Kamis, 18 Maret 2010

LENGGER SL-PTT


Ini nie....
kreativitas para kelompok tani yang suka tontonan. acara ini diprakarsai oleh Pak Sartun selaku pengurus Kelompok Tani Eka Karya IV mengundang lengger dari cilacap untuk memeriahkan Ubinan dan Syukuran Panen di Desa Wlahar Kecamatan Kalibagor Kabupaten Banyumas.

Tak hanyal kegiatan itu ditambah dengan pemotongan tumpeng yang dihadiri dari Pak Camat dan dari BPP ikut memeriahkan acara tersebut dan endingnya nie yang ditunggu-tungu makan bareng di sawah dengan para lengger yang cantik-cantik dong dan para petani yang tampan-tampan and penonton gak ketingalan juga loh.

Minggu, 14 Maret 2010

Belajar Sejarah Dunia Lewat Film


Banyak orang menganggap bahwa mata uang yang sudah tidak berlaku sebagai alat tukar tidak memiliki daya tarik. Meskipun mata uang-mata uang tersebut diletakkan dan dirawat secara khusus dalam sebuah museum.

Namun sebenarnya, dibalik benda-benda mati tersebut tersimpan unsur edukasi yang sangat kental. Karena dari sanalah kita dapat belajar berbagai sejarah dunia lewat mata uang logam dan kertas.

Selama dua hari, 13-14 Maret 2010, Daffodil Film, sebuah komunitas film dari SMA Negeri Bobotsari, Purbalingga menggarap film dokumenter terkait Museum Uang Purbalingga yang terletak di Sanggaruli (Sanggar Luru Ilmu) Ecucation Park, Jl. Raya Kutasari Purbalingga, Jawa Tengah.

Museum yang baru diresmikan pada 18 Desember 2008 oleh Pimpinan Bank Indonesia Purwokerto Unang Hartiwan ini memiliki koleksi ribuan jenis mata uang dari 184 negara di dunia. Mulai dari mata uang di masa kerajaan hingga jaman modern disamping benda-benda lainnya.

Menurut Anisah Nur Adinah, sutradara yang biasa dipanggil Nesya, membuat film dokumenter museum uang tidak sekedar belajar membuat film. “Kami sekaligus belajar sejarah dunia karena lebih dari sebulan kami melakukan riset,” ungkapnya.

Media Sosialisasi
Museum Uang Purbalingga dibangun di atas tanah perbukitan sehingga mempunyai landscape yang memesona. Bangunan arsitek dan lingkungan sekeliling sangat elok dipandang.

Museum dengan arsitektur unik ini sangat diuntungkan karena berada satu kompleks dengan berbagai wahana wisata di Sanggaruli meski tidak signifikan bagi pengunjung kalangan anak muda. Karena itu, perlu sosialisasi sebagai salah satu strateginya dengan media audiovisual.

“Kami mempunyai harapan bahwa film dokumenter ini nantinya mampu menjadi ajang sosialisasi Museum Uang Purbalingga bagi kalangan anak muda dan masyarakat luas di luar Purbalingga,” tutur Nesya yang juga masih duduk di kelas XI.

Pembuatan film dokumenter ini merupakan bagian dari program workshop film yang difasilitasi Cinema Lovers Community (CLC) menjelang Festival Film Purbalingga (FFP) pada Mei 2010 nanti.

Pegiat CLC Nanki Nirmanto menjelaskan, film ini nantinya tidak hanya diikutkan pada FFP tapi juga dikirim ke Festival Film Dokumenter bertema Museum dalam rangka Tahun Kunjungan Museum Nusantara 2010.

Sabtu, 13 Maret 2010

Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA)

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Ir. Winarno Tohir mengungkapkan sebagai bentuk dukungan KTNA terhadap THL-TBPP, KTNA akan membuat surat yang akan menyuarakan pemikiran THL-TBPP kepada Presiden. “Kita menyuarakan aspirasi petani THL-TBPP ini agar didengar oleh pihak legislatif dan eksekutif ”, tutur Winarno.
Sedangkan para Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) menginginkan kepastian status kerja setelah masa kontrak kerja mereka habis.

Hal tersebut disampaikan oleh Dedy Alfian, Ketua Forum Komunikasi Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (FK THL-TBPP) Nasional, saat ditemui di acara dialog antara KTNA dengan THL-TBPP di aula Yampi, Jakarta. “Kami mengharapkan adanya solusi dari pemerintah agar keberadaan dan status THL-TBPP ini dapat diberlangsungkan secara berkelanjutan dan definitif”, ujar Dedy.

Selain itu para THL-TBPP juga mengharapkan agar pemerintah lebih serius membahas kepastian status THL-TBPP ini dengan memberikan perlakuan khusus terhadap permasalahan THL-TBPP ini.

SINAR TANI, Selasa, 16/02/2010

Sabtu, 06 Maret 2010

Mendokumenterkan Tempat Lahir Sang Panglima Besar


Para remaja itu belajar mencintai museum dengan cara berbeda. Membuat film dokumenter adalah cara mereka. Selama tiga hari, 5-7 Maret 2010, para pelajar SMA Negeri 2 Purbalingga yang tergabung dalam Brankas Film memproduksi film dokumenter Monumen Tempat Lahir (MTL) Jenderal Soedirman setelah hampir sebulan melakukan riset dan persiapan produksi.

Dua hari terakhir produksi dimanfaatkan untuk mengambil gambar di lokasi monumen yang terletak di Desa Bantarbarang, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga. Mereka sampai menginap di lokasi tidak sekedar untuk mendekatkan pada tempat lahir Sang Panglima Besar tapi juga untuk mendapatkan gambar lengkap dari waktu ke waktu.

Salah satu pembuat film yang juga menjabat sebagai sutradara Kalpika Anindyajati mengatakan membuat film dokumenter adalah pengalaman pertama yang luar biasa. “Sebelumnya meskipun kami pernah beberapa kali ke monumen tersebut tapi baru merasa mengenal dan mencintai setelah mendokumenterkannya,” ungkap pelajar yang masih duduk di kelas XI ini.

Monumen Tempat Lahir Jenderal Soedirman yang diresmikan pada 21 Maret 1977 ini sudah masuk dalam kategori museum merujuk pada International Council of Museum (ICOM). Karena itu, museum bersejarah tersebut harus dipelihara dan dilestarikan. Tidak hanya itu, sosialisasi adalah kebutuhan utama agar MTL Jenderal Soedirman lebih dikenal di luar Purbalingga.

Tahun Mencintai Museum Nusantara
Siapa tidak mengenal Jenderal Soedirman? Nama tokoh yang sangat dikenal dengan strategi perang gerilya di masa revolusi ini diabadikan sebagai nama jalan-jalan protokol di seluruh kota di Indonesia. Nama gedung, kampus, dan penamaan-penamaan lainnya.

Namun, nasib museum tempat lahir sosok yang dikenal sederhana ini sungguh memprihatinkan. Lokasi wisata sejarah ini sangat sepi pengunjung tidak hanya karena letaknya yang cukup jauh dari pusat kota Purbalingga yaitu sekitar 35 KM, tapi juga karena Pemkab Purbalingga lebih berkonstrasi pada tempat-tempat wisata imitasi yang lebih menjanjikan. “Sayang bila generasi penerus bangsa tidak tahu bagaimana sejarah tokoh yang satu ini dilahirkan,” ujar Kalpika.

Produksi film dokumenter bertema museum adalah dalam rangka Tahun Mencintai Museum Nusantara di tahun 2010 ini yang hendak dikirim ke Festival Film Dokumenter bertema museum yang digelar Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta Departemen Komunikasi dan Informasi.

Salah satu pegiat Cinema Lovers Community (CLC) Mochammad Zakky mengatakan film dokumenter ini akan diikutsertakan pada Festival Film Purbalingga pada Mei 2010 mendatang. “Produksi film dokumenter para pelajar SMA Negeri 2 Purbalingga ini merupakan bagian dari workshop produksi film dari CLC,” tuturnya.

Memasuki tahun 2010, CLC dengan strategi bergerilya menjalankan workshop ke berbagai SMA sebagai rangkaian Festival Film Purbalingga. Melalui produksi film dokumenter diharapkan para pelajar mampu lebih dekat mengenal dan mencintai lingkungan sekitar. laeli

MANALAGI

Warung yang enak untuk makan siang and bisa juga buat tongkrongan. Et jangan salah menunya lengkap juga loh ada bakso, mie ayam, es buah, kelapa muda. Liat ja sendiri daftara menunya, penasaran nie alamatnya :

Jl. Jenderal Soedirman Timur No.32 Berkoh, Arah ke Margono setelah bunderan Air Mancur ya....


Selasa, 02 Maret 2010

Film dan Politik


Pada dasarnya, semua jenis dan genre film berbicara soal hidup dan kehidupan. Dan ketika film itu berbicara terkait kehidupan manusia (human) akan mengangkat beragam bidang kehidupan, tak terkecuali politik. Meskipun pada kenyataannya tak banyak film politik, khususnya genre dokumenter, yang dibuat masyarakat Indonesia. Apalagi dokumenter menyangkut pemilihan umum (Pemilu) yang benar-benar mampu memberi referensi edukatif masyarakatnya.

Kita hanya mampu menyaksikan dokumenter, atau lebih tepat disebut sebagai dokumentasi, berupa visual pesta demokrasi hasil tangkapan kamera jurnalis televisi sebagai tuntutan pemberitaan. Sisanya, genre film lain yang lebih mengarah pada propaganda atau kebutuhan golongan tertentu. Atau sekedar narasi-narasi kecil yang tidak terpublikasi dan terdistribusi dengan baik. Kenyataannya, sudah sekian kali sejak Pemilu pertama tahun 1955, pesta rakyat yang satu ini digelar.

Berbeda dengan media selain film, dalam hal ini tulisan dan foto, yang dengan mudah dan murah ditemukan sebagai sumber referensi edukasi. Padahal pada kenyataannya budaya menonton adalah milik bangsa Indonesia dibanding membaca.

Untuk itulah, mata kuliah Perilaku Politik ini didesain turun ke lapangan dengan mengangkat tema besar “Film dan Politik” pada lingkup Pemilukada Purbalingga. Dengan harapan mahasiswa mampu memotret lingkup perilaku politik pada pesta demokrasi tingkat lokal tersebut.

Pada praktiknya, mahasiswa secara berkelompok, dengan media kamera merekam perilaku politik yang secara spesifik terkait persepsi dan sikap pemilih. Spesifikasi ini adalah sub-sub tema untuk kemudian diolah menjadi kemasan film dokumenter. Sub tema tersebut antara lain; Tim Sukses Calon, Pemilih Pemula, Pemilih Perempuan, Pemilih kelompok marjinal seperti Etnis Tionghoa, Petani, Pedagang, Buruh, Birokrasi, Seniman, dan sebagainya.

Metode partisipatif ini menarik dan bisa dibilang langka. Menggunakan film sebagai media pembelajaran saja sangatlah jarang. Terlebih para pelaku teori politik, yaitu mahasiswa, dengan teori yang selama ini diperoleh di kelas dan dari berbagai referensi kemudian diterapkan dan mengemasnya dalam medium film.

Harapan lebih jauh, mahasiswa dapat lebih memahami antara konsep teoritik dengan relitas politik di lapangan. Kemudian, film-film dokumenter yang dihasilkan mampu menjadi laboratorium untuk memahami perilaku politik dan dinamikanya dalam konteks lokal.

Film Dokumenter
Mengapa kemudian film dokumenter menjadi media pilihan mata kuliah ini? Film dokumenter itu sendiri adalah sebuah genre film yang dibuat untuk mendokumentasikan sebuah realitas. Media film diakui memiliki kekuatan lebih dan kemungkinan yang tak terbatas dibandingkan media lain dalam melakukan representasi terhadap kenyataan.

Beberapa film dokumenter menampilkan narasi (voice over) untuk lebih menjelaskan gambar, namun ada juga gambar itu sendiri yang ‘berbicara’. Biasanya film dokumenter menampilkan wawancara dengan orang-orang yang berhubungan dengan film dan memang dibutuhkan dalam film dokumenter itu.

Film dokumenter itu sendiri mempunyai elemen yang kompleks. Tidak sekedar menyangkut gambar dan suara (visual dan audio) tapi juga sosial budaya, riset, teknis, teknologi, manajemen, kreatifitas, kerjasama tim, dan sebagainya.

Bila elemen-elemen tersebut tergarap dengan apik, menjadikan tontonan yang variatif, edukatif, sekaligus menghibur, tidak menutup kemungkinan film dokumenter tersebut memiliki kekuatan besar yang mampu membawa perubahan sosial.

Secara garis besar, terdapat tiga kegiatan utama dalam memproduksi sebuah film yaitu tahap pra produksi, produksi, dan pasca produksi. Pra produksi adalah kegiatan-kegiatan awal sebelum masuk produksi atau pengambilan gambar. Sementara pasca produksi adalah tahap kegiatan setelah pengambilan gambar seperti editing.

Bowo Leksono
Disampaikan pada kuliah “Perilaku Politik” Fisip Unsoed, 2010