Sabtu, 12 April 2014

Putar Film adalah Bagian dari Pendidikan Politik

Belum lagi layar tertancap di halaman belakang, hujan deras mengguyur seputaran Kota Purbalingga sejak sore hari. Bioskop Rakyat (Biora) yang sedianya dengan konsep bioskop terbuka pun akhirnya dilakukan di dalam ruangan.

Namun demikian, tidak menyurutkan semangat anak-anak muda Purbalingga menghadiri program Biora yang digagas Cinema Lovers Community (CLC) untuk menyaksikan  pemutaran film dan diskusi bertema Pemilu pada Sabtu malam, 12 April 2014 di Markas CLC jalan Puring nomor 7 Purbalingga.

Kali ini, film yang diputar untuk diapresiasi dan sekaligus sebagai pemantik diskusi berjudul “Children of a Nation” produksi Fictionary Films yang disutradarai Sakti Parantean. Film dokumenter berdurasi 77 menit itu bekisah tentang sejarah dan sisi lain Pemilihan Presiden 2009 dengan sudut pandang kuat dari para pembuat filmnya tentang apa yang mereka lihat dan rasakan pada masa kampanye Pemilihan Presiden di Indonesia. Sebuah pengalaman yang berdampak besar, yaitu bagaimana bangsa ini akan berjalan dalam 5 tahun ke depan.

Diskusi Pemilu
Pada sesi diskusi, muncul beberapa pertanyaan dari penonton pada narasumber yang terdiri dari Endang Yulianti, S.H., M.H. Divisi Bidang Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Purbalingga, Pengamat Politik Unsoed Indaru Setyo Nurprojo, S.IP., M.A. dengan dimoderatori Bangkit Wismo, S.IKom dari braling.com. Sementara pembicara lain, Mey Nurlela, S.S. dari Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Hubungan Antarlembaga Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Purbalingga berhalangan hadir.

Menjawab pertanyaan mengapa Panwaslu tidak mempunyai daya untuk menindak pelanggaran Pemilu, Endang Yulianti menjelaskan karena sistemnya tidak memungkinkan untuk itu. “Undang-undang kan yang membuat legislatif, jadi bagaimana itu dibuat untuk menguntungkan mereka saat Pemilu,” jelasnya.

Sementara Indaru Setyo Nurprojo lebih melihat bagaimana peta politik lokal di Purbalingga yang juga didasari pada peta politik nasional. “Kita disini tentu sepakat bahwa ke depan yang akan memimpin Purbalingga bukan lagi wajah-wajah lama yang tidak banyak diharapkan. Harus muncul generasi muda yang tampil,” tegasnya.


Penanggung jawab Biora, Canggih Setyawan mengatakan, pemutaran film dan diskusi yang didukung In-Docs ini sebagai bagian dari partisipasi politik anak muda Purbalingga. “Lewat film kami belajar pendidikan politik, setidaknya ketika kami memutuskan untuk memilih atau tidak memilih dalam Pemilu, ada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan,” katanya. 

Selasa, 08 April 2014

Putar Film dan Diskusi Pemilu



Tahun politik, Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga, turut menyemarakkannya dengan menggelar pemutaran film dan diskusi tentang Pemilu. Bertajuk Bioskop Rakyat (Biora) yang ke-21, memutar film dokumenter “Children of a Nation” sutradara Sakti Parantean pada Sabtu malam, 12 April 2014, jam 19.30 di Markas Besar CLC jalan Puring nomor 7, selatan alun-alun Purbalingga.

Film produksi tahun 2013 berdurasi 77 menit ini membahas sejarah dan sisi lain Pemilihan Presiden 2009 dengan sudut pandang kuat dari para pembuat filmnya tentang apa yang mereka lihat dan rasakan pada masa kampanye Pemilihan Presiden di Indonesia. Sebuah pengalaman yang berdampak besar, yaitu bagaimana bangsa ini akan berjalan dalam 5 tahun ke depan.

Sementara diskusi Pemilu menghadirkan Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Hubungan Antarlembaga Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Purbalingga Mey Nurlela, S.S., Divisi Bidang Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Purbalingga Endang Yulianti, S.H., M.H., Pengamat Politik Unsoed Indaru Setyo Nurprojo, S.IP., M.A., dengan moderator Bangkit Wismo, S.IKom redaktur braling.com.

Penanggung jawab Biora, Canggih Setyawan mengatakan, pemutaran film merupakan salah satu program CLC. “Program ini sebagai wujud apresiasi dan referensi, khususnya bagi anak-anak muda Purbalingga, sekaligus melatih kepekaan dengan belajar berdiskusi,” ujar mahasiswa jurusan Sosiologi Unsoed ini.

Program Biora CLC mendapat dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk fasilitasi peralatan dan  In-Docs yaitu program promosi film dokumenter di Indonesia sebagai medium dalam meningkatkan kepekaan sosial masyarakat.

Sabtu, 05 April 2014

“Penderes dan Pengidep” Dokumenter Pelajar Terbaik Mafifest 2014



Film “Penderes dan Pengidep” produksi Papringan Pictures SMA Negeri Kutasari Purbalingga berhasil menyabet film terbaik kategori dokumenter pendek pelajar di ajang Malang Film Festival (Mafifest) 2014. Penghargaan diberikan pada malam penganugerahan, Sabtu, 5 April 2014 di Theater Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Direktur Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga Bowo Leksono yang juga didaulat sebagai juri fiksi pendek mewakili para pembuat film pelajar dari Purbalingga menerima penghargaan tersebut. “Penderes dan Pengidep” mengungguli dua film nominator lainnya yaitu “Segelas Teh Pahit” dari SMA Negeri Rembang Purbalingga dan “Kampung Tudung” dari SMK Negeri 1 Kebumen.

Salah satu juri dokumenter pendek Dwi Sujanti Nugraheni mengatakan, kebanyakan karya yang dinilai hanya menyentuh persoalan di permukaannya saja, para pembuat film kurang jeli hingga masuk pada persoalan-persoalan yang menarik.

Sementara film “Penderes dan Pengidep”, lanjut Heni, unggul karena dibuat dengan pendekatan berbeda yaitu observasi yang jarang dilakukan pembuat film dokumenter, terlebih pelajar. “Pembuat film pelajar itu mampu melakukan pendekatan yang intens dengan para subyek dan cukup peka mengangkat persoalan yang dihadapi subyek,” tutur pegiat Festival Film Dokumenter (FFD) ini.

Dokumenter yang disutradarai Achmad Ulfi dengan durasi 30 menit ini berkisah tentang keluarga penderes (perajin gula merah) dan pengidep (perajin bulu mata) di Desa Candiwulan, Kecamatan Kutasari, Purbalingga.

Disela kesibukan sebagai ibu rumah tangga, Suwini, ibu tiga anak, menyempatkan ‘ngidep’. Sementara Suwitno, suaminya, sehari dua kali, pagi dan sore, harus naik-turun 21 pohon kelapa yang disewa untuk mengambil air nira. Semetara harga gula jawa setiap harinya tidaklah semanis rasa gulanya.

Pegiat CLC Canggih Setyawan mengatakan, penghargaan ini membuka prestasi film-film pelajar Purbalingga yang diproduksi tahun 2014. “Meskipun kami menilai, film-film Purbalingga tahun ini menurun baik secara kuantitas maupun kualitas. Namun, ini bagian dari proses kreatif yang harus terus dikobarkan semangatnya,” ujar mahasiswa jurusan Sosiologi Univesitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Selain Dwi Sujanti Nugraheni, juri kategori dokumenter pendek pada Mafifest yang berlangsung 2-5 April 2014 ini adalah Akbar Yumni dari Forum Lenteng Jakarta, Tomy Taslim dari Forum Film Pelajar Indonesia, dan Damar Ardi pegiat Jogja-Netpac Asian Film Festival. Sementara pada kategori dokumenter pendek mahasiswa, juri memutuskan tidak ada pemenang.