Selasa, 23 April 2013

Pintu Masuk Karya-Karya Film Pelajar Berkualitas Banyumas Raya



Festival Film Purbalingga 2013
Festival Film Purbalingga (FFP) kembali hadir. Festival film yang memasuki tahun ke-7 ini akan digelar selama sebulan mulai 27 April hingga 25 Mei 2013 di Banyumas Raya.

Festival yang pertama kali digelar tahun 2007 ini merupakan salah satu program tahunan Cinema Lovers Community (CLC) sebagai bentuk komitmen terhadap perkembangan film di Indonesia.

FFP ditujukan untuk membangun kultur baru menonton film bagi masyarakat Purbalingga dan Banyumas Raya pada umumnya, serta sebagai ruang laboratorium pendidikan dengan film sebagai media penyampai.

Festival ini menyuguhkan sekumpulan film pendek dan panjang dalam kemasan Program Layar Tanjleb (tancap), Kompetisi Pelajar Banyumas Raya, Non-Kompetisi untuk Nasional, dan Program Khusus.

Program Layar Tanjleb
Sejak dua tahun lalu, program unggulan yang terus ditawarkan berupa Layar Tanjleb keliling desa di wilayah Banyumas Raya (Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, Cilacap, dan Banyumas).

Tahun ini ada 18 desa di wilayah Banyumas Raya yang akan disambangi. Dua desa di Banjarnegara, tiga desa di Banyumas, dua desa di Cilacap, dan 11 desa di Purbalingga. Pembukaan festival akan dipusatkan di Gerumbul Panyatan, Desa Gunungwuled, Kecamatan Rembang, Purbalingga pada Sabtu, 27 April 2013.

Direktur Festival Film Purbalingga Bowo Leksono menuturkan Program Layar Tanjleb merupakan pemutaran film dengan media layar tancap di suatu area, pertigaan, perempatan, halaman rumah, atau lapangan bola yang mengundang publik luas untuk berpartisipasi. “Materi film yang hendak diputar adalah kompilasi film pendek kompetisi, film pendek non-kompetisi dan film panjang atau film bioskop,” katanya saat konferensi pers di Pondok Hayam Wuruk Purbalingga.

Kampanye film Nasional pada masyarakat desa, menurut Bowo, sangat efektif lewat gelaran layar tanjleb. “Kenyataan ini terus memantapkan kami di festival tahun ini kembali menggelar layar tanjleb keliling. Keterlibatan masyarakat dari kalangan pemuda dimana layar dibentangkan menjadi penting mengantarkan tontonan alternatif yang mendidik,” ungkapnya.

Program Kompetisi Pelajar
Program Kompetisi menjadi program utama untuk terus menggairahkan dan memajukan para pembuat film pendek pelajar se-Banyumas Raya dengan kategori fiksi dan dokumenter. Namun, tidak seperti tahun lalu, tahun ini karya pelajar SMP belum terjaring. Ini menjadi pekerjaan rumah bersama.

Ada 43 film pelajar se-Banyumas Raya untuk Program Kompetisi yang masuk ke meja penyelenggara. Dengan rincian 33 film fiksi dan 10 film dokumenter. Film-film tersebut saat ini sedang melewati kurasi Dewan Program sebelum digodog oleh Dewan Juri.

Dewan Juri akan memilih satu film terbaik kategori fiksi dan satu film terbaik dokumenter dan dimungkinkan muncul Special Mention(film pilihan dewan juri) baik fiksi maupun dokumenter. Selain itu ada kategori film fiksi favorit penonton dan film dokumenter favorit penonton.

Bowo mengatakan keberadaan Festival Film Purbalingga selama ini terus berusaha menjadi pintu bagi karya-karya film pelajar Purbalingga dan Banyumas Raya meraih prestasi di festival-festival film di luar Purbalingga.

Program Non-Kompetisi dan Khusus
Pada Program Non-Kompetisi, FFP mengundang beberapa karya film pendek dan panjang (bioskop) berkualitas untuk turut menyemarakkan festival. Keseluruhan ada sekitar 50 materi film yang akan menghiasi Festival Film Purbalingga 2013.

Sementara Program Khusus kembali memberikan Penghargaan Khusus “Lintang Kemukus”. Penghargaan ini diberikan kepada individu maupun kelompok yang secara nyata berkontribusi atas kesenian dan kebudayaan tradisi di Banyumas Raya dalam berbagai aktivitasnya. Penghargaan ini sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi mereka. Selain itu program khusus menyuguhkan presentasi, diskusi, dan pentas seni, pameran yang merupakan satu rangkaian utuh Festival Film Purbalingga 2012.

Untuk informasi lengkap dapat diakses melalui http://festivalfilmpurbalingga.blogspot.com. Harapannya Festival Film Purbalingga ini akan terus berlanjut dimasa-masa mendatang.

m: +628128062020
e: purbalinggafilmfest@gmail.com
w: http://festivalfilmpurbalingga.blogspot.com
f: FestivalFilm Purbalingga
t: @festfilmpbg

Minggu, 21 April 2013

OMK Gelar Workshop Produksi Film



Orang Muda Katolik (OMK) se-Dekenat Tengah Keuskupan Purwokerto, yang terdiri dari lima paroki, yaitu Purwokerto Barat, Purwokerto Timur, Banyumas, Purbalingga dan Banjarnegara mengadakan Pra APC (Akhir Pekan Ceria) ke V. Kegiatan itu berupa workshop produksi film pendek yang digelar pada Minggu, 21 April 2013 di Gereja Katolik Santo Agustinus Purbalingga.

Workshop bertema “Jadilah Pemain, Jangan Cuma Jadi 9Penonton” ini diikuti sekitar 60 anak muda dengan menggandeng Cinema Lovers Community sebagai fasilitator. Berbagai materi berupa teori dan praktik produksi film pendek diberikan dan dipelajari mereka.

Materi-materi dalam proses produksi film pendek itu seperti manajemen produksi, penulisan skenario, teori tata kamera dan tata gambar (editing), lalu praktik tata kamera dan editing. Praktik tata kamera, para peserta workshop membuat satu adegan kemudian menjadi bahan edit.

Salah satu peserta workshop, Vena Anastasya, mengatakan, dirinya senang gereja memberi berkesempatan belajar memproduksi film dari orang-orang yang selama ini fokus di dunia film pendek. “Senang dan ini kesempatan baik bagi kami ada pilihan media ekspresi yaitu berupa film,” ujar pemudi asal Gereja Katedral Purwokerto.

Dekenat Tengah Keuskupan Purwokerto tampaknya ingin mengajak OMK di setiap paroki dalam menggali potensi dan bakatnya dalam dunia film yang berguna untuk mengembangkan imam umat.

Penanggung jawab kegiatan, Romo Kristiadji, MSC mengatakan, menggelar workshop produksi film ini karena film bisa menjadi sarana atau media pewartaan untuk mengkomunikasikan iman Katolik yang sangat efektif. “Kamis menyadari dunia digital, khususnya perfilman sangat akrab dengan dunia kaum muda. Kami ingin membekali informasi mengenai pembuatan film,” tuturnya.

Kristiadji melanjutkan, kegiatan workshop film yang merupakan bagian dari Pra APC ini tak hanya berakhir pada belajar membuat film. “Anak-anak muda gereja itu akan memproduksi film pendek bertema keimanan yang nantinya akan kami perlombakan se-Dekenat Tengah Keuskupan Purwokerto,” jelasnya.

Selasa, 09 April 2013

“Gedang Goreng Soklat” Juara II FFP Yogyakarta



Film pelajar Purbalingga kembali meraih penghargaan. Kali ini film pendek bertajuk “Gedang Goreng Soklat” karya siswa-siswi SMK YPLP Perwira Purbalingga diganjar Juara II kategori film fiksi Festival Film Pendidikan Yogyakarta 2013.

Selain film besutan sutradara Octa Berna Ratungga yang mendapat juara, film lain berjudul “Saat itu di Saat ini” dari SMAN 1 Palu Sulawesi Tengah menduduki Juara I. Sementara Juara III ditempati film berjudul “Girl with Bicycle” dari SMKN 1 Cimahi.

Penghargaan diberikan saat gelaran Festival Film Pendidikan pada Minggu, 7 April 2013, di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Para pemenang berhak menerima piala, sertifikat, dan uang pembinaan.

Sutradara film “Gedang Goreng Soklat” Octa Berna Ratungga mengungkapkan rasa senang dan bangganya meski baru diperingkat kedua. “Ya senang. Ini film kedua saya, dan keduanya sudah pernah berprestasi,” ujarnya.

Octa melanjutkan, ia masih merasa kurang maksimal dalam memproduksi film berdurasi 8 menit itu. “Kami merasa masih kurang dalam menggarap film, terutama saat praproduksi. Dikesempatan mendatang harus lebih baik lagi,” ungkap siswa yang masih duduk di bangku kelas X jurusan Multimedia ini.

Film “Gedang Goreng Soklat” yang dibuat oleh Kafiana Production berkisah tentang seorang anak difabel yaitu tunawicara bernama Sukur. Ia mempunyai hobi menggambar dan sangat patuh pada ibunya. Menggambar dengan cepat adalah cara Sukur berkomunikasi. Sampai pada suatu saat, Sukur menemukan kendala ketika disuruh ibunya ke warung.

Kepala SMK YPLP Perwira Purbalingga Kurniawan Herry, S.Pd merasa bangga anak-anak didiknya berprestasi di bidang film. “Meski tidak selalu yang terbaik, tapi kami tetap bangga dengan prestasi anak-anak. “Kewajiban kami sebagai pendidik, memfasilitasi mereka dalam berkreasi,” tuturnya.

Festival bertema “Membiasakan Dengan yang Luar Biasa” ini merupakan ajakan dan dorongan untuk ikut merasakan apa yang dirasakan disabilitas rasakan. Harapannya, ada perubahan persepsi yang akhirnya mendorong lahirnya banyak karya yang dapat digunakan sebagai kampanye melalui berbagai media, salah satunya film.

Minggu, 07 April 2013

“Lawuh Boled” Berjaya di Malang



Panen prestasi film-film produksi terbaru pelajar Purbalingga tahun ini, diawali dengan kejayaan film “Lawuh Boled” produksi Pedati Film SMK Negeri 1 Rembang Purbalingga. Film yang disutradarai Misyatun itu diganjar sebagai Film Fiksi Pendek Pelajar Terbaik di ajang Malang Film Festival (Mafifest) 2013.

Penghargaan langsung diterima Misyatun yang berangkat dari Purbalingga bersama salah satu kru film dan guru pendamping pada malam penghargaan, Sabtu, 6 April 2013 di Theater Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

“Senang, bangga, campur-aduk. Bisa membawa nama baik sekolah dengan berprestasi di bidang film,” ucap Misyatun usai penganugerahan dengan harapan komunitas filmnya bisa menjadi ekskul sinematografi di sekolahnya.

Misyatun melanjutkan, tahun lalu, ia dan teman-temannya sempat memproduksi satu film fiksi pendek, namun belum berkesempatan meraih prestasi. “Semoga prestasi awal di Malang ini membuka kesempatan bagi sekolah untuk mengakui keberadaan komunitas film di sekolah kami,” tutur siswi kelas XI ini.

Film “Lawuh Boled” berkisah seorang perempuan desa bernama Sutimah yang notabene buta huruf. Ia merasa disepelekan oleh tingkah-laku ketua RT yang memanfaatkan kebutahurufannya. Sutimah tidak berhasil membawa beras jatah Raskin dari balai desa karena kupon yang dibawanya tertukar dengan kupon lain yang sama-sama berinisial S. Sementara di rumah, anak perempuan Sutimah hanya sarapan ubi sebelum berangkat sekolah.

Menurut salah satu dewan juri, Tomy Widiyatno Taslim, film berdurasi 9 menit ini berhasil menyampaikan kebekaan pembuatnya terhadap masalah kemiskinan/sosial dengan cara jenaka. “Keunggulan lain bahwa cerita cukup utuh, bahasa visual dan suara efektif dalam menguatkan penceritaan,” ujar pegiat Festival Film Pelajar.

Manager Program Cinema Lovers Community (CLC) Nanki Nirmanto mengatakan, kerja keras para pelajar Purbalingga saat produksi film itu ibarat mereka berada di musim tanam. “Di ajang festival-festival film itulah saatnya mereka memanen. Siapa yang serius dan baik saat produksi, hasil panennya pun akan baik,” katanya.