adalah karena kandungan bahan aktifnya berbeda dari produk kebanyakan disamping itu khasiatnya tentunya. Begitu pula dengan pestisida yang yang lain, disini ada semacam celah kalo kita bisa mengamati dengan lebih seksama didalam kemasan pestisida tentunya, ada bermacam-macam bahan aktifnya, kita cari saja pada kemasan pestisida yang bisa dibilang cukup mahal (a) ada beberapa bahan aktif yang diunggulkan. Kita lihat lagi pada kemasan pestisda yang lain (b) yang dengan harga miring, ada tidak bahan aktif pada pestisida a dengan pestisida b. kalo terdapat persamaan dan harganya terdapat perbedaan, itu tinggal terserah anda apakah yang dipilih a atau b setelah saya berikan sedikit gambaran diatas. Selamat melakukan penelitian semoga bermanfaat bagi kita semua dan salam bagi petani.


Sabtu, 01 Mei 2010

MARAKNYA PUPUK ORGANIK 2010

Salam pertanian, temen-temen sudah mengetahui kalo pasar organik mulai digalakkan untuk tahun-tahun ini, untuk itu perlu kita kaji bersama apapun yang berhubungan dengan organik untuk dapat kita pelajari bersama. Kita tau bahwa beberapa produsen pupuk organik mulai bermunculan, itu merupakan kemudahan tersendiri dalam mencari pupukk organik, tapi kita perlu lebih hati-hati dalam memilihnya.



Dalam segi bisnis terdapat kalimat yang menyatakan “carilah keuntungan sebanyak-banyaknya dengan menggunakan/mengorbankan sumberdaya yang relatife sedikit”. Dari segi bisnis memang itu merupakan segi manajemen yang bisa dikatakan bagus, tapi dalam segi keuntungan bagi para pemakai produk ada sisi positif dan negatif. Kita garis bawahi tentang pupuk organik, semua kalangan berupaya mewujudkan pertanian yang menuju ke organik agar nantinya pasar yang dicita-citakan merupakan Agribisnis Organik yang menjual aneka produk organik yang sehat, nantinya sumber daya yang ada dapat dikelola lebih baik agar lebih ramah lingkungan.



Ada produsen tentu ada konsumen, siapa konsumen kita, yaitu “petani” apa yang dihasilkan petani yaitu produk bahan makanan. Agar tanaman dapat tumbuh dengan subur dan memiliki bahan-bahan makanan yang dibutuhkan tanaman petani mempergunakan pupuk. Kita mengingat jaman dahulu ketika para petani dalam bertaninya belum menggunkan pupuk kimia, tapi apa petani belum berminat menggunakan pupuk kimia (urea, TSP, NPK, dll), sebaliknya sekarang pemerintah mencoba memberikan rangsangan kepada petani dengan bantuan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT), dengan pemberian pupuk organik padat dan cair, serta terdapat lahan percobaan 1 ha yang dicukupi kabutuhan pupuknya sebagai sarana belajar bagi para petani. Hasil yang diperoleh ada sebagian petani yang sudah mulai menggunkan pupuk organik, tapi sebagian besar belum bisa berpisah dengan pupuk kimia.



Memasuki pasar organic, subsidi untuk pupuk kimia mulai dikurangi, hal ini dikarenakan agar nantinya para petani beralih sedikit demi sedikit menggunkan pupuk organic. Pasar organic merupakan ladang bisnis bagi para produsen pupuk organic, jadi tak heran produk pupuk organic padat dan cair sangat mudahnya kita temukan ditoko-toko dengan macam-macam merek pembuatnya. Kita selaku generasi muda apabila mengetahui ada pupuk organic yang tidak sesuai atau bisa dikatakan palsu segera laporkan kepada bupati atau wakil bupati bula perlu, karena sekarang telah dibuka pengaduan lewat sms kepada bupati dan wakil bupati.



Era memasuki pasar organic apakah berdampak positif atau negative bagi petani, kita perlu pelajari lagi macam-macam pupuk organic yang dijual dipasaran apakah benar-banar organic atau hany sebatas produk yang dibuat menyerupai organic. Disamping itu petani serasa digoncang dengan dikuranginya pupuk bersubsidi, sekarang semakin bermunculanya pupuk organic dipasaran dengan harga yang masih dibilang cukup tinggi. Hal ini menjadi pemikiran kita karena tidak ada petani kita mau makan apa ?, mau memproduksi apa ? dan mau menjual apa ? itulah mengapa petani merupakan pahlawan modern yang selalu bergerak dibidang pertanian tanpa perlu diperintah mereka akan selalu bercocok tanam untuk mensejahterakan keluarganya dan memberikan hasil panen mereka untuk dijual menghidupi seluruh Bangsa Indonesia.