Kamis, 28 Maret 2013

CLC Peringati Hari Film Nasional



Perkembangan film, khususnya film pendek di wilayah Banyumas Raya yang dipelopori anak-anak muda, sudah mampu berkelanjutan. Namun, masih banyak hal yang harus terus dipelajari, termasuk sejarah film Nasional.

Tak banyak yang tahu, bahkan insan perfilman sendiri bahwa kita mempunyai Hari Film Nasional yang jatuh setiap 30 Maret. Penetapan tanggal tersebut adalah hari pertama pengambilan gambar film “Darah dan Doa” arahan sutradara Usmar Ismail pada tahun 1950. Film itu diakui merupakan film Nasional yang diproduksi dengan kekuatan bangsa sendiri. Dalam perjalanannya, sutradara Usmar Ismail dikukuhkan sebagai Bapak Perfilman Nasional.

Sekedar memperingati Hari Film Nasional secara sederhana, Cinema Lovers Community (CLC) akan menggelar Bioskop Rakyat #14 dengan judul film “Anak Sabiran, Dibalik Cahaya Gemerlapan (Sang Arsip)” pada Sabtu, 30 Maret 2013 jam 19.30 dan Minggu, 31 Maret 2013 jam 15.30 di Bioskop Terbuka Mabes CLC Jl. Puring no. 7 Purbalingga.

Direktur CLC Bowo Leksono mengatakan, film dokumenter yang diproduksi Forum Lenteng Jakarta ini merupakan film yang pemutaran perdananya baru akan dilakukan pada 29 Maret 2013 di Jakarta. “Film yang disutradarai Hafiz Rancajale ini mencoba membaca gagasan pengarsipan film yang ada dalam pikiran Misbach Yusa Biran sebagai seorang tokoh yang menyerahkan seluruh hidupnya untuk mengawetkan wacana dan memaknainya kembali sebagai sumber sejarah perfilman Indonesia yang disimpannya di Sinematek Indonesia,” tuturnya.

Bowo menambahkan, bahwa menjadi insan film tak hanya bergelut sebagai aktris, sutradara, produser, kameraman atau profesi lainnya. “Hal yang tak kalah penting, bagaimana ada orang yang dengan senang mau merawat dan mengarsipkan karya film itu sendiri,” ujar sekretaris Jaringan Kerja Film Banyumas (JKFB).

Dalam data Perpustakaan Film dan Buku JKFB, untuk film-film Purbalingga, tersimpan sekitar 135 film yang diproduksi dari tahun 2004. “Sampai saat ini, belum ada satu anak muda pun yang tertarik dan senang melakukan pengarsipan karya-karya film Banyumas Raya di perpus ini,” ungkap Bowo.

Jumat, 22 Maret 2013

Produksi Fiksi SMA Negeri 1 Bobotsari Purbalingga



Surya adalah anak yang bandel. Ia kerap tak peduli pada keadaan ibunya yang janda, sudah tua, dan sakit-sakitan. Apapun keinginan Surya harus dipenuhi, sampai hal yang kecil-kecil. Sepeti raja, harus dilayani.

Sampai pada suatu ketika, Surya berangkat sekolah dan saat melewati sebuah mushola, ia mendengar berita kematian dari pengeras suara mushola. Surya sempat berhenti seperti ada petir yang menyambarnya.

Sayangilah ibumu sebelum ia meninggalkanmu untuk selama-lamanya. Demikian pesan film fiksi pendek yang baru saja digarap oleh para pelajar SMA Negeri 1 Bobotsari Purbalingga. Pelajar yang tergabung dalam Bozz Community ini memproduksi film selama dua hari, Rabu-Kamis, 20-21 Maret 2013. Film bertajuk “Biyung” ini lokasi diambil di seputar sekolah yaitu Desa Majapura, Bobotsari, Purbalingga.

Sutradara film “Biyung” Lina Nur Aisah selaku mengatakan, ini pengalaman baru terjun di dunia film dan langsung menjadi sutradara. “Ini pengalaman seru dan menyenangkan. Meskipun kesimpulannya, membuat film itu tidak gampang,” kata siswi kelas XI.

Lina menambahkan, bagi ia dan teman-temannya membuat film itu bukan karena latah. “Membuat film itu karena kami butuh ruang berekspresi. Dan film pendek merupakan salah satu medianya selain panggung teater,” ujar siswi yang tergabung di Teater Linglung sekolah itu.

Bisa dibilang SMAN 1 Bobotsari adalah sekolah yang pertama memproduksi film pendek. Pada 2006, mereka mampu memproduksi film pendek bertajuk “Pacar Kedua”. Setelah itu, hampir setiap tahun, siswa di sekolah itu rajin memproduksi film meskipun prestasinya tak semoncer sekolah-sekolah lain.

Guru pembina Joko Widodo, S.Pd menyatakan, sejak CLC (Cinema Lovers Community) membuat program pemutaran film lokal ke sekolah-sekolah, pihak sekolah sangat mendukung. “Harapannya memang para siswa tertarik dan diajari membuat film. Dan sekarang terbukti, banyak sekolah di Purbalingga yang mampu membuat film,” tutur guru pengampu pelajaran Bahasa Indonesia ini.

Film pendek “Biyung” menurut rencana akan diikutsertakan pada program kompetisi pelajar se-Banyumas Raya Festival Film Purbalingga (FFP) 2013 dan festival-festival film pendek lain di Indonesia.

Kamis, 21 Maret 2013

Angkat Minimnya Akses Pendidikan



Produksi Fiksi SMA Negeri 1 Rembang Purbalingga

Selama beberapa hari, sepulang dari kota, Tanti mengurung diri di kamarnya. Tak satu pun warga desa yang mengetahui apa sebab yang dialami Tanti. Hanya Panji, teman sepermainan sejak kecil yang mengetahui sekaligus memahami cara bagaimana Tanti kembali riang dan penuh kepercayaan hidup.

Tanti gagal menggapai cita-citanya menjadi guru. Tak hanya harus bersekolah ke kota untuk menjadi seorang guru namun juga mahalnya biaya sekolah. Diam-diam, Panji sudah menyiapkan sekolah sederhana untuk Tanti. Bahwa menjadi guru tak hanya dibutuhkan bagi sekolah formal, terpenting adalah kesadaran. Kesadaran murid dan kesadaran pengajarnya.

Dunia pendidikan selalu menarik dijadikan latar cerita film. Dan pelajar SMA Negeri 1 Rembang Purbalingga yang tergabung dalam Pak Dirman Film ekstrakulikuler sinematografi baru saja menyelesaikan produksi film fiksi pendek tentang bagaimana warga di sebuah desa terpencil kesulitan mengakses pendidikan.

Cias Susi Astiti selaku sutradara menjelaskan, produksi dilakukan selama dua hari, Selasa-Rabu, 19-20 Maret 2013. “Seluruh lokasi pengambilan gambar dilakukan di Grumbul Panyatan, Desa Gunungwuled, Kecamatan Rembang, Purbalingga,” katanya.

Susi melanjutkan, memproduksi film bertema pendidikan ini terinspirasi dari produksi dokumenter beberapa waktu lalu yang mengangkat minimnya anak-anak Panyatan akan akses pendidikan. “Kami sekaligus mengangkat eloknya alam Panyatan. Ada hutan, beberapa air terjun, dan masyarakatnya yang suka bekerja keras,” tutur siswi kelas XI ini.

Sudah sekitar tiga tahun keberadaan ekskul sinematografi di sekolah yang terletak di daerah tempat lahir Panglima Besar Jenderal Sudirman itu. Sedikitnya sudah mampu melahirkan enam karya film fiksi dan dokumenter.

Guru pembina ekskul sinematografi Deni Sunarto, S.Pd mengatakan, sejak adanya ekskul sinema tak sekedar mengukir prestasi yang membanggakan. “Ekskul itu juga mampu mengenalkan potensi yang ada di Kecamatan Rembang, Purbalingga lewat film,” ujar guru pengampu pelajaran Bahasa Inggris ini.

Film fiksi ini bersama film dokumenter yang diproduksi tahun ini, rencananya hendak dikompetisikan pada program kompetisi pelajar se-Banyumas Raya Festival Film Purbalingga (FFP) 2013 dan festival-festival film lainnya.

Senin, 18 Maret 2013

“Gerilya Purbalingga” Program Baru CLC



Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga membuat program baru bernama “Gerilya Purbalingga”. Gerilya Purbalingga ini merupakan tayangan audiovisual berupa berita seputar Purbalingga yang merupakan bagian dari CLC news.

Cinema Lovers Community News (CLCnews) mengemas berita berupa straightnews dan features yang terjadi di sekitar Purbalingga”. Tayangan berita kurang dari 5 menit ini rencananya diunggah ke situs youtube untuk kemudian disebarluaskan lewat situs jejaring soaial.

Manager Porgram CLC Nanki Nirmanto mengatakan, berangkat dari kurangnya akses pemberitaan di media massa lokal yang sampai pada masyarakat menengah bawah, menuntut mereka membidani kelahiran program tayangan audivisual. “Program ini sekaligus memperkenalkan dan melatih anak muda, khususnya pelajar Purbalingga, dalam bidang broadcasting (pertelevisian),” tutur mahasiswa jurusan Ilmu Politik Unsoed ini.

Tim CLC news mentargetkan, satu berita harus mampu diproduksi dalam sehari. Mulai dari memburu berita di lapangan, redaksi menggodog kembali hasil liputan untuk dibacakan oleh pembawa berita, penyuntingan (editing), pengunggahan, hingga penyebarluasan.

Tim CLC news terdiri dari reporter dan kameraman yang turun ke lapangan untuk mencari berita, kemudian pembawa/pembaca berita, editor dan grafis, serta keredaksian yang mengonsep dan mengolah bahan berita.

“Kami terbuka bagi siapa pun anak muda atau pelajar Purbalingga yang ingin mengembangkan bakat dan mempunyai kemampuan keras untuk belajar bersama dalam bidang ini,” ujar Nanki Nirmanto.

Minggu, 17 Maret 2013

Bioskop Rakyat Putar Film Laga



Bioskop Rakyat #12

Materi film yang digelar pada Bioskop Rakyat (Biora) Cinema Lovers Community yang ke-12 kali ini agak berbeda, karena film itu jarang diproduksi sebagai karya film non-komersil di Indonesia.

Sebuah film bergenre laga (film action) berjudul “Sakti” yang disutradarai oleh Gugun Arief Gunawan dan diproduksi oleh Bara Film dan Saanane Kine Project dari kota Blitar Jawa Timur diputar pada Sabtu, 16 Maret 2013 jam 19.30 dan Minggu, 17 Maret 2013 jam 15.30.

“Sakti” berkisah tentang beberapa orang yang tidak saling mengenal dan menjadi terhubung dalam sebuah benang merah karena sebuah peristiwa. Ada gadis SMA berkekuatan listrik yang jadi korban perdagangan manusia, mantan satpam yang terpaksa jadi tukang pukul, gadis yatim piatu berkekuatan api yang menjadi pembunuh bayaran, anak koruptor dengan paku-paku dalam tubuhnya, wartawan muda yang berurusan dengan koruptor serta gadis stres berlagak pendekar yang menghajar para preman di kampung.

Salah satu penonton Wildan Aji Saputra merasa tertarik menonton film bergenre laga yang dibuat oleh salah satu komunitas film di Indonesia. “Terlebih film itu berdurasi panjang, pasti butuh persiapan dan penggarapan yang lebih lama,” ujar pelajar yang baru saja memproduksi film pendek komedi ini.

Sementara penonton lain, Hida Kurniawan yang mengaku rajin menonton program Biora mengatakan jarang menonton film laga buatan anak muda Indonesia. “Meskipun masih banyak kelemahan, tapi saya yakin teman-teman yang membuat film laga itu akan terus melakukan inovasi,” ungkap pelajar yang ingin serius di tata kamera ini.

Sebelum film ini diputar di program Biora, sutradara Gugun Arief Gunawan mengharap banyak masukan dan kritik dari banyak penonton. “Kami ingin film kami mendapat masukan dari banyak orang, agar ke depan lebih baik lagi,” katanya.

Program Biora dengan pemutaran di Markas Besar CLC rencananya akan terus berlanjut hingga akhir April untuk kemudian ditarik ke program pemutaran Layar Tanjleb keliling Banyumas Raya di Festival Film Purbalingga 2013.